Pernyataan Sekjen PDIP Hasto Soal Jabatan Presiden Tiga Periode Bukti Niat Jahat Langgar Konstitusi

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 28 Oktober 2023 13:37 WIB
Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto (Foto: Dok MI)
Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto (Foto: Dok MI)

Jakarta, MI - Pernyataan Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDIP, Hasto Kristiyanto, sangat serius. Menurut Hasto, yang bersumpah dan berani bertanggung jawab di hadapan Tuhan yang Maha Kuasa dan di hadapan rakyat Indonesia, bahwa Jokowi memang pihak yang minta perpanjangan masa jabatan menjadi tiga periode.

"Pernyataan ini sekaligus membuktikan bahwa sudah ada ‘mens rea’ atau ‘niat jahat’ untuk melanggar konstitusi yang membatasi periode jabatan presiden hanya 2 periode saja," kata Anthony Budiawan, Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS), Sabtu (28/10).

"Bahkan ‘mens rea’ ini dapat dikatakan sudah ditindaklanjuti dengan tindakan, atau ‘actus reus’," sambung Anthony.

Tentu saja, lanjut dia, ‘tindakan atau actus reus’ tersebut tidak dinyatakan secara langsung. Tetapi disuarakan melalui berbagai saluran. 

Antara lain, melalui menteri kabinet, asosiasi perangkat desa, relawan, atau “masyarakat” dalam berbagai kesempatan kunjungan Jokowi, yang kompak meneriakkan “tiga periode”.

"Bahkan ‘tindakan actus reus’ pelanggaran konstitusi melalui gugatan konstitusi juga pernah dimainkan. Ada pihak yang menggugat konstitusi, agar presiden dua periode boleh menjabat wakil presiden," jelasnya.

Selain itu, Anthony juga menyoroti permohonan gugatan diajukan oleh Ketua Umum Partai Berkarya Muchdi Purwopranjono (Pr) dan Sekretaris Jenderal Partai Berkarya Fauzan Rachmansyah. Pemohon berharap MK membolehkan presiden dua periode jadi calon wakil presiden (cawapres). Namun gugatan itu ditolak.

Menurutnya, semua upaya ini dapat dimaknai sebagai tindakan nyata dari niat untuk memperpanjang periode jabatan presiden, yang secara jelas melanggar konstitusi.

"Meskipun semua upaya dan gugatan terkait perpanjangan masa jabatan presiden Jokowi akhirnya kandas dan ditolak, terutama oleh PDIP, seperti diungkapkan oleh Hasto Kristiyanto dan Adian Napitupulu. Kader PDIP lainnya, Beathor Suryadi, juga pernah menyebut hal sama," lanjut Anthony.

‘Mens rea’ dan tindakan atau ‘actus reus’ pelanggaran konstitusi ini sangat serius, karena sama saja sebagai ‘mens rea’ dan tindakan mengkhianati negara. Karena pelanggaran konstitusi masuk kategori pengkhianatan negara.

"Upaya pengkhianatan negara seharusnya sudah dapat dituntut. Tidak perlu harus menunggu sampai upaya pengkhianatan tersebut benar-benar terjadi," bebernya.

Sebaiknya, tambah Anthony, kalau sudah tahu seseorang mau berkhianat pada negara, maka harus dilakukan pencegahan dengan memeriksa dan memberhentikan orang tersebut dari kemungkinan pengkhianatan negara.

Sudah waktunya, tegas Anthony, meskipun sangat terlambat, Indonesia harus kembali menegakkan konstitusi. 

"Partai politik sepenuhnya bertanggung jawab untuk itu. Jangan sampai terjadi ketidakpuasan masyarakat meluas yang bisa memicu chaos, seperti terjadi di banyak negara. Sejarah berbicara," tutup Anthony Budiawan. (An)