Kejagung Periksa Direktur PT Indoserena Dwimakmur, Ungkap Tersangka Korupsi PT SCC

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 9 Desember 2023 16:10 WIB
Kejaksaan Agung (Kejagung) Republik Indonesia (Foto: MI/Aswan)
Kejaksaan Agung (Kejagung) Republik Indonesia (Foto: MI/Aswan)

Jakarta, MI - Kejaksaan Agung (Kejagung) memeriksa Direktur PT Indoserena Dwimakmur berinisial A sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi rekayasa proyek fiktif pada PT Sigma Cipta Caraka (SCC) Tahun 2017–2018.

“Pemeriksaan saksi dilakukan untuk memperkuat pembuktian dan melengkapi pemberkasan dalam perkara dimaksud,” ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Ketut Sumedana, Jum'at (8/12).

Sebelumnya, Kejagung menetapkan 7 tersangka dalam kasus ini. Awalnya, Kejagung menetapkan 6 orang tersangka pada Kamis (11/5). Keenam tersangkanya, yakni Dirut PT GTS periode 2017–2020, TH; Direktur Operasi PT GTS periode 2016–2018, HP; Komisaris PT GTS periode 2014–2018, JA; Dirut PT Wisata Surya Timur (PT WST), RB;Komisaris PT Mulyo Joyo Abadi (MJA), AHP; dan Dirut PT Granary Reka Cipta (PT GRK), TSL.

Selepas itu, pada Selasa (16/5), Kejagung menetapkan Dirut PT GTS periode 2014–September 2017, BR, sebagai tersangka. Kejagung telah menahan ketujuh tersangka di atas untuk mempercepat proses penyidikan.

“Dengan ditetapkannya satu orang [SM sebagai] tersangka, maka jumlah tersangka dalam perkara ini sebanyak delapan orang,” katanya.

Direktur Penyidikan Pidsus Kejagung, Kuntadi, menjelaskan, pihaknya menetapkan para tersangka tersebut karena mereka bersama-sama secara melawan hukum membuat perjanjian kerja sama fiktif.

“Seolah-olah ada pembangunan apartemen, perumahan, hotel, dan penyediaan batu split dengan beberapa perusahaan pelanggan,” ujarnya.

Selanjutnya, kata Kuntadi, untuk mendukung pencairan dana, para tersangka menggunakan dokumen-dokumen pencairan fiktif, sehingga dengan dokumen tersebut berhasil ditarik dana dan terindikasi menimbulkan adanya kerugian keuangan negara sebesar Rp282.371.563.184 (Rp282,3 miliar).

Atas perbuatan tersebut, Kejagung menyangka kedelapan orang di atas melanggar Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Berita Terkait