Para Terdakwa Korupsi CPO Ungkap Penyebab Kelangkaan Minyak Goreng 

Aldiano Rifki
Aldiano Rifki
Diperbarui 28 Desember 2022 02:30 WIB
Jakarta, MI - Terdakwa kasus korupsi ekspor minyak sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO) dan turunannya, termasuk minyak goreng tahun 2021-2022 membantah tuntutan yang disusun tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Kejaksaan Agung (Kejagung). Di antaranya, Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia (Wilmar Group) Master Parulian Tumagor dan Direktur Jenderal (Dirjen) Perdagangan Luar Negeri (Daglu) Kementerian Perdagangan (Kemendag) Indrasari Wisnu Wardana. Dalam nota pembelaan (pleidoi), Master Parulian menepis tuntutan jaksa yang menyebutnya telah menyebabkan kelangkaan minyak goreng di Indonesia. Ia mengatakan, kelangkaan minyak goreng disebabkan adanya kebijakan kontrol harga (price control), dalam hal ini Harga Eceran Tertinggi (HET). Kementerian Perdagangan sempat menetapkan HET yang diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 06 Tahun 2022 Tentang Penetapan Harga Eceran Tertinggi Minyak Goreng Sawit. "Jika jernih dan melepas egoisme, bapak-bapak penuntut umum kejaksaan bisa melihat fakta penyebab terjadinya kelangkaan minyak goreng adalah kebijakan kontrol, price control policy yang tidak didukung dengan ekosistem yang baik, itulah yang menyebabkan kelangkaan," kata Master secara daring yang disiarkan langsung di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Selasa (27/12). Master menjelaskan, sebelum ada HET, minyak goreng masih ada di pasaran, meski harganya cukup tinggi, mengikuti harga fluktuatif dunia. Namun, setelah terbit aturan HET, kata Master, semua produk minyak goreng hilang di pasaran. "Demikian juga setelah kebijakan HET dicabut, seketika itu produk minyak goreng kembali ada di pasaran," ujarnya. Menurut Master, tidak ada lembaga negara yang bisa mengontrol distribusi minyak goreng laiknya Bahan Bakar Minyak (BBM) seperti Pertamina. Hal itu seperti disampaikan Rizal Mallarangeng saat bersaksi di persidangan beberapa waktu lalu. Negara tidak mengontrol minyak goreng dari hulu, tidak ada perusahaan milik negara yang memproduksi dan memastikan distribusi minyak goreng seperti Pertamina, seperti yang disampaikan saksi Rizal Mallarangeng," imbuhnya. Terdakwa lainnya, Indrasari Wisnu Wardana juga menepis tuntutan yang dilayangkan tim jaksa. Melalui nota pembelaannya, Indrasari menyebut tuntutan yang disampaikan jaksa keliru dan tidak sesuai fakta-fakta terungkap di persidangan. "Sebenarnya saya berharap jaksa penuntut umum membuat surat tuntutan yang sesuai fakta persidangan secara lengkap bukan dikaburkan atau disembunyikan demi kebenaran dakwaan jaksa penuntut umum," kata Indrasari di ruang sidang. Indrasari meminta, jangan sampai ada upaya jaksa menyembunyikan fakta persidangan. Sebab, ia memandang banyak fakta persidangan yang tidak dimasukkan ke dalam tuntutan tim jaksa. "Karena pelanggaran terhadap fakta persidangan bukan hanya sebagai pembunuhan karakter tetapi juga sebuah pelanggaran terhadap hak asasi manusia," tegasnya.