Ketegangan Iran-Israel Diprediksi Bisa Tingkatkan Inflasi RI

Dhanis Iswara
Dhanis Iswara
Diperbarui 15 April 2024 16:22 WIB
Bendera Israel (kiri) dan bendera Iran (kanan) (Foto: Ist)
Bendera Israel (kiri) dan bendera Iran (kanan) (Foto: Ist)

Jakarta, MI - Ekonom sekaligus mantan Menteri Riset dan Teknologi RI periode 2019 -2021 Bambang Brodjonegoro, menilai serangan Iran ke Israel pada Sabtu (13/4/2024) malam, dapat berdampak pada peningkatan inflasi Indonesia.

Kekhawatiran akan peningkatan inflasi ini utamanya disebabkan oleh kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) nantinya sebagai imbas dari eskalasi konflik di Timur Tengah.

Hal itu disampaikan Bambang dalam diskusi "Ngobrol Seru Dampak Konflik Iran-Israel ke Ekonomi RI" yang diselenggarakan oleh Eisenhower Fellowships Indonesia Alumni Chapter secara virtual, di Jakarta, Senin (15/4/2024). 

"Saat ini kita punya inflasi agak sedikit di atas target, terutama karena inflasi harga pangan bergejolak, terutama harga beras. Dengan adanya kejadian (konflik) Iran-Israel ini, tentunya bergantung pada seberapa jauh harga minyak akan melonjak," kata Bambang. 

Pertama kata Bambang, tingginya inflasi harga pangan dapat bergejolak (volatile food) menjadi faktor utama terhadap inflasi Indonesia.

Kedua, inflasi pada harga barang yang diatur pemerintah seperti bahan bakar minyak (BBM) serta liquefied petroleum gas (LPG).

Ketiga, inflasi yang berasal dari luar negeri atau imported inflation yang disebabkan kenaikan harga-harga di luar negeri, pelemahan rupiah serta gangguan distribusi global.

"Perkiraan saya kalau mengenai inflasi, ada tekanan inflasi yang akan lebih tinggi," ujarnya.

Sebagai informasi, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatatkan tingkat inflasi tahunan (year on year/yoy) terakhir pada Maret 2024 sebesar 3,05 persen atau terjadi peningkatan Indeks Harga Konsumen (IHK) dari 102,99 pada Maret 2023 menjadi 106,13 pada Maret 2024.

Pada kesempatan yang sama, Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji mengakui bahwa harga minyak dapat mencapai 100 dolar AS per barel akibat eskalasi konflik di Timur Tengah saat ini.

"Dengan adanya konflik baru ini, Iran dan Israel, ini (harga minyak) sebetulnya tidak jauh dari angka 100 dolar AS. Saya katakan sependapat, kemungkinan besar harga ICP naik 100 dolar AS (per barel)," ujar Tutuka.

Berdasarkan data yang dimiliki oleh Kementerian ESDM, ICP (Indonesian Crude Oil Price) atau harga patokan minyak mentah Indonesia per 12 April 2024 sebesar 89,51 dolar AS per barel.

Sebelum serangan Iran terhadap Israel, kata Tutuka, harga minyak sudah mengalami peningkatan kurang lebih 5 dolar AS per barel tiap bulannya.

“Kalau kita soroti ICP dari bulan Februari, sebetulnya dari Maret dan April naik terus. Kenaikan kurang lebih 5 dolar AS per bulan,” ujar Tutuka.

Saat ini, kata Tutuka melanjutkan, pemerintah masih menunggu respons dari Israel terkait serangan Iran.

Respons Israel nantinya akan menentukan apakah harga minyak dunia akan meningkat secara berkelanjutan atau spike.

Adapun yang dimaksud dengan spike adalah peningkatan harga secara tajam untuk sementara waktu sebelum kembali turun.