Eks Gubernur Sultra Ali Mazi Ikut Terseret Dugaan Korupsi PT Antam Blok Mandiodo Konut

Aldiano Rifki
Aldiano Rifki
Diperbarui 18 Januari 2024 18:06 WIB
Eks Gubernur Sultra, Ali Mazi (Foto: Ist)
Eks Gubernur Sultra, Ali Mazi (Foto: Ist)

Jakarta, MI - Mantan Gubernur Sulawesi Tenggara (Sultra) Ali Mazi ikut disebut dalam perkara kasus tindak pidana korupsi (Tipikor) di PT Antam Blok Mandiodo Konawe Utara (Konut).

Dalam keterangannya Asintel Kejati Sultra Ade Hermawan mengatakan, Ali Mazi disebut terlibat dalam kasus tersebut berdasarkan keterangan beberapa saksi saat sidang di pengadilan negeri (PN) Tipikor Jakarta Pusat.

“Di PN Tipikor Jakarta Pusat dalam sidang perkara Tindak Pidana Korupsi pertambangan nikel di Blok Mandiodo ditemukan fakta adanya peran mantan Gubernur Sultra AM (Ali Mazi) dalam KSO Antara PT. Antam. TBK, Perusda Suitra dan PT. Lawu Agung Mining,” kata Asintel Kejati Sultra Kamis (18/1).

Kata Ade, dengan disebutnya Ali Mazi di kasus tersebut, majelis hakim meminta jaksa penuntut umum (JPU) untuk dihadirkan sebagai saksi di persidangan.

“Sehingga majelis hakim meminta penuntut umum untuk menghadirkan mantan Gubernur Sulawesi Tenggara AM sebagai saksi di persidangan,” ujar Ade.

Ade menambahkan bahwa saat ini penuntut umum sudah menjadwalkan dan mengirim surat panggilan kepada AM sebagai saksi untuk memberikan keterangan di persidangan berikutnya.

Diketahui dalam kasus ini, penyidik Kejati Sultra telah menetapkan 12 tersangka yakni HA selaku Manager PT Antam Konawe Utara, GL selaku Pelaksana Lapangan PT LAM, OS selaku Dirut PT LAM).

Kemudian, WAS selaku pemilik PT LAM, AA selaku Dirut PT KKP, SM selaku Kepala Geologi Kementrian ESDM, EVT selaku valuator RKAB, dan YB selaku kordinator Pokja Pengawasan Operasi Produksi Mineral Kementrian ESDM.

Serta, RJ selaku mantan Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM dan HJ sebagai Sub Koordinator RKAB Kementerian ESDM.

Dua tersangka lain, AS selaku kuasa Direktur PT Cinta Jaya dan RC selaku Direktur PT Tristaco Mineral Makmur. Selain itu, 1 tersangka inisial A juga ditetapkan sebagai tersangka perintangan penyidikan.

Adapun modus dugaan korupsi pertambangan ini menggunakan dokumen terbang untuk melakukan penjualan ore nikel ke smelter lain selain ke PT Antam.

Kasus ini berawal dari kerja sama operasi (KSO) antara PT Antam dan PT Lawu dan perusahaan daerah (Perusda) Sultra dengan luas area pertambangan 22 hektar di Blok Mandiodo yang merupakan lokasi izin usaha pertambangan (IUP) PT Antam.

Namun, dalam pelaksanaan kerja sama tersebut, hasil tambang nikel itu hanya sebagian kecil diserahkan ke PT Antam sebagai pemilik IUP.

Kemudian sisa dari hasil tambang lainnya langsung dijual ke pabrik smelter dengan menggunakan dokumen palsu.

Sejauh ini, penyidik baru menemukan dokumen PT KKP yang digunakan untuk penjual ore nikel ke smelter lain. Dari keseluruhan aktivitas penambangan di Blok Mandiodo menurut perhitungan sementara auditor telah merugikan keuangan negara sebesar Rp5,7 triliun.

Berita Terkait