BPK Ungkap Indikasi Kerugian Bio Farma dari Vaksi Gotong Royong, Lebih Setengah Triliun


Jakarta, MI - Berdasarkan hasil pemeriksaan atas pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan tahun 2020 sampai dengan 2022 (Semester I) pada PT Bio Farma dan anak perusahaan serta instansi terkait lainnya di DKI Jakarta dan Jawa Barat dengan nomor 56/AUDITAMA VII/PDTT/05/2023, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI mengungkap bahwa target Vaksinasi Gotong Royong (VGR) tidak tercapai sesuai rencana dan sisa vaksin berpotensi expired dan membebani keuangan perusahaan minimal Sebesar Rp525.180.571.644,00 (Rp 525 miliar).
"Kondisi tersebut mengakibatkan persediaan VGR yang berpotensi ED tahun 2023 berpotensi membebani keuangan perusahaan minimal sebesar Rp525.180.571.644,00," tulis hasil pemeriksaan BPK sebagaimana diperoleh Monitorindonesia.com, Selasa (8/7/2025).
Berdasarkan pemberitaan Monitorindonesia.com sebelumnya mengungkap bahwa Kejari Kota Bandung sempat mengusut kasus dugaan korupsi pengadaan alat kesehatan di Bio Farma itu. Bahkan, mantan Dirut Bio Farma Honseti Basyir sempat diperiksa dalam tahap penyelidikan kasus tersebut.
Sementara soal perkara yang diduga melibatkan Honesti itu, Kajari Kota Bandung Irfan Wibowo belum menjelaskannya secara rinci. “Adalah, salah satu terkait pengadaan vaksin Covid-19 dan alkes,” kata Irfan di Kejari Kota Bandung, beberapa waktu silam.

Informasi yang diperoleh Monitorindonesia.com ada sekitar 20 orang telah diperiksa dalam kasus ini, dengan dugaan adanya pihak lain yang turut bertanggung jawab selain Picandi Mascojaya, eks Manajer Kimia Farma Diagnostika (KFD), yang telah divonis 10 tahun penjara pada Januari 2022.
Namun demikian, kabar terakhir yang diperoleh Monitorindonesia.com, penyelidikan kasus dugaan rasuah tersebut telah disetop sementara. Akan dilanjutkan jika ditemukan bukti-bukti baru dugaan rasuahnya.
Kembali kepada hasil pemeriksan BPK itu, bahwa dalam rapat koordinasi bidang perekonomian yang membahas VGR tanggal 1 Februari 2021 silam sebagaimana tercantum dalam risalah rakor Nomor 01.02.2021-18-4, hasil rakor menunjuk Bio Farma ditugaskan sebagai penanggung jawab untuk pengadaan VGR.
Proses pengambilan keputusan tersebut menunjukkan bahwa terlibatnya Bio Farma dalam VGR, pada prinsipnya, merupakan bentuk penugasan dari Pemerintah. Dasar penugasan tersebut ditindaklanjuti oleh Bio Farma dengan berinvestasi melalui pengadaan 7,5 juta dosis Vaksin Sinopharm.
Dalam menyiapkan data kebutuhan vaksin, Bio Farma menggunakan data baik dari informasi pegawai BH/BU di KADIN maupun dari Kementerian BUMN. Estimasi jumlah sasaran BH/BU adalah sebanyak 10.536.239 jiwa.
Dari estimasi tersebut, Bio Farma mengajukan Surat Nomor SD-017.22 DIR/IV 2021 tanggal 22 April 2021 kepada Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan berupa usulan jenis vaksin yaitu Sinopharm dengan jumlah sebanyak 7.500.000 dosis (3.750.000 sasaran).
Usulan tersebut disetujui oleh Kementerian Kesehatan dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07 MENKES 4627 2021 tentang Penunjukan Bio Farma dalam Pelaksanaan Vaksin COVID-19 untuk Pelaksanaan VGR dengan jumlah sebanyak 7.500.000 dosis.
