Apakah KPK Sedang Menjadi Pusat Orkestrasi Baru untuk Melawan Joko Widodo?

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 2 Desember 2023 23:28 WIB
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI (Foto: MI/Aswan)
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI (Foto: MI/Aswan)
Jakarta, MI - Mantan Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Fahri Hamzah menyoroti pernyataan eks Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Agus Rahardjo yang mengaku pernah dimintai oleh Presiden Joko Widodo agar menghentikan penyidikan kasus korupsi pengadaan e-KTP.

Menurut Fahri, kasus e-KTP bukan di zaman Jokowi, melainkan pemerintah sebelumnya. Tersangka pertama, ditetapkan pada tanggal 22 April 2014 atas nama Sugiharto.

"Jauh sebelum pak jokowi dilantik," kata Fahri kepada wartawan, Sabtu (2/12).

Sementara untuk sidang perdana kasus e-KTP dimulai tahun 2017. Sebagai pimpinan DPR RI, dia tahunya Jokowi marah karena kasus korupsinya.

"Jadi, tidak ada gejala Setya Novato alias SN, eks Ketua DPR RI saat itu, dilindungi Pak Presiden Jokowi. Apa yang disampaikan Pak Agus itu ngawur," ungkap Wakil Ketua Umum DPN Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia ini.

Fahri pun membeberkan beberapa kejanggalan yang masif belakangan ini yang dilakoni oleh orang-orang yang terkait dengan lembaga antirasuah tersebut. Kejanggalan itu juga terjadi akibat aktif nya sebagian dari mereka sebagai tim sukses calon presiden (capres) tertentu. 

"Coba bayangkan, bagaimana bisa ada pegawai aktif (ASN) Kepolisian yang mantan KPK, sangat aktif menyerang pimpinan KPK dan juga mengomentari serangan kepada Presiden Jokowi dan keluarganya".

"Seperti yang dilakukan oleh mantan pimpinan KPK, juga yang sekarang terdaftar sebagai tim sukses calon presiden," jelasnya.

Fahri yang juga Wakil Ketua Komisi III DPR RI menilai bahwa orkestrasi demi orkestrasi opini dilakoni dan mereka ini didukung oleh media dan kelompok politik yang terkait dan terafiliasi dengan partai tertentu dan capres tertentu. 

Padahal, tegas dia tindakan ini tentu sangat berbau politis dan mengandung anasir perjuangan jangka pendek kelompok yang sedang dirersangkakan dan diusut oleh KPK, terkait kader KPK yang telah menjadi tersangka, tapi dimanfaatkan pula oleh calon di belakangnya. 

"Tadinya saya menyangka, mereka hanya akan berhenti setelah berhasil menekan Ketua KPK Firli Bahuri (FB), yang sekarang sedang menjadi tersangka kasus pemerasan kader partai pemilik salah satu jaringan media terbesar di Indonesia". 

Tetapi rupanya tidak berarti, dan terus terjadi penyerangan demi penyerangan kepada Presiden Jokowi dan akhirnya juga kepada capres yang terafiliasi dengan beliau, secara langsung atau tidak langsung.

"Maka pertanyaan saya adalah, apakah KPK sedang menjadi pusat orkestrasi baru untuk melawan Presiden Jokowi sebagaimana biasanya mereka secara langsung atau tidak, dipakai untuk melawan pemerintah. Bagaimana menurut Anda?" tanyanya.

Agus Rahardjo sebelumnya mengaku dimarahi Presiden Jokowi yang memintanya untuk menghentikan kasus e-KTP.

"Waktu kasus E-KTP saya dipanggil sendirian oleh presiden. Saya heran biasanya manggil berlima, kok ini sendirian, dan dipanggilnya juga bukan lewat ruang wartawan. Begitu saya masuk, presiden sudah marah. Karena baru saya masuk, beliau sudah teriak 'Hentikan'," cerita Agus dalam wawancara pada Kamis (30/11).

Agus mengaku awalnya merasa bingung maksud kata 'hentikan' yang diucapkan Jokowi. Namun kemudian Agus mengerti bahwa maksud Jokowi adalah agar dia dapat menghentikan kasus e-KTP yang menjerat Setnov.

"Saya heran yang dihentikan apanya. Setelah saya duduk, saya baru tahu kalau yang suruh hentikan adalah kasus Setnov, ketua DPR waktu itu, mempunyai kasus e-KTP," kata Agus.

Namun Agus mengaku tak menuruti perintah Jokowi untuk menghentikan pengusutan kasus Setnov mengingat Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) telah diterbitkan 3 minggu sebelumnya.