OJK Belum Pulihkan Pengeluaran Kas Rp Rp394 Miliar, Ekonom: Buruk dan Sangat Memalukan!

Rolia Pakpahan
Rolia Pakpahan
Diperbarui 10 November 2024 10:49 WIB
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) (Foto: Istimewa)
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) (Foto: Istimewa)

Jakarta, MI - Ekonom Yanuar Rizky, menilai tata kelola keuangan di Otoritas Jasa Keuangan (OJK) buruk. Hal ini merespons temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sebagaimana Ikhtisar Hasil Pemeriksaan (IHPS) BPK di Semester I-2024, laporan keuangan OJK mendapat opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP).

Salah satunya yakni Kas dan Surat Berharga yang Dibatasi Penggunaannya, di mana OJK dilaporkan belum memulihkan pengeluaran kas sebesar Rp394,10 miliar.

Menurutnya, pengeluaran kas yang tidak dipulihkan ini merupakan temuan lama yang seharusnya sudah ditindaklanjuti.

"Soal potensi kerugian negara yang belum dipulihkan, ini temuan yang tak terkait WDP. Jika ini adalah temuan dari pemeriksaan sebelumnya yang belum dipulihkan oleh OJK, maka seharusnya OJK mengembalikan dana tersebut ke kas negara," kata Yanuar, Minggu (10/11/2024).

"Jika tidak, maka ini bisa menjadi temuan kerugian negara yang memerlukan audit khusus oleh BPK," jelas Yanuar.

Pun, dia sangat menyayangkan keberadaan OJK selaku pengawas dan regulator sektor keuangan, justru tata kelola keuangannya amburadul. "Secara keseluruhan, tata kelola OJK buruk sekali. Sebagai lembaga yang mengeluarkan POJK untuk penerapan standar akuntansi dan juga pengawas laporan keuangan auditan, ini sangat memalukan".

"Apalagi terkait temuan ini, karena buruknya sistem pengendalian intern mereka sendiri," tambahnya.

Yanuar mengingatkan, ketidakpatuhan terhadap standar akuntansi dapat menimbulkan ketidakpercayaan publik terhadap OJK dan kinerja sektor keuangan. Menurutnya, hal ini bisa berdampak pada stabilitas sektor keuangan secara keseluruhan.

“Jika ada pencatatan yang salah, OJK perlu melakukan restatement atau penyesuaian pada laporan keuangan 2022 serta 2023. Hal ini penting jika OJK ingin memperoleh opini WTP (Wajar Tanpa Pengecualian)," tandas Yanuar. 

Berdasarkan temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas laporan keuangan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tahun 2023, isinya mengejutkan. Dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan (IHPS) BPK di Semester I-2024, laporan keuangan OJK mendapat opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP). Banyak masalah dalam laporan keuangan itu.

Misalnya, BPK mengungkap laporan OJK terkait Beban Kegiatan Administratif sebesar Rp6,15 triliun pada 2023. Dalam rinciannya, sebesar Rp759,61 miliar dari jumlah tersebut, dialokasikan untuk imbalan prestasi berdasarkan kinerja pegawai dan organisasi pada 2022.

Hal itu, menurut BPK, tidak sesuai dengan Standar dan Kebijakan Akuntansi. Alasannya, pengeluaran sebesar Rp759,61 miliar itu semestinya dicatat dalam laporan di tahun yang sama saat beban terjadi.

Tak berhenti di situ, BPK juga menyoroti adanya pengeluaran kas sebesar Rp394,10 miliar yang tidak ada pertanggungjawaban, atau pemulihan."OJK telah melakukan pengeluaran kas yang tidak dipertanggungjawabkan dan belum dipulihkan sebesar Rp394,10 miliar," dikutip dari laporan BPK, Selasa (4/11/2024).

Dalam hal ini, BPK menyatakan bahwa ada kendala dalam memperoleh bukti untuk menilai dampak dari kebijakan internal yang dianggap rahasia oleh OJK, memengaruhi akurasi nilai aset, liabilitas, pendapatan, dan beban yang dilaporkan.

"Sebagai akibatnya, BPK tidak dapat menentukan apakah diperlukan penyesuaian terhadap nilai aset dan liabilitas per 31 Desember 2023 serta Pendapatan dan Beban Tahun 2023," jelas BPK.

Atas temuan ini, BPK merekomendasikan Dewan Komisioner OJK mengambil tindakan cepat guna memulihkan potensi kerugian negara itu.

Monitorindonesia.com, Minggu (10/11/2024) telah meminta komentar atau tanggapan kepada pihak OJK, namun hingga berita ini diterbitkan belum memberikan respons. (Rolia/an)

Topik:

tag-otoritas-jasa-keuangan-ojk badan-pemeriksa-keuangan-bpk laporan-keuangan-ojk