Tak Perlu Ada Tafsir Soal Pidato Megawati, Pengamat: PDIP Siap Oposisi

Dhanis Iswara
Dhanis Iswara
Diperbarui 25 Mei 2024 16:04 WIB
Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri menyampaikan pidato politik di pembukaan Rakernas V (Foto: PDIP)
Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri menyampaikan pidato politik di pembukaan Rakernas V (Foto: PDIP)

Jakarta, MI - Pengamat politik Lingkar Madani Indonesia, Ray Rangkuti mengatakan, tak perlu lagi ada tafsir soal pidato politik Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri pada rapat kerja nasional (rakernas) V PDIP. 

Menurutnya, apa yang disampaikan Megawati sudah sangat jelas soal sikap dan arah politik PDIP pada pemerintahan ke depan. 

"Tak perlu ada lagi tafsir. Pidato Ibu Mega jelas menyatakan bahwa PDIP siap beroposisi. Bahkan jika itu hanya menyisakan PDIP di luar," kata Ray kepada Monitorindonesia.com Sabtu (25/5/2024). 

Dia menilai, pernyataan Presiden RI ke-5 itu telah menegaskan bahwa PDIP akan memimpin sebagai partai oposisi, meskipun itu harus berjalan seorang diri. 

"Berpolitik, kata Ibu Mega, bukan melulu mencari zona nyaman. Tapi juga zona ujian. Apalagi demi mempertahankan keyakinan dan pandangan. Maka dan oleh karena itu, posisi PDIP tak dapat lagi ditawar: memimpin oposisi," ujarnya. 

Bahkan kata Ray, Megawati juga mengingatkan fraksi PDI Perjuangan di parlemen untuk tetap membela kepentingan rakyat dan memastikan setiap Undang-Undang (UU) yang lahir harus dapat berpihak kepada rakyat. 

"Seturut dengan itu, Ibu Mega malah meminta fraksi PDIP menjaga agar MK tidak diobok-obok melalui revisi UU MK yang sedang mau diajukan. Pun mengingatkan fraksi PDIP untuk menjaga kebebasan pers. Rencana revisi UU Penyiaran yang membonsai hak menyiarkan hasil investigasi dikecam oleh ibu Mega," beber Ray. 

Selain itu, kata dia, putri Proklamator itu juga mengkritik rencana pembengkakan kabinet atas nama pembangunan pada pemerintahan ke depan. 

"Tak ada masa yang sulit, kata Ibu Mega, dibanding kala beliau jadi presiden di awal-awal reformasi. Bahkan dalam kondisi seperti itupun, jumlah anggota kabinet tetap ramping dan banyak di isi oleh kalangan non partai. Lah, menuju Indonesia emas kok malah membengkak," pungkasnya. 

Lebih lanjut, ia juga mengingatkan pesan politik Megawati yang menyebut langkah kepolisian yang mulai lebih dekat dengan politik dibandingkan sebagai aparat keamanan yang professional.

"Ibu Mega mengingatkan bahwa tujuan pemisahan polisi yang dilakukannya dahulu, bukanlah menjadikan polisi sebagai pelayan pemerintah. Tapi pelayan negara di garis keamanan dan penegakan hukum," jelas Ray. 

Dengan sikap itu kata Ray, tak perlu ada lagi keraguan soal PDIP menjadi oposisi atau tidak. Sebab dari semua yang diutarakan oleh Megawati, sudah jelas akan di mana posisi PDIP pada pemerintahan Prabowo-Gibran. 

"Dan putusan ini sangat tepat. Perwujudan dari penghormatan PDIP atas suara rakyat yang memilih mereka. Teguh memegang amanah bagian penting dari menegakan politik bermartabat. Nilai yang hampir hilang dalam kultur politik Indonesia saat ini," kata Ray. 

"Posisi PDIP di oposisi ini, sekaligus menghidupkan kembali politik. Demokrasi terasa kembali bermakna. Setelah luluh lantak oleh zig zag politisi mengejar kekuasaan atas nama rekonsiliasi, silaturahmi, atau sederet istilah kamuflase lainnya. Yang pada akhirnya bertujuan saling berbagi kekuasaan, dan emoh jadi di barisan oposisi," demikian Ray menambahkan.