Partai Gelora Ingatkan, Jangan Jadikan Krisis Ukraina Ide Liar untuk Tunda Pemilu 2024

Reina Laura
Reina Laura
Diperbarui 27 Februari 2022 14:41 WIB
Monitorindonesia.com - Partai Gelora Indonesia mengingatkan semua pihak untuk tidak menjadikan krisis Ukraina, sebagai ide liar atau lelucon politik. Apalagi, mengkaitkan konflik Rusia-Ukraina sebagai salah satu faktor untuk menunda pemilihan umum (Pemilu) 2024. Peringatan ini disampaikan Sekretaris Jenderal (Sekjen) DPN Partai Gelora Indonesia Mahfuz Sidik melalui keterangan tertulisnya, Minggu (27/2/2022). Mahfuz mengkhwatirkan krisis Ukraina ini, jangan-jangan nanti turunannya akan dipakai untuk melakukan justifikasi terhadap ide-ide liar, menjadi lelucon-lelucon politik baru. "Ada pendapat yang mencoba mengkaitkan konflik Rusia-Ukraina sebagai salah satu faktor untuk menunda Pemilu Tahun 2024," kata bekas politisi PKS yang kini mendirikan Partai Gelora bersama koleganya separtai, Anis Matta dan Fahri Hamzah itu. Menurut mantan Ketua Komisi I DPR RI ini, pikiran-pikiran tersebut semakin irasional dan tidak mendidik publik. Ia menyadari bahwa konflik Rusia-Ukraina ini akan berlangsung panjang dan memicu kenaikan harga komoditas, khususnya energi seperti minyak mentah dan gas dunia. "Tapi ya jangan dijadikan alasan tambahan untuk penundaan Pemilu 2024. Jadi kelihatanya akan banyak pikiran-pikiran baru yang semakin irasional dan ini tidak mendidik publik. Harusnya dalam situasi krisis saat ini, kita harus mengedepankan rasionalitas," katanya. Di sisi lain, Sekjen DPN Partai Gelora ini menegaskan, konflik Rusia-Ukraina merupakan perang supremasi antar kekuatan global, setelah kegagalan barat dalam menekan China dalam krisis pandemi Covid-19. "Saya kira Rusia akan mengelola isu ini untuk waktu yang agak panjang. Rusia ini gerbang ke negara barat, apalagi kalau NATO melibatkan diri dalam perang ini akan semakin panjang waktunya," tambahnya lagi. Selain Ukraina, Rusia masih melihat ada ancaman dari tiga negara tetangga di sekitarnya yang dinilai pro barat, yakni Latvia, Lithuania dan Estonia. Sehinga setelah Ukraina selesai, bisa saja tiga negara tersebut, dianeksasi Rusia selanjutnya. "Dan kalau kita lihat, ketika Amerika Serikat menarik pasukan dari Afghanistan, itu bukan ditarik pulang, tapi direlokasi ke Asia Tengah. Bisa saja digunakan untuk kepentingannya di kawasan Rusia. Karena secara geopolitik dan geostrategis Rusia, merupakan pintu masuk wilayah barat dan wilayah timur," ungkapnya. Mahfuz menilai Rusia tidak akan tunduk pada tekanan barat, meskipun diberikan sanksi ekonomi. Sanksi tersebut, lanjutnya, justru bisa memicu kenaikan harga minyak dan gas dunia, yang imbasnya juga akan dirasakan Indonesia. "Jadi memang ada permainan pertarungan antara kekuatan-kekuatan global (world game of global supremasi) yang coba bertarung dari sisi supremasi, setelah pandemi tidak memberikan dampak sistematik kepada China," jelasnya. Tanpa disadari, lanjut salah satu petinggi Partai Gelora Indonesia ini, konflik ini telah memicu resesi ekonomi dan inflasi secara global. Hal ini juga akan terjadi di Indonesia dan akan menambah tekanan persoalan-persoalan ekonomi di tanah air. "Sekali lagi saya khawatir, ketika ada orang membaca situasi global semacam ini dikaitkan dengan situasi ekonomi kita yang juga sedang tidak bagus. Mereka akan mengambil keuntungan pragmatis dengan membiarkan negara tidak punya solusi sistemik untuk mengatasi situasi krisis ini," demikian Sekjen DPN Partai Gelora Indonesia, Mahfuz Sidik. (Ery)