Deret Kasus Korupsi yang Menjerat Dahlan Iskan

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 8 Juli 2025 18:28 WIB
Terdakwa Dahlan Iskan usai menjalani sidang perdana kasus pelepasan aset BUMD Jawa Timur di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (tipikor) Surabaya di Juanda, Sidoarjo, Selasa, (29/11/2006)
Terdakwa Dahlan Iskan usai menjalani sidang perdana kasus pelepasan aset BUMD Jawa Timur di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (tipikor) Surabaya di Juanda, Sidoarjo, Selasa, (29/11/2006)

Jakarta, MI - Mantan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Dahlan Iskan ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan tindak pidana pemalsuan surat dan penggelapan. Penetapan itu tertuang dalam dokumen yang ditandatangani Kepala Subdirektorat I Ditreskrimum Polda Jatim, AKBP Arief Vidy, pada Senin, 7 Juli 2025. 

Kemudian diputuskan oleh Ditreskrimum Polda Jawa Timur setelah menggelar perkara pada Selasa, 2 Juli 2025. “Saudara Dahlan Iskan ditingkatkan statusnya dari saksi menjadi tersangka,” tulis dokumen yang ditandatangani Arief Vidy.

Penetapan tersangka Dahlan ini merupakan tindak lanjut laporan dari Rudy Ahmad Syafei Harahap, yang terdaftar dengan nomor LP/B/546/IX/2024/SPKT/Polda Jawa Timur pada 13 September 2024. Ditreskrimum Polda Jawa Timur kemudian menerbitkan Surat Perintah Penyidikan Nomor SP.Sidik/42/I/RES/1/9/2025/Ditreskrimum pada 10 Januari 2025.

Dahlan Iskan diduga melanggar Pasal 263 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan atau pasal 374 KUHP juncto Pasal 372 KUHP juncto Pasal 55 KUHP tentang tindak pidana pemalsuan surat dan atau penggelapan dalam jabatan juncto penggelapan dan atau pencucian uang.

Selain Dahlan Iskan, Polda Jawa Timur juga menetapkan mantan Direktur Jawa Pos Nany Wijaya sebagai tersangka. Penyidik akan melakukan pemanggilan terhadap dua tersangka ini untuk melakukan pemeriksaan lebih lanjut serta menyita sejumlah barang bukti yang berkaitan dengan perkara.

Sementara Kuasa Hukum Dahlan Iskan, Johanes Dipa, mengaku terkejut akan penetapan tersangka terhadap kliennya itu. “Kami sangat terkejut. Klien kami bukan terlapor, melainkan hanya saudari NW,” katanya, Selasa.

Menurutnya, Dahlan telah diperiksa sebanyak tiga kali sebagai saksi dan bersikap sangat kooperatif, bahkan pernah menjalani pemeriksaan hingga tengah malam.

Johanes menyebut bahwa dalam gelar perkara sebelumnya, penyidik menyatakan hanya NW yang dilaporkan. Oleh karena itu, dia mempertanyakan dasar hukum penetapan tersangka terhadap kliennya. “Andaikata betul ditetapkan sebagai tersangka, ini sangat aneh dan mengarah pada pembunuhan karakter,” jelasnya.

Johanes menduga kasus ini bisa saja berkaitan dengan sengketa keperdataan yang saat ini sedang berlangsung. Ia merujuk pada gugatan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) yang diajukan Dahlan Iskan terhadap PT Jawa Pos di Pengadilan Negeri Surabaya.

“Jangan-jangan ini ada kaitannya dengan permohonan PKPU. Karena sebelumnya kami sudah minta perkara pidana ini ditangguhkan sementara,” katanya.

Ia juga menyesalkan informasi penetapan tersangka yang lebih dulu diketahui media dibanding pihak kuasa hukum maupun terlapor. “Kalau benar sudah tersangka, kami akan ambil langkah-langkah hukum yang kami anggap perlu,” jelasnya.

Selain daripada kasus tersebut, berdasarkan catatan Monitorindonesia.com, bahwa Dahlan Iskan sempat dijerat di kasus berikut ini:

1. Kasus dugaan korupsi pembangunan 21 gardu induk di Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara pada 2011-2013

Pada Juni 2015, Kejaksaan DKI Jakarta menetapkan Dahlan Iskan -sebagai mantan direktur utama PT Perusahaan Listrik Negara- sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pembangunan 21 gardu induk di Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara pada 2011-2013.

Dahlan ditetapkan sebagai tersangka dalam posisi sebagai kuasa pengguna anggaran dalam kasus dugaan korupsi pembangunan 21 gardu induk tersebut.

