BPK Temukan Masalah Aset Tetap yang Rusak dan Hilang Rp 63,8 M Masih Disajikan di Lapkeu OJK


Jakarta, MI - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI mengungkap aset tetap yang rusak berat dan hilang masih disajikan dalam aset tetap di laporan posisi keuangan pada Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebesar Rp 63,8 miliar belum mencerminkan nilai yang sewajarnya.
Temuan itu tertuang dalam Laporan Hasil Pemeriksaan Atas Laporan Keuangan Otoritas Jasa Keuangan (LKOJK) Tahun 2023 dengan nomor 16.a/LHP/XV/05/2024 tanggal 3 Mei 2024.
Lebih rinci, BPK menjelaskan bahwa Laporan Posisi Keuangan OJK per 31 Desember 2023 Audited menyajikan saldo Aset Tetap per 31 Desember 2023 dan 31 Desember 2022 masing-masing sebesar Rp2.594.889.321.373,00 dan Rp2.381.108.223.803,00 atau mengalami peningkatan sebesar 8,98%.
Kebijakan akuntansi OJK menyatakan bahwa Aset Tetap adalah aset berwujud yang diperoleh dalam bentuk siap pakai atau dengan dibangun lebih dahulu, untuk mendukung kegiatan OJK, tidak dimaksudkan untuk dijual dan mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun.
Penatausahaan Aset Tetap dilakukan oleh Departemen Logistik (DLOG) yang merupakan satuan kerja di bawah Deputi Komisioner Perencanaan Strategis, Keuangan, Sekretariat Dewan Komisioner dan Logistik. Deputi Komisioner tersebut berada di bawah bidang Manajemen Strategis yang dipimpin oleh Wakil Ketua Dewan Komisioner OJK.
Berdasarkan hasil pemeriksaan atas aset OJK, BPK menemukan aset dalam kondisi rusak berat masih tercatat dalam daftar aset.
Bahwa OJK telah melaksanakan proses inventarisasi aset pada masing-masing satuan kerja sejak tahun 2022. Dalam Berita Acara Inventarisasi (BAI) Aset terdapat aset dalam kondisi rusak berat yang terdapat pada berbagai satuan kerja. Dalam BAI tersebut satuan kerja direkomendasikan untuk menindaklanjuti aset dalam kondisi rusak berat tersebut melalui penghapusan.
"Berdasarkan hasil pemeriksaan atas daftar aset BMO dan Barang Milik Negara (BMN), diketahui bahwa terdapat sebanyak 4.741 unit aset tetap sebesar Rp63.711.116.422,00 dalam kondisi rusak berat dan masih disajikan dalam LKOJK Tahun 2023," tulis hasil pemeriksaan BPK sebagaimana diperoleh Monitorindonesia.com, Selasa (8/7/2025).
Menurut BPK, Aset Tetap dalam kondisi rusak berat tersebut tidak dapat digunakan untuk kegiatan operasional OJK dan belum dilakukan penghapusan oleh OJK, sehingga atas aset rusak berat tersebut sudah tidak dapat dikategorikan sebagai aset tetap.
Namun kebijakan akuntansi OJK belum mengatur lebih lanjut terkait penyajian aset tetap yang dikategorikan rusak berat.
"Berdasarkan keterangan dari DLOG diketahui bahwa satuan kerja belum sepenuhnya menindaklanjuti hasil inventarisasi atas aset dalam kondisi rusak berat tersebut," jelas BPK.
Selain itu, BPK menemukan bahwa aset dalam kondisi hilang masih tercatat dalam daftar aset
OJK telah melaksanakan proses inventarisasi aset pada masing-masing satuan kerja sejak tahun 2022. Dalam BAI Aset terdapat aset yang dinyatakan hilang yang terdapat pada berbagai satuan kerja dan satuan kerja direkomendasikan untuk menindaklanjuti aset yang dinyatakan hilang tersebut.
"Berdasarkan hasil pemeriksaan atas BAI Aset dan daftar aset diketahui bahwa terdapat aset yang dinyatakan hilang sebanyak 13 unit sebesar Rp181.612.531,00 yang belum ditindaklanjuti oleh satuan kerja dan DLOG," kata BPK.
Atas aset yang hilang tersebut sebelum dilakukan penghapusan akan dilakukan verifikasi terlebih dahulu oleh DOSB OJK untuk menetapkan rekomendasi aset yang hilang tersebut, apakah akan dilakukan penggantian untuk barang yang sama atau dilakukan ganti rugi berupa uang. "Lebih lanjut atas aset tetap yang hilang tersebut masih dicatat dalam daftar aset tetap di Laporan Posisi Keuangan," lanjut BPK.
