Ekonom Kritik Tata Kelola Keuangan OJK: Potensi Kerugian Negara Rp 1,1 Triliun Belum Dipulihkan

![Eks CEO Investree Indonesia Adrian Gunadi Kena Ultimatum OJK, Apa Saja Ilustrasi [Foto: Ist]](https://monitorindonesia.com/storage/news/image/eks-ceo-investree-indonesia-adrian-gunadi-kena-ultimatum-ojk-apa-saja.webp)
Jakarta, MI - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) merupakan lembaga yang yang bertugas mengawasi indusri keuangan, OJK dinilai kurang teliti dalan menyusun laporan keuangannya.
Bahkan, OJK menggelontorkan dana nyaris Rp 400 miliar dan tidak bisa dipertanggungjawabkan. Ini bisa menjadi potensi korupsi karena telah merugikan keuangan negara.
Berdasarkan temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas laporan keuangan OJK tahun 2023, isinya mengejutkan. Dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan (IHPS) BPK di Semester I-2024, laporan keuangan OJK mendapat opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP). Banyak masalah dalam laporan keuangan tersebut.
Misalnya, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengungkap laporan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terkait Beban Kegiatan Administratif yang mencapai Rp6,15 triliun pada 2023. Dari jumlah tersebut, tercatat alokasi sebesar Rp759,61 miliar untuk imbalan prestasi berdasarkan kinerja pegawai dan organisasi pada 2022.
Menurut BPK, hal itu tidak sesuai dengan Standar dan Kebijakan Akuntansi. Mengapa? karena pengeluaran sebesar Rp 759,61 miliar itu semestinya dicatat dalam laporan di tahun yang sama saat beban terjadi.
Tidak hanya itu, BPK juga menyoroti pengeluaran kas sebesar Rp 394,10 miliar yang belum memiliki pertanggungjawaban maupun pemulihan. "OJK telah melakukan pengeluaran kas yang belum dipertanggungjawabkan dan belum dipulihkan sebesar Rp 394,10 miliar," demikian yang disampaikan dalam laporan BPK, dikutip Monitorindonesia.com, Minggu (10/11/2024).
Dalam hal ini, BPK menyatakan adanya kendala dalam memperoleh bukti yang diperlukan untuk menilai dampak dari kebijakan internal OJK, yang dianggap bersifat rahasia oleh lembaga tersebut. Hal ini memengaruhi akurasi pelaporan nilai aset, liabilitas, pendapatan, dan beban yang disajikan dalam laporan keuangan OJK.
"Sebagai akibatnya, BPK tidak dapat memastikan apakah diperlukan penyesuaian terhadap nilai aset dan liabilitas per 31 Desember 2023 serta Pendapatan dan Beban Tahun 2023," jelas BPK.
Secara keseluruhan, temuan BPK menunjukkan adanya dana keuangan OJK yang tidak dapat dipertanggungjawabkan sebesar Rp 1,1 triliun.
Dari temuan ini, BPK merekomendasikan Dewan Komisioner OJK untuk segera mengambil tindakan guna memulihkan potensi kerugian negara.
Terkait hal itu, ekonom Yanuar Rizky, mengkritik keras lemahnya tata kelola keuangan di OJK.
Menurutnya, pengeluaran kas yang tidak dipulihkan ini merupakan temuan lama yang seharusnya sudah ditindaklanjuti.
"Soal potensi kerugian negara yang belum dipulihkan, ini temuan yang tak terkait WDP. Jika ini adalah temuan dari pemeriksaan sebelumnya yang belum dipulihkan oleh OJK, maka seharusnya OJK mengembalikan dana tersebut ke kas negara. Jika tidak, maka ini bisa menjadi temuan kerugian negara yang memerlukan audit khusus oleh BPK," jelas Yanuar.
Dia sangat menyayangkan keberadaan OJK selaku pengawas dan regulator sektor keuangan, justru tata kelola keuangannya amburadul.
Yanuar pun menyentil tata kelola OJK buruk sekali.
"Sebagai lembaga yang mengeluarkan POJK untuk penerapan standar akuntansi dan juga pengawas laporan keuangan auditan, ini sangat memalukan. Apalagi terkait temuan ini, karena buruknya sistem pengendalian intern mereka sendiri," sentilnya.
Yanuar mengingatkan, ketidakpatuhan terhadap standar akuntansi dapat menimbulkan ketidakpercayaan publik terhadap OJK dan kinerja sektor keuangan.
Menurutnya, hal ini bisa berdampak pada stabilitas sektor keuangan secara keseluruhan.
“Jika ada pencatatan yang salah, OJK perlu melakukan restatement atau penyesuaian pada laporan keuangan 2022 serta 2023. Hal ini penting jika OJK ingin memperoleh opini WTP (Wajar Tanpa Pengecualian)," tutup Yanuar. (Rolia)
Topik:
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Laporan Keuangan OJK