Praktisi Hukum Sebut Ketua MK Anwar Usman Korban Pembunuhan Karakter Sadis di Negara Hukum

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 4 November 2023 19:26 WIB
Praktisi Hukum, Ali Lubis (Foto: Dok MI)
Praktisi Hukum, Ali Lubis (Foto: Dok MI)

Jakarta, MI - Praktisi hukum, Ali Lubis menyebut Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman saat ini sedang menjadi korban pembunuhan karakter sadis oleh pihak-pihak yang tak bertanggung jawab.

Yaitu atas putusannya mengabulkan sebagian atas uji materi gugatan nomor 90/PUU-XXI/2023 terkait batas usia capres dan cawapres pada Senin, (16/10) lalu. Putusan itu diketahui ditanda tangani oleh semua majelis hakim dan panitera. 

"Ketua MK Anwar Usman menjadi korban pembunuhan sadis di negara hukum atas putusan batas usia capres dan cawapres yang berbuntut pada laporan dugaan pelanggaran etik, kini diproses oleh Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusk," ujar Ali kepada wartawan, Sabtu (4/11). 

Ali menjelaskan, bahwa berdasarkan ketentuan peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 1 tahun 2020 tentang Persidangan Mahkamah Konstitusi Pasal 16 ayat 1 jelas mengatakan sebelum pengambilan putusan dilaksanakan terlebih dahulu Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH). 

Dimana, kata Ali, dalam Pasal 17 ketua papat memberikan kesempatan  kepada para hakim untuk menyampaikan pendapatnya artinya ketua mahkamah konstitusi tidak bisa mempengaruhi atau mengintervensi hakim yang lain.

"Sebagai contoh perkara no 46/PUU-XIV/2016 dimana amar putusannya menolak permohonan tersebut, dengan komposisi 5 setuju berbanding 4 yang disenting opinion". 

"Dimana salah satu yang disenting opinion adalah Ketua Mahkamah Konstitusi Arief Hidayat," lanjut Ali.

Sebagaimana yang dinyatakan Mahfud MD Ketua Mahkamah Konstitusi (2008-2013), bahwa dalam memutus perkara di Mahkamah Konstitusi Hakim Mahkamah Konstitusi tidak dapat di dikte oleh Ketua Mahkamah Konstitusi.

"Artinya sangat keliru menganggap Anwar Usman selaku Ketua Mahkamah Konstitusi dapat mempengaruhi hakim lain dalam putusan batas usia capres dan cawapres," tegas Ali.

Menurut Ali, dengan dilaporkannya Anwar Usman ke MKMK dan beredarnya berita dimedia massa dimana dia telah dinyatakan bersalah adalah sebuah bentuk pembunuhan karakter yang sadis dinegara hukum.

"Dimana putusan MKMK terkait hal ini belum ada," tandas Ali.

Diketahui, MKMK telah memeriksa sembilan hakim konstitusi dalam sejumlah laporan dugaan pelanggaran etik terkait putusan syarat usia cawapres.

Dari sembilan hakim konstitusi itu, Ketua MK Anwar Usman diperiksa dua kali oleh MKMK yakni pada Selasa (31/10) dan Jumat (3/11).

Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie menyebut hakim yang paling bermasalah secara etik di balik putusan syarat batas usia minimal capres-cawapres adalah yang paling banyak dilaporkan etik.

Jimly tidak menyebut secara tegas nama hakim yang dimaksud. Namun, dari 21 laporan dugaan pelanggaran etik hakim yang masuk ke MKMK, Ketua MK Anwar Usman menjadi pihak terlapor paling banyak.

"Yang paling banyak masalah itu yang paling banyak dilaporkan," kata Jimly di Gedung MK, Jakarta Pusat, Jumat (3/11).

Dari 21 laporan itu, 15 tuduhan dilayangkan untuk Anwar Usman. Terbanyak selanjutnya, hakim Manahan M.P. Sitompul dan Guntur Hamzah masing-masing sebanyak 5 laporan.

Kemudian Saldi Isra dan Arief Hidayat masing masing 4 laporan. Enny Nurbaningsih dan Daniel Yusmic Foekh masing masih 3 laporan. Sementara Suhartoyo dan Wahiduddin Adams masing masing hanya 1 laporan. 

Pemeriksaan para hakim konsitusi itu digelar tertutup MKMK di gedung MK. MKMK yang terdiri atas Jimly Asshiddiqie, Wahiduddin Adams, dan Bintan R Saragih dijadwalkan mengumumkan putusan mereka pada Selasa (7/11) mendatang. (An)