Kondisi tersebut, menurut BPK, tidak sesuai dengan SEDK Nomor S/SEDK.02/2022 tentang Perubahan atas SEDK Nomor 5/SEDK .02/2020 tentang Kebijakan Akuntansi OJK pada Lampiran II Angka 8 huruf a yang menyatakan bahwa definisi Aset Tetap adalah aset berwujud yang diperoleh dalam bentuk siap pakai atau dengan dibangun lebih dahulu, untuk mendukung kegiatan OJK, tidak dimaksudkan untuk dijual dan mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun.
"Hal tersebut mengakibatkan nilai Aset Tetap dalam kondisi rusak berat dan hilang sebesar Rp63.892.728.953,00 (Rp63.711.116.422.00 + Rp181.612.531,00) belum mencerminkan nilai yang sewajarnya," jelas BPK.
Hal tersebut disebabkan oleh Wakil Ketua Dewan Komisioner OJK tidak optimal dalam melakukan pengawasan dan pengendalian terhadap penatausahaan aset tetap; Ketua Dewan Audit OJK belum melakukan monitoring dan evaluasi sistem pengendalian intern OJK dalam penatausahaan aset tetap; dan Kepala DLOG kurang optimal dalam melakukan koordinasi dengan Kepala DPSU dalam mengusulkan kebijakan akuntansi mengenai pencatatan aset tetap yang rusak berat dan hilang.
Atas hal tersebut, OJK memberikan sependapat dan OJK akan meningkatkan pengawasan dan pengendalian terhadap penatausahaan aset tetap antara lain:
OJK sedang melakukan inventarisasi dan selanjutnya melakukan crash program penyelesaian inventarisasi aset dengan membentuk Taskforce inventarisasi aset dengan target triwulan III 2024.
OJK juga akan melakukan kajian mengenai digitalisasi inventarisasi aset dengan target penyelesaian triwulan IV 2024; terkait dengan penghapusbukuan dan pemusnahan terhadap aset dengan kondisi rusak berat dan penanganan aset hilang akan disusun surat edaran; dan DLOG akan melakukan koordinasi dengan DPSU terkait pencatatan aset tetap dalam kondisi rusak berat dan hilang.
Atas hal tersebut, BPK merekomendasikan kepada Ketua Dewan Komisioner OJK agar memerintahkan Wakil Ketua Dewan Komisioner OJK untuk meningkatkan pengawasan dan pengendalian terhadap penatausahaan aset tetap serta menyempurnakan kebijakan akuntansi mengenai pencatatan aset tetap rusak berat dan hilang.
Tak hanya itu, BPK memerintahkan Ketua Dewan Audit OJK untuk meningkatkan monitoring dan evaluasi atas sistem pengendalian intern OJK terkait penatausahaan aset tetap; dan menginstruksikan Kepala DLOG untuk meningkatkan koordinasi dengan Kepala DPSU dan selanjutnya agar mengusulkan penyempurnaan kebijakan akuntansi khususnya namun tidak terbatas hanya pada penyajian aset tetap rusak berat dan hilang yang belum dilakukan penghapusan.
Monitorindonesia.com telah berupaya mengonfirmasi dan meminta tanggapan kepada Kepala Bagian Humas Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Dody Ardiansyah saol apakah semua temuan BPK di tahun itu sudah ditindak lanjuti? Sayannya, hingga tenggat waktu berita ini diterbitkan, Dody belum memberikan respons.
Dilarang keras menyalin, memodifikasi, produksi ulang, menerbitkan ulang, upload ulang, serta mendistribusikan ulang semua konten Monitorindonedia.com dalam bentuk apa pun tanpa izin tertulis terlebih dahulu. Semua konten dalam berita Monitorindonesia.com adalah hak milik Monitorindonesia.com dan dilindungi oleh UU Hak Cipta.
Topik:
OJK BPK Temuan BPK Laporan Keuangan OJKBerita Terkait

BPK Didesak Audit Perdin Dirut Pupuk Indonesia Rahmad Pribadi: Jangan Anggap Perusahaan "Nenek Moyangnya"!
1 Oktober 2025 12:32 WIB

KPK akan Periksa Semua Anggota Komisi XI DPR (2019-2024) soal Korupsi CSR BI, Ini Daftarnya
1 Oktober 2025 09:54 WIB