Buku Hitam Prabowo Kembali Dibedah di NTB, Sorot Pelanggaran HAM dan Politik Dinasti

Dhanis Iswara
Dhanis Iswara
Diperbarui 17 Desember 2023 21:55 WIB
Kegiatan Bedah Buku Hitam Prabowo Subianto di Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat (Foto: Ist)
Kegiatan Bedah Buku Hitam Prabowo Subianto di Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat (Foto: Ist)

Mataram, MI - Pelanggaran HAM soal serius dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, karena berkaitan dengan hak asasi warga untuk bisa hidup aman, terbebas dari berbagai bentuk kekerasan, intimidasi, represi, termasuk penculikan yang pernah menjadi bagian dari sejarah kelam reformasi 98.

"Buku ini mengungkap penculikan aktivis, kerusuhan Mei 1998, dugaan upaya Prabowo melakukan ‘kudeta’ terhadap Presiden B.J Habibie serta jejak kelamnya di Timor-Leste dan Papua," kata Aktivis 98 Majas Prihatin, dalam kegiatan Bedah Buku Hitam Prabowo, di Bonum Kafee, Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat, Minggu (17/12).

Selain itu, lanjut Majas, buku ini mengelaborasi mengapa Prabowo menjadi ancaman bagi masa depan demokrasi Indonesia dan apa yang sedang dipertaruhkan jika ia menjadi presiden.

Seperti yang terekam dalam buku ini, lanjut Majas Prihatin, keterlibatan Prabowo dalam kasus-kasus pelanggaran HAM, seperti penculikan aktivis, kerap dituding sebagai isapan jempol semata atau kaset rusak yang diputar menjelang pemilihan presiden. 

"Kita ini menganut demokrasi yang mana, sementara demokrasinnya sudah rusak. Makanya, Pemilu 2024 mendatang harus dijadikan ruang mengevaluasi dan memeriksa rekam jejak para calon Presiden dan Wakil Presiden kita," ujar Majas.

Majas juga menegaskan, seperti yang diulas dalam buku, muncul oleh sebab belum adanya proses hukum untuk Prabowo, kendati bukti-bukti yang menunjukkan keterlibatannya amat jelas. 

Sementara itu, Agus Dedi, Pengamat Politik UIN Mataram menjelaskan, seperti yang dijelaskan dalam buku ada dugaan keterlibatan Prabowo.

Pertama, jelas Dei, seperti keputusan Dewan Kehormatan Perwira (DKP) yang merekomendasikan pemberhentiannya, Tim Gabungan Pencari Fakta Kasus Mei 1998 juga mendesak agar ia dibawa ke Peradilan Militer. 

Bahkan, lanjut Dedi, yang sulit terbantahkan adalah pengakuan Prabowo sendiri bahwa ia memang menculik para aktivis.

Pegiat Pemilu dan Demokrasi, Hasnu Ibrahim mengatakan, seperti yang dijelaskan penulis pada bab terakhir buku ini, menyoroti secara khusus politik dinasti dan cawe-cawe Joko Widodo untuk pencalonan Prabowo-Gibran yang berdasarkan keputusan MKMK terjadi pelanggaran etik berat.

Hasnu menegaskan, kita tentu menolak calon pemimpin yang menabrak rambu-rambu pemilu melalui upaya penyelundupan di panggung Mahkah Konstitusi.

"Kita semua berkepentingan agar pemilu 2024 berjalan secara sehat tanpa adannya cawe-cawe Presiden Jokowi, kemudian TNI-Polri juga harus netral," kata Hasnu.

Terakhir, lanjut Hasnu, pemilu 2024 nanti kalau tidak dicegah maka ini akan menormalisasikan politik dinasti dan pelaku pelanggar HAM Berat.

Sementara itu, Al Mukmin, Aktivis Milenial NTB mengatakan, kita semua harus melihat secara baik calon pemimpin kita.

"Jangan terjebak dalam narasi-narasi Gemoy karena persoalan bangsa ini terlalu kompleks tidak bisa diselesaikan dengan joget-jogetan," kata Mukmin. (DI)