Mahfud Md Bongkar Cara Pemerintah Curangi Pemilu Sejak 2019

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 8 Mei 2024 13:17 WIB
Mahfdu Md (Foto: Dok MI)
Mahfdu Md (Foto: Dok MI)

Jakarta, MI - Mantan calon wakil presiden (Cawapres) 2024  nomor urut 3, Mahfud MD membongkar kecurangan pemilihan umum (Pemilu) yang diduga melibatkan pemerintah. Dia mengklaim, kecurangan pemilu yang melibatkan pemerintah tidak hanya pada Pemilu 2024 ini, tetapi sudah terjadi sejak 2019 lalu.

"Pemilu itu selalu curang, tapi sampai dengan tahun 2014, kecurangan itu sifatnya horizontal, antar kontestan, pemerintah tidak ikut curangi," kata Mahfud dalam seminar Pelaksanaan Pemilu 2024: Evaluasi dan Gagasan ke Depan di Universitas Islam Indonesia (UII), Yogyakarta pada Rabu (8/5/2024).

"Tapi sejak tahun 2019 sampai sekarang, ditengarai kecurangan bergeser lagi, bukan hanya horizontal, sekarang vertikal," tambah Mahfud yang juga mantan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam).

Menurut Mahfud, kecurangan pemilu secara vertikal merupakan gaya pemerintah orde baru. Pada masa itu, siapa yang kalah dan menang sudah ditentukan sebelum pemungutan suara. 

Praktek tersebut sudah bisa dihilangkan sejak era reformasi. "Tetapi sejak 2019, bergeser menjadi horizontal lagi, ditengarai yaitu kecurangan melalui mobilisasi aparat dan menggunakan fasilitas negara secara samarkan," bebernya.

"Fasilitas negara dipakai, tapi dipakai alasan-alasan aturan yang ada. Enggak apa-apa, ini berdasar ini, berdasar itu," kata Mahfud menimpali.

Mahfud pun meyakini kini kecurangan pemilu menjadi terstruktur, sistematis, dan masif. Maka dari itu, dia meminta para kelompok masyarakat sipil dan akademisi tidak tinggal diam.

Bahkan, dia meminta setiap pihak terima putusan MK yang menolak seluruh permohonan perkara hasil Pilpres 2024. 

Meski demikian, putusan MK itu harus tetap dikaji agar ada perbaikan untuk pemilu ke depan. "Kalau kita diam, membiarkan suatu pemerintahan berjalan tanpa pengawasan dalam kategori yang benar, ya kita khawatir negara nanti rusak," tandas mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu.