Faktor Kemenangan Pramono-Rano: Putusan MK, 'Si Doel' dan Mesin 'Anak Abah' Masih Panas!

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 9 Desember 2024 13:06 WIB
Pramono Anung dan Rano Karno (Foto: Getty Images)
Pramono Anung dan Rano Karno (Foto: Getty Images)

Jakarta, MI - Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) pada awal tahun ini tentang ambang batas parlemen membuka jalan bagi PDIP untuk mencalonkan anggotanya sendiri.

Dinamika yang muncul setelahnya, termasuk upaya DPR untuk merevisi UU Pilkada membuat Pramono-Rano Karno dianggap sebagai simbol perlawanan politik. 

Hal ini dipaparkan pengamat pemilu dari Universitas Indonesia, Titi Anggraini. "Pramono-Rano dianggap sebagai simbol perlawanan terhadap kubu mayoritas yang berusaha menguasai semua ceruk suara dengan hampir tidak menyisakan peluang bagi parpol lain dalam pencalonan".

"Untungnya ada putusan MK sehingga skenario tersebut bisa dicegah sehingga pada akhirnya PDIP bisa mengusung sendiri calonnya," kata dosen pemilu di Fakultas Hukum UI itu, Senin (9/12/2024).

Selain itu, Titi menyoroti sosok Rano Karno dengan julukan "Si Doel" yang membuatnya lekat dengan budaya Betawi sehingga dianggap lebih mewakili identitas masyarakat Jakarta.

"Keberadaan Rano juga sangat membantu Pramono Saya kira hal itu yang ikut memperkuat sentimen positif terhadap mereka," ujar Titi.

Sementara pakar politik Firman Noor mengakui adanya unsur popularitas dari Rano Karno yang, meski punya darah Minangkabau, tetapi identik dengan Betawi karena perannya di sinetron Si Doel Anak Sekolahan. 

"Memang di antara keempatnya [Rano Karno, Pramono, Ridwan Kamil, Suswono], saya kira dia yang paling populer," jelas Firman.

Firman menambahkan ada pula faktor pendukung setia Anies Baswedan yang kinerjanya dianggap baik. Seperti diketahui, mantan gubernur Jakarta itu memberikan dukungannya ke Pramono-Rano itu.

"Peran 'anak Abah' [julukan bagi pendukung Anies] ini militan. Mesinnya masih panas, baru Februari [Pilpres 2024] kemarin. Jadi, masih bisa dipanasin lagi," ujarnya.

Para pendukung Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok yang disebut Ahokers pun diakui Firman akan memilih Pramono-Rano Karno karena faktor sesama kader PDIP.

Di sisi lain, Firman menilai karena masing-masing pasangan calon tidak ada yang incumbent alias petahana, maka sulit untuk menakar kinerja mereka.

"Sebenarnya pasangan Pramono-Rano biasa-biasa saja, tetapi karena yang dihadapi yang dihadapi ini jauh lebih biasa-biasa lagi, ya, akhirnya mereka yang menang," tandas Firman.

Berdasarkan hasil rekapitulasi KPU Jakarta, Pramono Anung-Rano Karno meraih suara terbanyak. Pramono-Rano meraup 2.183.239 suara, setara 50,07% dari total suara pemilih sah di Jakarta. 

Merujuk regulasi, KPU menyebut angka itu membuat Pramono-Rano menang satu putaran. Pemilihan putaran kedua hanya akan dilakukan jika tak ada kandidat yang meraih 50%+1% suara.

Topik:

Pilkada Jakarta Pilgub Jakarta