Ombudsman Temukan Indikasi Oknum Importir Pangkas Biaya Tanam Bawang Putih Petani

Zefry Andalas
Zefry Andalas
Diperbarui 16 Januari 2024 16:55 WIB
Tangkapan Layar - Anggota Ombudsman RI, Yeka Hendra Fatika (Foto: ANTARA)
Tangkapan Layar - Anggota Ombudsman RI, Yeka Hendra Fatika (Foto: ANTARA)

Jakarta, MI - Ombudsman RI temukan banyak permasalahan dalam ketentuan wajib tanam bawang putih yang dilakukan oleh oknum importir, salah satunya yaitu terdapat indikasi pemangkasan pemberian biaya tanam bawang putih dari importir kepada petani di daerah Temanggung, Jawa Tengah.

“Adanya pemberian dana biaya tanam bawang putih dari importir yang jauh dari kebutuhan petani. Misalnya di daerah Temanggung (Jawa Tengah), kebutuhan biaya tanam bawang putih per hektare per musim tanam sebesar Rp70 juta. Namun banyak importir yang hanya memberikan dana biaya tanam bawang putih kepada petani pelaksana wajib tanam bawang putih sebesar Rp15 juta-20 juta,” ucap Anggota Ombudsman RI, Yeka Hendra Fatika saat menyampaikan keterangan kepada media secara daring di Gedung Ombudsman RI, Jakarta, Selasa (16/1).

Akibat pemangkasan dana tanam tersebut, petani harus menanggung selisih biaya tanam. Jika petani tidak mampu, maka berakibat terjadinya penurunan hasil produksi mereka.

“Jadi, dampaknya petani harus memenuhi sisanya, kalau mampu. Kalau tidak mampu maka potensi gagalnya wajib tanam itu besar sekali,” ucap Yeka.

Jika merujuk kepada Peraturan Menteri Pertanian Nomor 46 tahun 2019 tentang Pengembangan Komoditas Hortikultura Strategis, ketentuan wajib tanam sebenarnya bertujuan untuk meningkatkan nilai tambah dan daya saing produksi lokal.

Lebih lanjut, Peraturan Menteri Pertanian tersebut juga mewajibkan importir yang mendapat Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH) melakukan penanam dengan produksi mencapai 5% dari total impor bawang putih yang diajukannya. Penanaman bisa dilakukan oleh kelompok tani yang sudah dipilih. Otomatis, kebutuhan biaya tanam sepenuhnya menjadi tanggung jawab importir.

Yeka juga mengemukakan, selain terdapat indikasi temuan pemberian biaya tanam yang tidak sesuai, Ombudsman juga menemukan ketidaksesuaian antara komitmen wajib tanam dan realisasi wajib tanam bawang putih yang dilakukan importir. Lalu adanya anggota fiktif pada kelompok tani pelaksana wajib tanam bawang putih.

Selanjutnya, Ombudsman menemukan sejumlah importir masih bisa melakukan importasi dengan membuat perusahaan baru.

“Mestinya pemerintah harusnya waspada terhadap perusahaan baru ini. Besar kemungkinan patut diduga mereka adalah sebetulnya di belakangnya merupakan pelaku-pelaku usaha yang enggan yang sebelumnya tidak melakukan wajib tanam tapi permasalahannya mengapa pelaku usaha menghindari ini kan itu pertanyaannya yang kita periksa berikutnya,” katanya

Lagi, Ombudsman juga menemukan dugaan pungutan liar dalam penerbitan RIPH bawang putih dengan nominal yang bervariasi berdasarkan nilai RIPH yang didapatkan. Berdasarkan laporan yang diterima, pelaku usaha dikenakan pungutan ilegal sebesar Rp200-250 per kg.

Kemudian, ditemukannya penerbitan RIPH yang melebihi rencana impor bawang putih yang telah ditetapkan pemerintah melalui Rapat Koordinasi Nasional. Yeka mencontohkan Rakornas 2023 menyepakati jumlah impor bawang putih sebanyak 560 ribu ton. Sementara, RIPH yang diterbitkan Kementrian Pertanian (Kementan) mencapai 1,2 juta ton.

Dari berbagai temuan tersebut apa yang akan dilakukan oleh pemerintah?