Korban Kasus Dugaan Asusila Ketua KPU Tunggu Putusan DKPP

Dhanis Iswara
Dhanis Iswara
Diperbarui 6 Juni 2024 16:55 WIB
Kuasa Hukum pengadu kasus dugaan asusila yang dilakukan oleh Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari, Aristo Pangaribuan (kanan) dan Maria Dianita Prosperianti, saat memberikan keterangan di Kantor DKPP RI, Jakarta, Rabu (22/5/2024). (Foto: Antara)
Kuasa Hukum pengadu kasus dugaan asusila yang dilakukan oleh Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari, Aristo Pangaribuan (kanan) dan Maria Dianita Prosperianti, saat memberikan keterangan di Kantor DKPP RI, Jakarta, Rabu (22/5/2024). (Foto: Antara)

Jakarta, MI - Pihak korban dugaan asusila yang diduga dilakukan oleh Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Hasyim Asy'ari, menunggu putusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) dalam perkara ini. 

Kuasa hukum korban, Aristo Pangaribuan menyebut sidang perkara dugaan asusila yang menyeret Hasyim ini telah selesai. 

"Hasilnya sudah ditutup. Jadi kita tunggu nanti putusannya dia (DKPP) tidak kasih tau kapan," kata Aristo seusai sidang di DKPP kepada wartawan, Kamis (6/6/2024).

Menurut Aristo, DKPP dalam persidangan tidak menyebut secara rinci mengenai kapan putusan kasus tersebut diumumkan.

"Karena kan perlu musyawarah. Biasanya dalam tiga minggu sampai sebulan," tutur dia. 

Lebih lanjut, dia mengungkapkan, persidangan yang berlangsung selama sekitar 3,5 jam itu berusaha menggali penyalahgunaan fasilitas jabatan yang dilakukan oleh Hasyim. 

"Persidangan Kamis ini menghadirkan Sekretaris Jenderal KPU RI Bernad Dermawan Sutrisno, dan Anggota KPU RI Betty Epsilon Idroos," ujar Aristo. 

Aristo pun berujar, indikasi penggunaan fasilitas jabatan tersebut diduga untuk kepentingan pribadi Hasyim terhadap bawahannya, yakni anggota PPLN (panitia pemilihan luar negeri). 

Diketahui, Hasyim Asy'ari dilaporkan kepada DKPP RI pada hari Kamis (18/4) oleh Lembaga Konsultasi Bantuan Hukum dan Pilihan Penyelesaian Sengketa Fakultas Hukum Universitas Indonesia (LKBH-PPS FH UI) dan Lembaga Bantuan Hukum Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan (LBH APIK).

Kuasa Hukum korban Maria Dianita Prosperianti menjelaskan bahwa perbuatan Hasyim sebagai teradu termasuk dalam pelanggaran kode etik berdasarkan Peraturan DKPP Nomor 2 Tahun 2017 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Penyelenggara Pemilihan Umum.

Maria mengatakan bahwa dalam pelaporan kepada DKPP RI telah disampaikan sejumlah bukti yang menunjukkan pelanggaran kode etik oleh Hasyim.

Ia menyebut Hasyim mementingkan kepentingan pribadi untuk memuaskan hasrat seksualnya.

"Sudah ada beberapa belasan bukti, ya, seperti screenshot (tangkapan layar) percakapan, foto, dan video, serta juga bukti-bukti. Tadi sudah saya jelaskan, bukti ini bisa menunjukkan benar-benar yang terstruktur, sistematis, dan aktif, dan di sini juga teradu juga memberikan manipulasi informasi serta juga menyebarkan informasi rahasia untuk menunjukkan kekuasaannya," katanya.

Ia juga mengatakan bahwa perbuatan yang dilakukan Hasyim kepada korban menunjukkan adanya perbuatan yang berulang. Oleh sebab itu, dia berharap DKPP RI tidak hanya memberikan peringatan keras untuk kasus yang melibatkan kliennya.

"Ada perkara yang serupa, tetapi mungkin sedikit berbeda terkait dengan yang dialami oleh Wanita Emas. Ini yang sudah juga dijatuhi sanksi peringatan keras terakhir. Jadi, setelah ada putusan dari DKPP, seharusnya memang target kami adalah sanksi yang diberikan tidak lagi peringatan lagi, tetapi adalah penghentian," katanya.