Kejaksaan mengusut kasus ini sejak Juni 2014 setelah menerima laporan audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) terhadap proyek senilai Rp1,06 triliun ini.

Menolak semua sangkaan, Dahlan kemudian mengajukan gugatan praperadilan Dahlan Iskan terhadap Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta.

Dalam putusannya pada Agustus 2015, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memutuskan untuk mengabulkan seluruhnya gugatan praperadilan Dahlan Iskan terhadap Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta.

Alasannya, majelis hakim sependapat bahwa Dahlan terlebih dahulu ditetapkan sebagai tersangka, baru kemudian dicari alat buktinya. Padahal untuk bisa menetapkan seseorang tersangka, seharusnya sudah ada dua alat bukti yang cukup.

2. Kasus dugaan korupsi penjualan aset milik PT Panca Wira Usaha (PWU), badan usaha milik daerah (BUMD) Jawa Timur.

Pada 27 Oktober 2006, Kejaksaan Tinggi Jawa Timur resmi menahan Dahlan Iskan dalam status tersangka kasus dugaan korupsi penjualan aset milik PT Pancas Wira Usaha, milik BUMD Jawa Timur.

Dahlan Iskan disebut menjabat sebagai Direktur PT PWU dalam kurun waktu 2000-2010.

Kejati Jatim menegaskan Dahlan Iskan ditetapkan sebagai tersangka karena mengakui dirinya menyetujui penjualan aset itu dan menandatangani dokumennya.

Menurut Kejati, seluruh aset milik BUMD Jatim yang dijual, selama Dahlan menjabat sebagai direktur utama pada 2000-2010, dilepas di bawah standar Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP).

Dalam berbagai kesempatan, Dahlan beberapa kali menyebut tentang "orang-orang berkuasa" yang sengaja memangsanya dalam berbagai kasus. hukum yang ditimpakan pada dirinya

Sidang kasus ini masih berlangsung di Pengadilan Tipikor di Kabupaten Sidoarjo, dan pada pertengahan Januari 2016 lalu persidangan ini menghadirkan sejumlah saksi.

3. Kasus dugaan korupsi pengadaan 16 unit mobil listrik untuk delegasi KTT Asia-Pasific Economic Cooperation XXI di Bali, 2013

Pada Kamis (2/2), Kejaksaan Agung menyatakan Dahlan Iskan sebagai tersangka pengadaan 16 mikrobus dan bus eksekutif listrik yang digunakan sebagai kendaraan resmi delegasi peserta KTT Kerjasama Ekonomi Asia Pasific (APEC) di Bali, Oktober 2013.

Proyek pengadaan kendaraan KTT Apec senilai Rp32 milyar ini didanai BRI, Perusahaan Gas Negara, serta Pertamina. Menurut Kejaksaan Agung, Dahlan menunjuk Dasep Ahmadi, pemilik PT Sarimas Ahmadi Prtama, sebagai pembuat bus.

Namun menurut BPKP, proyek itu membuat negara rugi Rp28,99 milyar karena bus-bus itu ternyata tidak bisa dipakai.

Dasep Ahmadi dan satu orang tersangka lainnya telah divonis bersalah dan divonis tujuh tahun pidana penjara karena berperan aktif dalam proyek pengadaan mobil listrik tersebut.

Dalam persidangan kasus mobil listrik, Dahlan dilaporkan tidakk pernah hadir sebagai saksi bagi kedua terpidana, lantaran hakim menilai Dahlan tak memiliki andil apa pun.

Tidak puas dengan putusan pengadilan tipikor, Kejaksaan Agung kemudian mengajukan upaya hukum kasasi ke Mahkamah Agung.

Menurut Jaksa Agung Muhammad Prasetyo, dakwaan primer putusan MA menyatakan Dasep melakukan tindak pidana korupsi pengadaan mobil listrik bersama Dahlan Iskan.

Putusan MA inilah yang dijadikan alasan Kejaksaan Agung untuk menetapkan Dahlan iskan sebagai tersangka kasus korupsi pengadaan mobil listrik. "Kalau kalian baca dakwaan primernya, Dasep Ahmadi itu bersama Dahlan Iskan. Apa harus dibiarkan?" kata Prasetyo.

Dahlan Iskan sendiri mempertanyakan status tersangka terhadap dirinya. Menurutnya, Jaksa Agung mungkin saja "ingin mendapat penghargaan MURI" karena menjadikannya tersangka sebanyak tiga kali.

Topik:

Dahkan Iskan Polda Jatim