Mardani Maming Resmi Ditahan, Ini Kontruksi Perkaranya

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 28 Juli 2022 23:15 WIB
Jakarta, MI - Mantan Bupati Tanah Bumbu Mardani H. Maming resmi ditahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta, Kamis (28/7). Mardani Maming diduga menerima hadiah atau janji oleh penyelenggara negara atau yang mewakili terkait pemberian izin usaha pertambangan di Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan. Mardani Maming akan ditahan selama 20 hari pertama, terhitung mulai tanggal 28 Juli 2022 sampai dengan tanggal 16 Agustus 2022 di Rutan KPK pada Pomdam Jaya Guntur. Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata mengatakan, ditahannya Mardani Maming ini sebagai bentuk respon nyata atas pengaduan masyarakat pada KPK. "Selanjutnya dilakukan pengumpulan berbagai informasi maupun bahan keterangan terkait dugaan tindak pidana korupsi dimaksud, kemudian KPK melakukan penyelidikan dan ditemukan adanya bukti permulaan yang cukup, sehingga KPK meningkatkan status perkara ini ke penyidikan," jelas Alexander. Atas perbuatannya, Mardani Maming disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP. Kontruksi Perkara Mardani H Maming adalah mantan Bupati Tanah Bumbu periode tahun 2010-2015 dan Tahun 2016-2018. Mardani Maming yang menjabat Bupati Tanah Bumbu periode tahun 2010 s/d 2015 dan periode tahun 2016 s/d 2018, memiliki wewenang yang satu diantaranya memberikan persetujuan izin usaha pertambangan operasi dan produksi (IUP OP) di wilayah Pemerintahan Daerah Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan. Ditahun 2010, salah satu pihak swasta yaitu Henry Soetio selaku pengendali PT PCN (Prolindo Cipta Nusantara) bermaksud untuk memperoleh IUP OP milik PT BKPL (Bangun Karya Pratama Lestari) seluas 370 ha yang berlokasi di Kecamatan Angsana Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan Agar proses pengajuan peralihan IUP OP bisa segera mendapatkan persetujuan Mardani Maming, Henry Soetio diduga juga melakukan pendekatan dan meminta bantuan pada Mardani Maming selaku Bupati agar bisa memperlancar proses peralihan IUP OP dari PT BKPL ke PT PCN dimaksud. Menanggapi keinginan Henry Soetio tersebut, diawal tahun 2011, Mardani Maming diduga mempertemukan Henry Soetio dengan Raden Dwidjono Putrohadi Sutopo yang saat itu menjabat Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Tanah Bumbu. Dalam pertemuan tersebut, Mardani Maming diduga memerintahkan Raden Dwidjono Putrohadi Sutopo agar membantu dan memperlancar pengajuan IUP OP dari Henry Soetio. Selanjutnya di bulan Juni 2011, Surat Keputusan MM selaku Bupati tentang IUP OP terkait peralihan dari PT BKPL ke PT PCN ditandatangani MM dimana diduga ada beberapa kelengkapan administrasi dokumen yang sengaja di backdate (dibuat tanggal mundur) dan tanpa bubuhan paraf dari beberapa pejabat yang berwenang. Peralihan IUP OP dari PT BKPL ke PT PCN diduga melanggar ketentuan pasal 93 ayat (1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 “Pemegang IUP dan IUPK tidak boleh memindahkan IUP dan IUPK-nya kepada pihak lain”. Mardani Maming juga meminta Henry Soetio agar mengajukan pengurusan perizinan pelabuhan untuk menunjang aktifitas operasional pertambangan dan diduga usaha pengelolaan pelabuhan dimonopoli PT ATU (Angsana Terminal Utama, tidak dibacakan) yang adalah perusahaan milik Mardani Maming. Diduga PT ATU dan beberapa perusahaan yang melakukan aktifitas pertambangan adalah perusahaan fiktif yang sengaja dibentuk Mardani Maming untuk mengolah dan melakukan usaha pertambangan hingga membangun pelabuhan di Kabupaten Tanah Bumbu. Adapun perusahan-perusahaan tersebut susunan direksi dan pemegang sahamnya masih berafiliasi dan dikelola pihak keluarga Mardani Maming dengan kendali perusahaan tetap dilakukan oleh Mardani Maming. Ditahun 2012, PT ATU mulai melaksanakan operasional usaha membangun pelabuhan dalam kurun waktu 2012 sampai dengan 2014 dengan sumber uang seluruhnya dari Henry Soetio dimana pemberiannya melalui permodalan dan pembiayaan operasional PT ATU. Diduga terjadi beberapa kali pemberian sejumlah uang dari Henry Soetio pada MM melalui beberapa perantaraan orang kepercayaannya dan atau beberapa perusahaan yang terafiliasi dengan MM yang kemudian dalam aktifitasnya dibungkus dalam formalisme perjanjian kerjasama underlying guna memayungi adanya dugaan aliran uang dari PT PCN melalui beberapa perusahaan yang terafiliasi dengan Mardani Maming tersebut. Uang diduga diterima dalam bentuk tunai maupun transfer rekening dengan jumlah sekitar RP104, 3 Miliar dalam kurun waktu 2014 sampai dengan tahun 2020.

Topik:

KPK Mardani Maming