Kepala BNPT Usul Tempat Ibadah Dibawah Kontrol Pemerintah, Pdt Gomar Gultom: Arus Balik dari Cita-cita Reformasi

Rizky Amin
Rizky Amin
Diperbarui 4 September 2023 23:42 WIB
Jakarta, MI - Ketua Umum Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI) Pdt Gomar Gultom, menilai usulan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Rycko Amelza Dahniel, yang menghendaki semua tempat ibadah berada dibawah kontrol pemerintah, merupakan langkah mundur dari proses demokratisasi yang sedang diperjuangkan bersama pasca reformasi 1998. "Kita sudah menyepakati demokrasi menjadi sistem atau kendaraan bagi kita sebagai bangsa untuk mencapai masyarakat adil dan makmur. Dalam masyarakat yang semakin demokratis, negara harus mempercayai rakyatnya untuk bisa mengatur dirinya, termasuk dalam hal pengelolaan rumah ibadah," kata Gomar dalam keterangannya, Senin (4/9). Menurut Gomar, pemikiran Rycko yang menghendaki agar pemerintah mengawasi setiap agenda ibadah yang digelar di tempat ibadah serta mengawasi tokoh agama yang menyampaikan dakwah atau khotbah, hanya menunjukkan sikap frustrasi pemerintah yang tak mampu mengatasi masalah radikalisme. "Ini merupakan arus balik dari cita-cita reformasi dan akan membawa kita kepada suasana etatisme pada masa orde baru," lanjut Gomar. Masalah yang dihadapi saat ini, kata Gomar adalah kurang tegasnya pemerintah menghadapi berbagai ujaran kebencian yang mendorong budaya kekerasan di tengah masyarakat. Bahkan perilaku intoleran yang disertai dengan tindak kekerasan, apalagi atas nama agama, sering luput dari tindakan hukum oleh negara. "Peradaban yang mengedepankan mereka yang bersuara keras, atau mengedepankan kebencian dan kekerasan, ini yang perlu mendapat perhatian kita bersama, untuk segera dihentikan," jelasnya. Ketimbang memberlakukan usulan Kepala BNPT, Gomar lebih meminta keseriusan dan tindakan tegas pemerintah atas ujaran kebencian, aksi intoleran dan tindak kekerasan, seturut hukum yang berlaku. Selain itu, hal lain yang mendesak dilakukan bersama oleh seluruh elemen bangsa adalah pembudayaan cinta damai dan cinta kemanusiaan. "Menjadi tugas bersama untuk mendidik masyarakat untuk sedia menerima mereka yang berbeda, serta mengakomodasinya dalam membangun hidup bersama, termasuk mengakomodasi kebutuhan akan rumah ibadah, oleh umat beragama apapun," katanya. "Pemerintah juga perlu lebih peka mendengar kritik masyarakat, termasuk dari para tokoh agama atau pemdakwah, dan jangan cepat-cepat menghakiminya sebagai bagian dari radikalisme," imbuh Gomar.