Optimalisasi Holding PTPN Perlu Dilakukan untuk Dorong Stabilitas Harga Minyak Goreng

Reina Laura
Reina Laura
Diperbarui 3 Februari 2022 08:28 WIB
Monitorindonesia.com - Optimalisasi Holding PT Perkebunan Nusantara (PTPN), perlu dipikirkan pemerintah selain kebijakan yang bersifat sistematik dalam menjaga stabilitas harga minyak goreng. Upaya ini yakni dengan membeli TBS dari petani serta melepaskan stok CPO untuk pasar domestik diyakini dapat meningkatkan kapasitas produksi minyak goreng. Saran Optimalilsasi Holding PTPN ini disampaikan Anggota Komisi XI DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan (F-PDIP), Sihar Sitorus dalam keterangan tertulisnya, Kamis (3/2/2022), menanggapi lonjakan harga minyak goreng di pasaran. Optimalisasi Holding dimaksud, lanjut Sihar perlu dilakukan mengingat data pada tahun pada 2020 lalu, hasil produksi CPO dari Holding PTPN mecapai 2,38 juta ton. Pertama, Optimalisasi Holding PTPN dapat meningkatkan kapasitas produksi minyak goreng. "Bukankah peran BUMN tidak melulu mencari keuntungan, tapi juga meningkatkan kesejahteraan masyarakat?" ujarnya. Selain Optimalisasi Holding PTPN, dirinya juga menawarkan pilihan kedua yakni melalui upaya penurunan levy atau pajak ekspor sebagai insentif untuk mendorong produksi. "Kedua, bukankah BLU-BPDPKS (Badan Pengelola Dana Perkebunanan Kelapa Sawit) memiliki pilihan untuk menurunkan levy atau pajak ekspor sebagai insentif untuk mendorong produksi, sehingga jumlah CPO di pasar lebih banyak dan berdampak pada harga CPO yang lebih kompetitif," ungkap Llegislator daerah pemilihan Sumatera Utara (Sumut) II itu, juga menawarkan kebijakan penggunaan Dana Desa melalui Badan Usaha Milik Desa (Bumdes), diarahkan kepada pembangunan pabrik minyak goreng hasil perkebunan masyarakat. Sebab menurut Sihar, kebijakan Domestic Market Obligation (DMO) yang hanya menyisakan hasil produksi CPO sebesar 20% saja untuk menciptakan stabilisasi harga minyak goreng di dalam negeri. Angka 20% itu sangat berbanding terbalik dengan status keberadaan dari minyak goreng yang menyangkut hajat hidup orang banyak. "Minyak goreng menyangkut hajat hidup orang banyak, potongan minyak goreng tentu tidak boleh berkurang. Melalui proses eliminasi, maka loyang lain lah yang harus tergerus," ujarnya. Hal itu, tidak akan mampu menjawab permasalahan kenaikan harga eceran tertinggi (Het) minyak goreng yang terus terjadi setiap tahunnya. Sekalipun pemerintah mengeluarkan kebijakan subsidi minyak goreng seperti yang dilakukan pada saat ini, sebagai upaya mensiasati lonjakan harga minyak goreng yang sebelumnya melambung tinggi pada akhir 2021 dengan harga Rp 20.500 per Kg. Disubsidi menjadi Rp 11.500 per Kg, demikian Sihar Sitorus. (Ery)

Topik:

Harga minyak