Harga Nikel Jatuh, Luhut: Kalau Terlalu Tinggi Berbahaya

Zefry Andalas
Zefry Andalas
Diperbarui 25 Januari 2024 13:17 WIB
Ilustrasi - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marinves) Luhut Binsar Pandjaitan. (Foto: Ist)
Ilustrasi - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marinves) Luhut Binsar Pandjaitan. (Foto: Ist)

Jakarta, MI - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan khawatir jika harga nikel terlalu tinggi akan berbahaya bagi perekonomian Indonesia. Dia mengatakan jika harga nikel terlalu tinggi, maka dikhawatirkan industri baterai listrik akan mencari alternatif lain.

"Kalau harga nikel terlalu tinggi itu sangat berbahaya. Kita belajar dari kasus cobalt tiga tahun lalu, harganya begitu tinggi. Orang akhirnya mencari bentuk baterai lain. Ini salah satu pemicu lahirnya lithium ferro phosphate (LFP) itu," ujar Luhut melalui video di akun Instagram pribadi yang terverifikasi @luhut.pandjaitan dipantau di Jakarta, Kamis, (25/1).

Kemudian, Luhut menjelaskan bahwa lithium battery berbasis nikel itu bisa didaur ulang. Namun, LFP sampai saat belum bisa didaur ulang.

"Tetapi ingat lithium battery itu bisa recycling, sedangkan tadi yang LFP itu tidak bisa recycling sampai hari ini. Tetapi sekali lagi teknologi itu terus berkembang. Kita bersyukur LFP juga kita kembangkan dengan China, tadi lithium battery juga kita kembangkan dengan China maupun dengan lain-lain," katanya.

Dalam kesempatan itu, Luhut juga merespons kritikan dari Tom Lembong co-captain Timnas AMIN (Anies-Muhaimin) perihal harga nikel yang anjlok dikarenakan proses hiliriasi nikel yang ugal-ugalan.

“Perlu diketahui, harga nikel dunia jatuh mendekati posisi terndah dalam tiga tahun terakhir. Penurunan ini dinilai akibat pasokan global kebanjiran nikel dari Indonesia,” ucap Tom Lembong, Selasa (23/1).

Namun, menurut Luhut, naik turunnya harga dari komoditas merupakan siklus yang normal.

"Kan siklus daripada komoditas itu kan naik turun apakah itu batu bara, nikel, timah atau emas apa saja. Tetapi kalau kita melihat selama 10 tahun terakhir ini harga nikel dunia itu di US$ 15 ribuan. Bahkan pada periode 2014-2019, periode hilirisasi mulai kita lakukan, harga rata-rata nikel itu hanya US$ 12 ribu," ungkapnya.

Selain itu, Luhut juga menyebut bahwa program hilirisasi yang dilakukan bermanfaat bagi perekonomian Indonesia.

"Pernah kita inflasi di bawah 3 persen? Kan baru sekarang. Pernah 44 bulan kita surplus ekspor? Kan baru sekarang, apa itu? Ya hilirisasi. Kita bisa maintain growth masih 5 persen di tengah-tengah keadaan ekonomi dunia begini dan kita masih berupaya di atas 5 persen, mungkin 6 persen di tahun depan," ungkapnya.