Selanjutnya, Bio Farma menunjuk Kimia Farma (anak perusahaan) untuk melakukan pembelian Vaksin Sinopharm sebanyak 7.500.000 dosis melalui perjanjian pengadaan Vaksin Simopharm untuk VGR Nomor 001.27 DIR/IV 2021 tanggal 27 April 2021.
Dengan skema tersebut di atas, pada awal penjualan VGR, BH/BU pemunat vaksin sangat tinggi. Dalam kurun tiga bulan (Mei s.d Juli 2021), Bio Farma telah mampu menjual sebanyak 1.859.892 dosis (25,80% dari target sasaran) dengan penerimaan sebesar Rp738.299.284. 120,00.
Namun dalam perkembangannya terdapat beberapa permasalahan yang berakibat sampai berakhimya pemeriksaan realisasi penjualan VGR tidak dapat diwujudkan oleh Bio Farma.
Pertama, perubahan kebijakan vaksin gratis dari Pemerintah yang mengakibatkan VGR tidak diminati. Bahwa dalam pelaksanaan pendistribusian VGR, Pemerintah telah melakukan tiga kali perubahan intervensi dalam hal sasaran.
Hal ini menunjukan bahwa ketiga perubahan Permenkes adalah bentuk inkonsistensi dari Kementerian Kesehatan yang mempengaruhi pola pendistribusian dan penjualan VGR dani sisi bisnis Bio Farma.
Lebih lanjut, menurut BPK, pendistribusian VGR menjadi ditunda karena banyaknya kritik masyarakat yang menycrang inkonsistensi kebiyakan Pemerintah dalam skema pendistribusian vaksin.
Pada awalnya, Presiden pada tanggal 16 Desember 2020 menyatakan bahwa “setelah menerima banyak masukan dari masyarakat dan setelah melakukan kalkulasi ulang, perhitungan ulang, mengenai keuangan negara, dapat saya sampaikan bahwa vaksin COVID-19 untuk masyarakat adalah gratis”.
Namun, adanya skema vaksin berbayar VGR menuai kritik dari masyarakat yang menganggap Pemerintah tidak konsisten dengan kebijakan awal Presiden tersebut.
"Hal tersebut mengakibatkan skema pendistribusian VGR ditunda oleh Bio Farma Holding. Sehingga, sampai dengan November 2022, Bio Farma dan anak perusahaan hanya dapat menjual sebanyak 4.242.260 dosis (atau 56,56% dari target sasaran 7.500.000 dosis) pada 2.366 BH/BU dengan nilai penjualan sebesar Rp1.408.512.126.712,00," ungkap BPK.
Kedua, upaya Bio Farma mengurangi potensi tidak terserapnya VGR. Bahwa untuk menindaklanjuti risiko ketidakterserapan vaksin, Bio Farma telah membuat Laporan Kajian Risiko tidak terserapnya Vaksin Gotong Royong dalam Laporan Nomor 06-LKR-2021 tanggal 5 Agustus 2021.
Dalam laporan tersebut diungkap kemungkinan risiko VGR tidak dapat terjual keseluruhannya. Penanganan risiko yang mungkin dilakukan untuk mengurangi risiko antara lain: optimalisasi kontrak Kerja sama dengan BH/BU yang telah terdaftar dan mengupayakan agar BH BU yang belum mendaftar agar segera mendaftar dengan berkoordinasi dengan KADIN; pengusulan ke Kemenkes terkait sasaran dan beberapa program serta alternatif penggunaan VGR untuk menutupi kekurangan Vaksinasi Program Pemerintah;
Lalu, pengusulan ke Kementerian BUMN menjadikan VGR untuk program CSR pada berbagai BUMN; optimalisasi peran marketing; komunikasi dan koordinasi dengan kedutaan besar untuk program VGR; dan perpanjangan masa kadaluarsa.
