Ketua MPR RI Bamsoet Tegaskan Hargai Putusan MK

Reina Laura
Reina Laura
Diperbarui 17 Januari 2024 22:14 WIB
Peluncuran buku ke-32 karya Ketua MPR Bambang Soesatyo yang berjudul Konstitusi Butuh Pintu Darurat [Foto: Doc. MPR]
Peluncuran buku ke-32 karya Ketua MPR Bambang Soesatyo yang berjudul Konstitusi Butuh Pintu Darurat [Foto: Doc. MPR]
Jakarta, MI - Ketua MPR RI sekaligus Wakil Ketua Umum Partai Golkar Bambang Soesatyo (Bamsoet) menegaskan, menghargai keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menolak uji materi tentang keberadaan TAP MPR, dan menyatakan MPR tidak berwenang mengeluarkan ketetapan atau Tap yang bersifat mengatur (regeling) dan berlaku mengikat keluar.

Namun Bamsoet mengingatkan, potensi bahaya seandainya dalam keadaan tertentu muncul keadaan yang luar biasa, yang berpotensi mengancam keutuhan bangsa dan negara, sementara UUD belum merumuskan dengan jelas untuk mengatasi keadaan itu. 

Misalnya menjelang Pemilihan Umum terjadi sesuatu yang di luar dugaan kita bersama, seperti bencana alam yang dahsyat, atau pandemi yang tidak segera dapat di-atasi, lembaga manakah yang berwenang menunda pelaksanaan pemilihan umum?

Kemudian, bagaimana pengaturan konstitusional-nya jika pemilihan umum tertunda, sedangkan masa jabatan Presiden, Wakil Presiden, para anggota MPR, DPR, dan
DPD, serta para menteri anggota kabinet (termasuk triumvirat : Menteri Dalam Negeri, Menteri Luar Negeri dan Menteri Pertahanan) telah habis masa jabatannya?

Masalah-masalah seperti ini belum ada jalan keluar konstitusional-nya. Idealnya, UUD 1945 harus dapat memberikan jalan keluar secara konstitusional, menyediakan sebuah “pintu darurat”, untuk mengatasi kebuntuan ketatanegaraan atau "constitutional deadlock”.

Sementara, anggota DPD RI Prof Jimly Asshiddiqie mendorong masuknya kembali Utusan Golongan dan Utusan Daerah di MPR. Kepala LLDIKTI Wilayah 3 Kemenristek Prof ToniToharudin mengatakan, pemikiran yang dituangkan Bamsoet dalam bukunya ini tidak hanya menyajikan analisis kritis terkait peran MPR RI, tetapi juga menawarkan solusi kongkrit dalam hal bangsa negara menghadapi kegentingan yang tidak diatur dalam konstitusi pasca amandemen keempat.

"Tidak kita pungkiri bahwa setelah amendemen keempat, konstitusi ternyata masih menyisakan beberapa persoalan yang belum ada rujukan penyelesaian konstitusionalnya," kata Bamsoet di Jakarta, Rabu (17/1).

"Persoalan-persoalan itu antara lain, bagaimanakah langkah konstitusional yang dapat kita tempuh, seandainya dalam keadaan tertentu muncul keadaan yang luar biasa yang berpotensi mengancam keutuhan bangsa dan negara. Sementara UUD belum merumuskan dengan jelas untuk mengatasi keadaan itu," tambahnya.

Selain Prof Jimly Asshiddiqie, hadir sebagai pembahas dalam peluncuran buku tersebut Prof ToniToharudin, Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nurwahid, Fadel Muhammad, Asrul Sani dan mantan ketua MK Hamdan Zulfa. 

Sementara wakil Ketua DPR RI yang juga Cawapres Paslon No urut 1 Muhaimin Iskandar, hadir memberikan testimoni.

Wakil Ketua Umum Pemuda Pancasila dan Wakil Ketua Umum FKPPI ini menegaskan, menghadirkan kewenangan subyektif superlatif memiliki makna strategis untuk mengembalikan dan menyempurnakan daulat rakyat yang terepresentasikan oleh lembaga perwakilan yang “lengkap”, terdiri dari unsur DPR dan DPD, dalam kelembagaan MPR. 

Ketetapan MPR dimaknai dan diterima sebagai rumusan aspirasi terbaik, menurut semua elemen masyarakat. Setiap kebijakan strategis yang diberlakukan melalui Tap MPR, patut dipahami sebagai kesepakatan seluruh rakyat, yang tujuannya adalah untuk kemaslahatan bersama.

"Mengeliminasi wewenang subyektif superlatif dari MPR, dapat dimaknai mereduksi kekuasaan tertinggi rakyat yang telah memberi mandat kepada presiden. Dalam konsepsi ini, maka kuasa rakyat dalam menetapkan arah dan masa depan bangsa melalui permusyawaratan dan perwakilan, sebagaimana diamanatkan oleh sila ke-4 Pancasila, “Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan”, hanyalah sebuah utopia," pungkas Bamsoet. 

Bamsoet sendiri telah melahirkan berbagai karya buku antara lain Mahasiswa Gerakan dan Pemikiran (1990), Kelompok Cipayung, Pandangan dan Realita (1991), Ekonomi Indonesia 2020 (1995), Skandal Gila Bank Century (2010), Perang Perangan Melawan Korupsi (2011), Pilpres Abal-Abal Republik Amburadul (2011), Republik Galau (2012), Skandal Bank Century di Tikungan Terakhir (2013).

Selain itu, buku Presiden dalam Pusaran Politik Sengkuni (2013), 5 Kiat Praktis Menjadi Pengusaha No.1 (2013), Indonesia Gawat Darurat (2014); Republik Komedi 1/2 Presiden (2015), Ngeri Ngeri Sedap (2017), dari Wartawan ke Senayan (2018), dan Akal Sehat (2019).

Kemudian, jurus 4 Pilar (2020); "Solusi Jalan Tengah" (2020), Cegah Negara Tanpa Arah (2021), Hadapi Dengan Senyuman (2021), Melawan Radikalisme dan Demoralisasi Bangsa (2022), Indonesia Era Disrupsi (2022), 60 Tahun Meniti Buih di Antara Karang (2022), PPHN Tanpa Amendemen (2023), PPHN Menuju Indonesia Emas 2045 (2023), News Maker-Satu Dasawarsa The Politician Senayan (2023).