Ditanya Soal Aliran Uang Hasbi Hasan, Kabiro Hukum dan Humas MA Sobandi Irit Bicara

Rizky Amin
Rizky Amin
Diperbarui 20 September 2023 18:13 WIB
Jakarta, MI - Usai diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Kepala Biro Hukum dan Humas Mahkamah Agung (MA) Sobandi irit bicara. Ia diperiksa berkaitan dengan kasus dugaan suap penanganan perkara di MA yang menjerat Sekretaris nonaktif MA Hasbi Hasan. "Nanti penyidik saja yang jelasin," kata Sobandi di gedung KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Rabu (20/9). Namun demikian, Sobandi menampik adanya aliran uang yang dia terima dalam kasus ini termasuk dugaan adanya pertemuannya dengan Hasbi Hasan membahas soal penanganan perkara di MA. "Enggak ada, oh enggak ada," singkatnya. KPK sebelumnya menjerat Hasbi Hasan sebagai tersangka kasus dugaan suap penanganan perkara di MA. Selain Hasan Hasbi, KPK juga menetapkan Komisaris Wika Beton Dadan Tri Yudianto. Nama keduanya muncul dalam dakwaan kasus dugaan suap penanganan perkara di MA dibacakan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Bandung, Jawa Barat, Rabu (18/1) lalu. Dadan disebut sebagai penghubung antara pengacara Theodorus Yosep Parera dan debitur Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Intidana Heryanto Tanaka dengan Sekretaris MA Hasbi Hasan. Sudah ada 17 orang yang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus tersebut, yakni Sudrajad Dimyati (SD) selaku Hakim Agung pada Mahkamah Agung, Gazalba Saleh (GS) selaku Hakim Agung pada Mahkamah Agung, Prasetyo Nugroho (PN) selaku Hakim Yustisial/Panitera Pengganti pada Kamar Pidana MA dan Asisten Hakim Agung Gazalba Saleh dan Edy Wibowo (EW) selaku Hakim Yustisial/Panitera Pengganti Mahkamah Agung. lalu, Elly Tri Pangestu (ETP) selaku Hakim Yustisial/Panitera Pengganti Mahkamah Agung, Redhy Novarisza (RN) selaku PNS Mahkamah Agung/staf, Desy Yustria (DY) selaku PNS pada Kepaniteraan Mahkamah Agung, Muhajir Habibie (MH) selaku PNS pada Kepaniteraan Mahkamah Agung, Nurmanto Akmal (NA) selaku PNS Mahkamah Agung, Albasri (AB) selaku PNS Mahkamah Agung dan Theodorus Yosep Parera (TYP) selaku pengacara. Selanjutnya, Eko Suparno (ES) selaku pengacara, Heryanto Tanaka (HT) selaku swasta/Debitur Koperasi Simpan Pinjam Intidan, Ivan Dwi Kusuma Sujanto (IDKS) selaku swasta/Debitur Koperasi Simpan Pinjam Intidana, Wahyudi Hardi (WH) selaku Ketua Pengurus Yayasan Rumah Sakit Sandi Karsa Makassar, Dadan Tri Yudianto (DTY) selaku wiraswasta/Komisaris Independen PT Wika Beton dan Hasbi Hasan (HH) selaku PNS/Sekretaris Mahkamah Agung RI. KPK menyebut kasus yang menjerat Hasbi bermula saat Debitur Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Intidana Heryanto Tanaka meminta bantuan kepada Dadan Tri untuk mengurus perkara kasasi di MA dengan terdakwa Budiman Gandi Suparman. Heryanto meminta agar Budiman dinyatakan bersalah. Selain itu, Heryanto juga meminta bantuan Dadan Tri untuk mengecek apakah pengacara Theodorus Yosep Parera (YP) sedang mengurus dan mengawal perkara Peninjauan Kembali (PK) di MA mengenai kasus perselisihan KSP Intidana. Dadan Tri pun menyatakan siap membantu dan mengawasi pekerjaan Yosep Parera dalam mengurus kedua perkara tersebut di MA. Dadan Tri Kemudian menghubungi Hasbi Hasan dan menyampaikan soal permintaan Heryanto Tanaka dan Yosep Parera untuk membantu mengurus dua perkara itu di MA. Untuk pengurusan dua perkara di MA itu, Heryanto menyerahkan uang kepada Dadan Tri sebanyak tujuh kali transfer dengan total sekitar Rp11,2 miliar. Sebagian uang tersebut diduga diberikan oleh Dadan Tri kepada Hasbi Hasan pada sekitar bulan Maret 2022. Alhasil, pada 5 April 2022, hakim MA memutus perkara Nomor: 326 K/Pid/2022, atas nama Terdakwa Budiman Gandi Suparman diputus bersalah dengan vonis penjara selama 5 tahun. Atas perbuatan tersebut, Dadan Tri bersama Hasbi Hasan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b dan atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana. (An)