Selain itu, Bio Farma telah melakukan langkah-langkah dalam mengantisipasi permasalahan penjualan VGR, yaitu: bersurat dengan pimpinan BH BU untuk melakukan vaksin tahap 1 atau 2 maupun vaksin booster melalui surat Direktur Hubungan Kelembagaan NomorSD-001.03 DIR/Ii 2022 tanggal 3 Februari 2022;
Bersurat kepada Menteri Kesehatan melalui surat NomorSD009.26 DIR/IV 2022 tanggal 26 April 2021 tentang peninjauan skema vaksin gotong royong yaitu pembebasan PPN penggunaan VGR sebagai CSR dan pengalihan VGR menjadi Vaksin Program.
Atas surat tersebut, skema VGR sebagai CSR terealisasi dalam program mudik Bersama BUMN yakni dalam optimalisasi peran marketing, Bio Farma bekerjasama dengan marketing Kimia Farma. Program optimalisasi marketing dengan cara whatsapp blast, surat maupun telepon;
Komunikasi dan koordinasi dengan kedutaan dilakukan untuk penyerapan VGR untuk vaksinasi warga negara asing; dan perpanjangan masa kadaluarsa dilakukan setiap bulan oleh Kimia Farma sebagai pemilik ijin edar.
Meski upaya penjualan telah dilakukan oleh Bagian Penjualan Swasta Bio Farma, namun dalam kurun waktu Mei sampai dengan November 2022 hanya mampu terjual 56,56%.
"Hal tersebut menunjukkan bahwa Bio Farma telah melakukan upaya upaya untuk mengurangi risiko terjadinya kerugian perusahaan yang lebih besar," beber BPK.
Ketiga, sisa VGR hampir melewati batas kadaluarsa. Bahwa Vaksin Sinopharm datang secara bertahap dari 12 Mei sampai dengan 28 Agustus 2021 dengan masa kadaluarsa Desember 2021, namun waktu kadaluarsa tersebut bisa diperpanjang. Vaksin tersebut kemudian disimpan di ruang penyimpanan Kimia Farma.
Dalam hal ini Kimia Farma bertanggung jawab untuk menyimpan, mengirim, dan menjaga kualitas produk termasuk melakukan pengurusan perpanjangan masa kadaluarsa dengan mengajukan uji stabilitas vaksin ke BPOM.
Berdasarkan catatan persediaan Bio Farma atas Vaksin Sinopharm untuk VGR per tanggal 30 November 2022, sisa vaksin sebanyak 3.208.542 dosis.
"Hasil pengujian fisik vaksin tanggal 1 Desember 2022 menunjukkan bahwa batas kadaluarsa Emergency Use Authorization (EUA) BPOM vaksin bervariasi dari 17 Desember 2022 s.d. 1 Januari 2023, sedangkan batas kadaluarsa pabrik tanggal 17 Juni s.d. 2 Juli 2023," jelas BPK.
BPK menjelaskan bahwa nilai persediaan per dosis vaksin tersebut adalah sebesar Rp163.682,00, sehingga nilai total persediaan adalah sebesar Rp525.180.571.644,00. Masa kadaluarsa Vaksin Sinopharm diperpanjang setiap bulan oleh Kimia Farma.
Kimia Farma telah mengajukan perpanjangan masa kadaluarsa setiap bulan dengan biaya sebesar Rp2.000.000,00. Produsen Simopharm memberikan masa kadaluarsa pabrik selama dua tahun.
Masa kadaluarsa dapat diperpanjang selama produsen tersebut melakukan pengujian stabilitas produk dan mendapatkan data bahwa vaksin tersebut masih stabil. Data stabilitas ini kemudian dipakai olch para pembeli produk untuk memperpanjang masa kadaluarsa dengan catatan vaksin tetap disimpan pada suhu standar.
"Akan tetapi, apabila pada masa setelah kadaluarsa produsen Sinopharm tidak memperoleh data stabilitas produk untuk waktu yang lebih lama, maka masa kadaluarsa tidak dapat diperpanjang," kata BPK.
