Dewan Guru Besar UI Tidak akan Tinggal Diam Apabila Hukum dan Demokrasi Dirusak Demi Keuntungan Politik 5 Tahunan

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 2 Februari 2024 14:41 WIB
Dewan Guru Besar UI melakukan Deklarasi Kebangsaan di Gedung Rektorat UI, Jumat (2/2/2024).
Dewan Guru Besar UI melakukan Deklarasi Kebangsaan di Gedung Rektorat UI, Jumat (2/2/2024).

Jakarta, MI - Bertepan dengan hari Ulang Tahun (HUT) yang ke-74, Dewan Guru Besar Universitas Indonesia menyampaikan deklarasi damai atas kekhawatiran dari rusaknya kondisi hukum dan demokrasi Indonesia saat ini, di depan Gedung Rektorat UI, Jum'at (2/2).

Kelompok itu berisikan para guru besar dari 14 Fakultas di UI. 

"Kami guru besar dan dosen khususnya warga Indonesia ingin menyatakan seruan kampus perjuangan, kampus UI karena ini adalah tugas kami yaitu sebagai lembaga yang harus memberi menjadi mata air bagi masyarakat. Bukan hanya pengetahuan yang harus kami kasihkan, tapi pengetahuan yang bermanfaat buat masyarakat. Bukan buat kelompok-kelompok elite saja," tegas Ketua Dewan Guru Besar UI, Profesor Harkristuti Harkrisnowo.

Setidaknya 4 poin yang mereka sampaikan, meliputi kebebasan berekspresi, hak memilih tanpa diintimidasi, netralitas dari semua aparatur negara, dan ajakan untuk semua perguruan tinggi untuk awasi proses perhitungan suara.

Sementara itu, Guru Besar Antropologi Hukum FH UI, Profesor Sulistyowati Irianto, menjamin UI tidak akan tinggal diam apabila demokrasi Indonesia jadi dirusak demi keuntungan politik lima tahunan. "Kami tidak akan tinggal diam, kami Civitas Akademika UI akan terus mengawasi apa yang terjadi di luar sana," katanya.

Tak lupa, pasca menyampaikan deklarasi itu, para guru besar tersebut menyanyikan lagu 'Maju Tak Gentar' dengan suara yang lantang dan tangan yang dikepal.

Adapun deklarasi kebangsaan tersebut adalah sebagai berikut:

Pesan Kebangsaan Sivitas Akademika UI

Genderang Universitas Indonesia bertalu kembali

Kampus kami adalah kampus perjuangan, yang telah melahirkan para petarung yang berdiri paling depan dalam menghadapi berbagai peristiwa berat bangsa ini. 

Para pendahulu kami, bahkan telah menumpahkan darahnya, sebut saja Arif Rahman tahun 1965, Yun Hap di tahun 1998, dan tak terbilang pula mereka yang dipenjara tanpa pengadilan tahun 1974 dan 1978 karena menolak penguasa otoriter.

Sungguh pun tampak diam, seakan kami tenggelam dalam kerja-kerja akademik di ruang kelas, di ruang seminar, laboratorium, berdiam diri dalam tumpukan buku, atau menulis gagasan di ujung pena, kami tetap mewaspadai hidupnya demokrasi dan mewaspadai pula kedaulatan agar tetap di tangan rakyat.

Lima tahun terakhir, utamanya menjelang pemilu 2024 ini, kami kembali terpanggil untuk menabuh genderang, membangkitkan asa, dan memulihkan demokrasi negeri yang terkoyak.

Negeri kami tampak kehilangan kemudi akibat kecurangan dalam perebutan kuasa, nihil etika, menggerus keluhuran budaya serta kesejatian bangsa.
Kami, warga dan alumni Universitas Indonesia prihatin atas hancurnya tatanan hukum dan demokrasi.

Hilangnya etika bernegara dan bermasyarakat, terutama korupsi, kolusi, dan nepotisme yang telah menghancurkan kemanusiaan, dan merampas akses keadilan kepada kelompok-kelompok miskin terhadap berbagai hak yang berkaitan dengan kelayakan hidup.

Keserakahan atas nama pembangunan tanpa naskah akademik berbasis data, tanpa kewarasan akal budi dan kendali nafsu keserakahan, telah menyebabkan semakin punahnya sumberdaya alam hutan, air, kekayaan di bawah tanah dan laut, memusnahkan keanekaragaman hayati, dan hampir semua kekayaan bangsa kita.

Mereka lupa bahwa di dalam hutan, di pinggir sungai, danau dan pantai, ada orang ada manusia, ada flora dan fauna, dan keberlangsungan kebudayaan masyarakat adat, bangsa kita. Bangsa Indonesia.

Kami resah dan sekaligus geram atas sikap dan tindak para pejabat, elite politik dan hukum yang mengingkari sumpah jabatan mereka untuk menumpuk harta pribadi, menumpuk kekuasaan, membiarkan negara tanpa tata kelola dan digerus korupsi yang memuncak menjelang Pemilu.
Kami cemas kegentingan saat ini akan bisa menghancurkan masa depan bangsa dan ke-Indonesiaan kita.

Mr Soepomo, salah seorang perumus Konstitusi, UUD 45, Rektor UI tahun 1951-1954, pernah berpesan agar sivitas akademika Universiteit van Indonesia dengan otonomi atau kebebasan akademik yang melekat, dapat merebut kembali zaman keemasan Sriwijaya yang menjadi pusat ilmu pengetahuan dunia.

Maka, berdasarkan ruh kebebasan akademik yang kami punya, kami berdiri di sini mengajak sivitas akademika perguruan tinggi di seluruh tanah air, untuk segera merapatkan barisan guna mengawal pelaksanaan Pemilu yang adil, jujur dan bermartabat dengan:

1. Mengutuk segala bentuk tindakan yang. menindas kebebasan berekspresi
2. Menuntut hak pilih rakyat dalam pemilu dapat dijalankan tanpa intimidasi dan ketakutan
3. Menuntut agar semua ASN, Pejabat Pemerintah, ABRI dan Polri dibebaskan dari paksaan untuk memenangkan salah satu paslon.
4. Menyerukan agar semua perguruan tinggi di seluruh tanah air mengawasi dan mengawal secara ketat pelaksanaan pemungutan dan penghitungan suara di wilayah masing-masing.

Mari kita jaga bersama demokrasi dan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang kita cintai dan banggakan

Depok, 2 Februari 2024
Sivitas akademika Universitas Indonesia