Ini 6 Kebijakan Baru OJK untuk Stabilkan Sektor Keuangan

Rolia Pakpahan
Rolia Pakpahan
Diperbarui 11 April 2025 11:48 WIB
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) (Foto: Dok MI)
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) (Foto: Dok MI)

Jakarta, MI - Di tengah ketidakpastian ekonomi global, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menerbitkan enam kebijakan baru yang bertujuan untuk menjaga stabilitas keuangan nasional. Salah satunya adalah kebijakan pembelian kembali (buyback) saham oleh emiten tanpa melalui rapat umum pemegang saham (RUPS).

“Kebijakan buyback saham tanpa RUPS bertujuan memberikan fleksibilitas bagi emiten untuk menstabilkan harga saham dalam kondisi volatilitas tinggi serta meningkatkan kepercayaan investor yang kami perkirakan akan dilaksanakan program buyback itu dalam waktu dekat,” papar Ketua Dewan Komisioner OJK, Mahendra Siregar dalam RDK Bulanan OJK, Jumat (11/4/2025).

Tak hanya itu, OJK juga mengumumkan penundaan implementasi pembiayaan transaksi short selling oleh perusahaan efek selama enam bulan ke depan. 

Selanjutnya, OJK mendukung langkah-langkah strategis pemerintah menanggapi pengenaan tarif resiprokal oleh Amerika Serikat (AS) kepada Indonesia, yakni melakukan negosiasi dan memitigasi dampak pengenaan tarif terhadap perekonomian nasional. Terutama dalam upaya untuk memelihara stabilitas sistem keuangan, serta kepercayaan pasar untuk menjaga daya saing dan momentum pertumbuhan ekonomi nasional.

“OJK terus menjalin kerjasama dengan Kementerian, Lembaga, maupun stakeholders terkait dalam merumuskan dan mengambil kebijakan strategis yang diperlukan termasuk bagi industri-industri yang terdampak langsung oleh tarif resiprokal itu,” ujarnya.

Ketiga, OJK mengeluarkan kebijakan penyesuaian terhadap batasan trading hold pada indeks harga saham gabungan (IHSG) serta penyesuaian batasan auto rejection bawah (ARB).

“OJK melalui bursa efek menempuh kebijakan berupa penyesuaian batasan trading hold dalam hal IHSG yang mengalami pelemahan yang signifikan pada satu hari bursa yang sama dan dua, penyesuaian batasan ARB,” tambahnya.

Keempat, mengenai pembentukan Badan Pengelola Investasi (BPI) Daya Anagata Nusantara atau Danantara, OJK mengeluarkan kebijakan optimalisasi pengelolaan BUMN melalui BPI Danantara sesuai amanat Undang-Undang No 4 Tahun 2023 tentang P2SK.

“OJK terus berharap koordinasi dan sinergi baik dengan BPI Danantara maupun pihak terkait lainnya agar BUMN-BUMN sebagaimana dimaksud tetap dapat tumbuh berkesinambungan dengan mengedepankan praktik manajemen risiko dan tata kelola yang baik,” terang Mahendra.

Kebijakan kelima, OJK dan Bank Indonesia memperkuat sinergi untuk menjaga stabilitas dan meningkatkan ketahanan sektor keuangan serta mendorong intermediasi yang optimal terutama penguatan kerjasama terkait akselerasi proses perizinan sinergi pengembangan dan pendalaman pasar keuangan dalam inovasi teknologi dan aset keuangan digital, penguatan edukasi, literasi dan inklusi keuangan, serta perlindungan konsumen dan ketahanan cyber.

Terakhir, di sisi pengaturan dan pengelolaan data yang terintegrasi, OJK telah menerbitkan POJK 5 Tahun 2025 tentang profesi penunjang di sektor jasa keuangan, serta meluncurkan aplikasi portal data dan metadata sektor jasa keuangan terintegrasi.

Topik:

ojk kebijakan-baru-sektor-keuangan