Kementerian Kesehatan pada Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit melalui surat Nomor 13 S/Tim BPK/PDTT-BF 11 2022 tanggal 29 November 2022 menyatakan adanya kemungkinan Vaksin Sinopharm untuk VGR menjadi Vaksin Program.
Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan memberikan jawaban melalui surat Nomor SR.02.06/C/5943 2022 tanggal 20 Desember 2022 bahwa penggunaan VGR ke dalam vaksin program dapat dilakukan jika vaksin tersebut dialihkan dalam vaksin pemerintah melalui mekanisme hibah atau CSR BUMN.
Dengan demikian kondisi tersebut mengakibatkan persediaan VGR yang berpotensi ED tahun 2023 berpotensi membebani keuangan perusahaan minimal sebesar Rp525.180.571.644,00.
"Kondisi tersebut disebabkan oleh ketidakkonsistenan Pemerintah dengan adanya perubahan Peraturan Menteri Keschatan Nomor 19 Tahun 2021 menjadi Peraturan Menteri Keschatan Nomor 23 Tahun 2021 terkait penugasan pengadaan VGR, yang mengubah sasaran penerima VGR," jelas BPK.
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 10 Tahun 2021 terkait Vaksinasi Program memberikan vaksin gratis kepada seluruh masyarakat bersamaan dengan perintah pelaksanaan program VGR berbayar melalui BH/BU.
Atas permasalahan tersebut, Direktur Utama Bio Farma menyatakan menerima temuan pemeriksaan BPK. Bio Farma beserta anak perusahaan masih terus melakukan berbagai upaya agar sisa persediaan vaksin Gotong Royong dapat terjual.
Upaya yang telah dilakukan antara lain mengusahakan Vaksin Gotong Royong menjadi vaksin regular yang langsung dapat di jual ke fasilitas Kesehatan untuk memperluas cakupan vaksinasi.
Terkait dengan vaksin yang berpotensi kedaluwarsa, Bio Farma melalui Kimia Farma selaku pemegang Nomor Izin Edar (NIE) melakukan perpanjangan masa Shelf life kepada Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) secara berkala.
Atas permasalahan tersebut, BPK merekomendasikan kepada Direksi Bio Farma agar berkoordinasi dengan Kementerian Kesehatan dan Kementerian BUMN untuk melakukan upaya-upaya yang optimal dalam memastikan adanya penyerapan VGR dengan memperhatikan masa kadaluwarsa vaksin tersebut dalam rangka meminimalisir terjadinya kerugian perusahaan.
Pada tanggal 27 Maret 2025 lalu, Monitorindonesia.com telah mengonfirmasi kepada mantan Dirut Bio Farma Honesti Basyir soal apakah rekomendasi BPK itu telah dilaksanakan. Honesti tidak merespons sama sekali.
Dilarang keras menyalin, memodifikasi, produksi ulang, menerbitkan ulang, upload ulang, serta mendistribusikan ulang semua konten Monitorindonedia.com dalam bentuk apa pun tanpa izin tertulis terlebih dahulu. Semua konten dalam berita Monitorindonesia.com adalah hak milik Monitorindonesia.com dan dilindungi oleh UU Hak Cipta.
Topik:
BPK Vaksin Gotong Royong Bio Farma Kimia Farma Honesti Basyir BUMN Kejari Kota BandungBerita Sebelumnya
Deret Kasus Korupsi yang Menjerat Dahlan Iskan
Berita Terkait

BPK Didesak Audit Perdin Dirut Pupuk Indonesia Rahmad Pribadi: Jangan Anggap Perusahaan "Nenek Moyangnya"!
16 jam yang lalu

Komisi VI DPR Akan Ambil Keputusan Tingkat I RUU BUMN, Jadi Badan Penyelenggara BUMN
26 September 2025 08:33 WIB