PWI ke DPR: Sebaiknya DPR Baca Dulu UU Pers Sebelum Revisi UU Penyiaran

Dhanis Iswara
Dhanis Iswara
Diperbarui 11 Mei 2024 11:45 WIB
Ketua Komisi Hukum Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat, Zacky Antony (Foto: Ist)
Ketua Komisi Hukum Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat, Zacky Antony (Foto: Ist)

Jakarta, MI - Polemik draf Rancangan Undang-Undang (RUU) Nomor 32 Tahun 2022 Tentang Penyiaran yang saat ini tengah bergulir di DPR RI terus menjadi sorotan publik karena dinilai telah merenggut kebebasan pers di Indonesia. 

Salah satu pasal yang dinilai menjadi polemik adalah Pasal 50B ayat 2 huruf c yang isinya melarang penayangan eksklusif jurnalistik investigasi.

Ketua Komisi Hukum Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat, Zacky Antony, menilai pasal tersebut sangat bertentangan dengan semangat kemerdekaan pers pasca reformasi di Indonesia. 

"Ketentuan pasal 50B ayat 2 huruf c yang mengatur pelarangan penayangan liputan eksklusif jurnalisme investigatif jelas-jelas bertentangan dengan semangat kemerdekaan pers yang merupakan salah satu poin reformasi negeri ini," kata Zacky saat dihubungi Monitorindonesia.com Sabtu (11/5/2024). 

Untuk itu, kata dia, sudah sepantasnya DPR menghapus pasal tersebut dalam draf RUU tentang penyiaran karena dianggap mengekang kemerdekaan pers. 

"Oleh karena itu, sudah seharusnya DPR mengeluarkan pasal tersebut dalam RUU. Sebab, bakal membelenggu kemerdekaan pers," ujarnya. 

Sebab kata Zacky, pasal pelarangan penayangan jurnalisme investigasi bertentangan dengan pasal 2, pasal 4 ayat (1), (2) dan (3) UU Pers No 40 tahun 1999.

"Pasal 2 UU Pers berbunyi: Kemerdekaan pers adalah salah satu wujud kedaulatan rakyat yang berasaskan prinsip-prinsip demokrasi, keadilan dan supremasi hukum." bunyi UU tersebut. 

Sedangkan pada pasal 4 ayat (1) jelas dikatakan: Kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara. Selanjutnya di pasal 4 ayat (2) dijelaskan: Terhadap pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan atau pelarangan penyiaran. 

Sedangkan pada pasal 4 ayat (3) juga ditegaskan: Untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan reformasi.

"Jadi jelas, berdasarkan UU Pers, tidak boleh ada penyensoran, pembredelan atau pelarangan penyiaran," tegas Zacky. 

Untuk itu, dia menyarankan kepada panitia kerja (Panja) revisi UU penyiaran DPR agar mencermati dengan seksama UU Pers sebelum merevisi dan mensahkan RUU tersebut. 

"Sebaiknya anggota DPR yang terhormat baca dulu UU Pers sebelum membahas revisi UU Penyiaran," pungkasnya. 

Diketahui sebelumnya, Komisi I DPR RI telah mengirimkan draf RUU Penyiaran kepada Badan Legislasi (Baleg) DPR untuk dilakukan harmonisasi dan sinkronisasi.

Selanjutnya, jika disetujui, RUU itu akan dibawa ke rapat paripurna DPR untuk ditetapkan menjadi RUU usul inisiatif DPR RI.