Menteri BUMN Erick Thohir Didesak Evaluasi Direksi PT PLN Atas Peristiwa di Poco Leok

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 27 November 2023 17:22 WIB
Masyarakat Adat Poco Leok Manggarai, NTT mendapat perlakuan semena-mena oleh aparat bersenjata (Foto: Dok MI)
Masyarakat Adat Poco Leok Manggarai, NTT mendapat perlakuan semena-mena oleh aparat bersenjata (Foto: Dok MI)

Jakarta, MI - Koalisi Advokasi Adat Poco Leok Manggarai, Nusa Tenggara Timur (NTT) mendesak Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir, agar mengevaluasi jajaran Direksi PT Pembangkit Listrik Negara (PLN). Pasalnya, masyarakat adat Poco Leok kembali diduga mendapat perlakuan semena-mena oleh aparat bersenjata yakni Polri dan TNI, Sabtu (25/11).

Diketahui bahwa Polri dan TNI itu bertugas mengamankan pihak PT Pembangkit Listrik Negara (PLN) dan tim persetujuan di awal tanpa paksaan (Padiatapa) mendatangi Poco Leok, wilayah yang menjadi target pengembangan industri penambangan geothermal. 
 
"Mendesak Menteri BUMN Erick Thohir melakukan evaluasi terhadap jajaran Direksi PT PLN atas peristiwa di Poco Leok," tegasnya sebagaimana dalam pernyataan sikapnya dikutip Monitorindonesia.com, Senin (27/11).

Koalisi Advokasi Poco Leok ini terdiri dari Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), Perhimpunan Pembela Masyarakat Adat Nusantara (PPMAN), Jaringan Advokasi Tambang (Jatam), Trend Asia, dan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI).

Lalu, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Makassar, JPIC OFM, Justice, Peace and Integrity of Creation- Societas Verbi Divini (JPIC-SVD), Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Nusa Tenggara Timur, Sunspirit for Justice and Peace, Labuan Bajo dan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Labuan Bajo.

Selain itu, mereka juga mendesak Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, mencopot Kapolda Nusa Tenggra Timur dan Kapolres Manggarai karena diduga melanggar prinsip-prinsip hak asasi manusia.

Bahkan, mendesak pula Kapolri dan Panglima TNI untuk memerintahkan penarikan aparat keamananan yang bertugas di Poco Leok. 

"Kapolri, Kapolda Nusa Tenggara Timur, dan Kapolres Manggarai diminta agar menghentikan kriminalisasi kepada masyarakat adat Poco Leok, dengan cara menghentikan pemanggilan dalam bentuk apapun kepada masyarakat adat Poco Leok," tegasnya.

Tak hanya itu saja, mereka juga meminta agar pemerintah Indonesia dan PT PLN menghentikan sementara aktivitas apapun terkait pembangunan geothermal di Poco Leok hingga ada pernyataan resmi akan mengikuti prinsip-prinsip yang tertuang di dalam free, prior, informed, consent (FPIC) sesuai panduan Deklarasi PBB tentang Hak-hak Masyarakat Adat (Undrip).
 
Diketahui, bahwa masyarakat adat Poco Leok telah menolak kehadiran PT PLN geothermal dan tim Padiatapa karena hal itu merupakan eksploitasi dan perampasan tanah (wilayah adat) masyarakat adat Poco Leok untuk kepentingan pembangunan pembangkit listrik tenaga (PLTP) atau geothermal. 

Dengan dalih melakukan sosialisasi kepada warga, pihak PLN membawa pengamanan aparat bersenjata lengkap berjumlah ratusan orang baik Polri maupun TNI. Tidak kurang tujuh unit mobil dan puluhan kendaraan roda dua dikerahkan melakukan pengamanan tersebut.
 
"Penolakan masyarakat adat Poco Leok atas kedatangan mereka dibalas dengan tindakan represif oleh aparat. Aparat secara brutal mendorong bahkan memukul warga untuk tidak menghalang-halangi kedatangan mereka," bebernya.

Berlindung dibalik proyek strategis nasional (PSN) dalam upaya liberalisasi tenaga listrik, PLN dengan menggunakan tangan aparat tak segan melukai warga. 

"Harga diri sebagai manusia diinjak-injak dan ruang hidup masyarakat adat Poco Leok akan hilang demi pembangunan pembangkit listrik tenaga panas bumi (geothermal)," lanjutnya.
 
Menurut mereka, bahwa tindakan represif aparat merupakan kepada masyarakat adat Poco Leok merupakan pelanggaran dan pengingkaran terhadap  hak atas kebebasan mengeluarkan dan menyampaikan pendapat sebagaimana yang dijamin dalam UUD 1945, Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia, dan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005 Tentang Ratifikasi Kovenan Internasional Hak-hak Sipil dan Politik (International Covenant On Civil And Political Rights/ICCPR).
 
Prinsip persetujuan di awal tanpa paksaan pihak PLN hanyalah jargon usang sebagai pelengkap persyaratan memuluskan pinjaman dari bank untuk pembiayaan proyek geothermal. 

"Berkali-kali masyarakat menolak, tetapi tidak diindahkan. Jawaban atas penolakan adalah popor senjata, pitingan dan terjangan sepatu lapangan petugas," ungkapnya.
 
Penolakan masyarakat adat Poco Leok, Manggarai, terkait pembangunan pembangkit listrik geothermal di Poco Leok, merupakan upaya mempertahankan wilayah adatnya sebagaimana dijamin dalam instrumen hukum nasional dan hukum internasional yang mengakui dan menghormati hak-hak masyarakat adat.

Yaitu Pasal 18B ayat (2) UUD Tahun 1945 Jo. Pasal 28I ayat (3) UUD 1945 Jo. Pasal 6 ayat (2) UU No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia Jo. Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 35/PUU-X/2012, Tanggal 16 Mei 2013 Jo Deklarasi Perserikatan Bangsa bangsa Tentang Hak-Hak Masyarakat Adat (United Nations Declaration On The Rights Of Indigenous Peoples) Jo Konvensi ILO No. 169 Tahun 1989 Mengenai Masyarakat Hukum Adat. (LA)