KPK Usut Aliran Dana Korupsi Eks Mentan Syahrul, NasDem: Silakan!

Rizky Amin
Rizky Amin
Diperbarui 12 Oktober 2023 14:33 WIB
Jakarta, MI - Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK mendalami aliran uang dugaan kasus korupsi mantan Menteri Pertanian atau Mentan Syahrul Yasin Limpo ke Partai Nasional Demokrat (NasDem). KPK merasa perlu mendalami soal aliran dana tersebut mengingat Syahrul Yasin Limpo menjabat sebagai Dewan Pakar Partai Nasdem. Bendahara Umum (Bendum) Partai NasDem Ahmad Sahroni memastikan aliran dana itu tidak ada. Namun ia tetap mempersilahkan lembaga antirasuah itu untuk menelusurinya. "(Aliran dana) ke partai, saya pastikan nggak ada. Dipersilakan untuk mendalami kalau ada dugaan mengalir ke Partai NasDem. Tapi saya pastikan bahwa saya sebagai Bendahara Umum DPP partai tidak pernah menerima uang di rekening Partai NasDem," kata Wakil Ketua Komisi III DPR RI ini, dikutip pada Kamis (12/10). Sahroni tidak menampik ada sumbangan dari Syahrul Yasin Limpo kepada Fraksi NasDem di DPR RI. Ia menyebut nilai sumbangan sebesar Rp 20 juta. "Tapi kalau ke Fraksi NasDem, terkait sumbangan bencana untuk bantuan, contoh gempa di Jawa Barat, dan lain-lain, itu benar ada dengan nilai Rp 20 juta. Sumbangan bantuan bencana alam," katanya. "Tapi kalau ke rekening khusus bencana alam di Fraksi NasDem DPR RI itu bener dengan jumlah uang 20 juta Rupiah (bantuan bencana alam) ke Fraksi NasDem. Pak SYL sendiri bukan dari Kementan," timpal Sahroni. Adapun KPK secara resmi telah mengumumkannya status Syahrul Yasin Limpo sebagai tersangka dugaan pemerasan dalam jabatan dan gratifikasi di lingkungan Kementerian Pertanian (Kementan). “Apakah ada aliran dana ke Nasdem, itu nanti masih didalami lagi,” kata Wakil Ketua KPK Johanis Tanak dalam konferensi pers di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Rabu (11/10) malam. Selain Syahrul Yasin Limpo, KPK juga telah menetapkan dua tersangka lainnya yaitu Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementan Kasdi Subagyono dan Direktur Alat dan Mesin Pertanian Muhammad Hatta. "Menetapkan tersangka, satu SYL menteri pertanian RI periode 2019-2024, dua KS Sekjen Kementan, tiga MH Direktur Alat dan Mesin Pertanian Dirjen Prasarana dan Sarana Kementan," ujar Johanis Tanak. Dalam melakukan dugaan korupsi, Johanis menyebut Syahrul Yasin Limpo memungut uang dari Aparatur Sipil Negara (ASN) Kementerian Pertanian yang jumlahnya mencapai belasan miliar rupiah. Praktiknya, Syahrul dibantu oleh dua anak buahnya, yaitu Sekjen Kementan Kasdi Subagyono dan Direktur Alat dan Mesin Pertanian Kementan Muhammad Hatta. Johanis menjelaskan, pungutan uang yang dilakukan Syahrul Yasin Limpo berawal ketika politikus Nasdem itu melantik Kasdi Subagyono sebagai Sekjen Kementan dan Muhammad Hatta sebagai Direktur Alat dan Mesin Kementan. Setelah melantik kedua orang tersebut, kata Johanis, Syahrul Yasin Limpo kemudian membuat suatu kebijakan personal. "SYL membuat kebijakan personal kaitan ada pungutan dan setoran dari ASN internal Kementan untuk memenuhi kebutuhan pribadi termasuk keluarganya," ujar Johanis. Atas perintah Syahrul, lanjut Johanis, Kasdi dan Muhammad Hatta kemudian menugaskan bawahannya untuk memungut uang dari lingkup pejabat eselon 1 dan eselon 2 di Kementan. Penyerahan uang dari pejabat eselon I dan II itu kemudian dilakukan dengan cara tunai, transfer melalui rekening bank, hingga lewat pemberian barang dan jasa. "SYL menugaskan KS dan MH melakukan penarikan dari unit eselon 1 dan 2 dalam bentuk penyerahan tunai, transfer rekening bank, pemberian barang dan jasa. Dari realisasi Kementan yang sudah di-mark up dari vendor di Kementan," tuturnya. Adapun besaran uang yang dikumpulkan mereka, lanjut Johanis, dilakukan secara rutin setiap bulan menggunakan pecahan mata uang asing berkisar USD4.000 atau sekitar Rp62 juta sampai dengan USD10.000 sekitar Rp156 juta. Menurut Johanis, penggunaan uang oleh Syahrul tersebut diketahui oleh Kasdi dan Hatta, antara lain, untuk pembayaran cicilan kartu kredit dan cicilan pembelian mobil Alphard milik SYL. "Sejauh ini uang yang dinikmati SYL bersama-sama dengan KS dan MH sekitar Rp13,9 miliar dan penulusuran lebih mendalam masih terus dilakukan oleh Tim Penyidik," kata Johanis. Atas perbuatannya, para tersangka disangkakan melanggar Pasal 12 huruf e dan 12B Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindakan Pidana Korupsi. Hal itu sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindakan Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP. (An) #Aliran Dana Korupsi Eks Mentan Syahrul