KPK Panggil Bos Celana Dalam Hanan Supangkat, Kuak TPPU Syahrul Yasin Limpo

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 13 Maret 2024 12:24 WIB
Gedung KPK RI (Foto: MI/Aswan)
Gedung KPK RI (Foto: MI/Aswan)

Jakarta, MI - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali memanggil bos PT Mulia Knitting Factory Hanan Supangkat pada hari ini.

Direktur dari merek pakaian Rider tersebut akan diperiksa sebagai saksi terkait penyidikan kasus dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) eks Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL).

"Hari ini bertempat di Gedung Merah Putih KPK, tim penyidik menjadwalkan pemanggilan dan pemeriksaan saksi Hanan Supangkat (Swasta)," ujar Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Rabu (13/3/2024).

Selain Hanan Supangkat, tim penyidik juga memanggil satu saksi lain, yakni Agung Suganda, PNS Kementan.

Tim penyidik KPK telah menggeledah kediaman Hanan Supangkat di wilayah Kebon Jeruk, Jakarta Barat, Rabu (6/3/2024).

Dari sana, tim penyidik KPK mengamankan uang tunai dalam pecahan rupiah dan valuta asing (valas) dengan nilai mencapai Rp15 miliar.
Penyidik juga mengamankan barang bukti elektronik yang disita untuk keperluan proses hukum.

Selain itu, KPK turut mengantongi data dan informasi penting setelah menggeledah rumah Hanan Supangkat. Hanan Supangkat sebelumnya diperiksa KPK sebagai saksi pada Jumat (1/3/2024).

Waktu itu, penyidik KPK menyelisik komunikasi antara mantan Ketua Ferrari Owners Club Indonesia (FOCI)  tersebut dengan SYL.

Selain komunikasi dengan SYL, tim penyidik juga menyelisik dugaan adanya proyek Hanan Supangkat di Kementerian Pertanian.

"Benar, saksi Hanan S. (1/3) telah hadir memenuhi panggilan penyidik KPK sebagai saksi dalam perkara TPPU SYL," ujar Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Senin (4/3/2024).

"Penyidik mendalami pengetahuan saksi antara lain terkait komunikasi antara saksi dengan SYL dan juga dikonfirmasi mengenai informasi dugaan adanya proyek pekerjaannya di Kementan," lanjut Ali.

Ali mengatakan, keterangan Hanan memperjelas dugaan perbuatan rasuah SYL.

Saat ini tim penyidik KPK masih terus melengkapi semua informasi terkait pembuktian dugaan TPPU SYL.

KPK menetapkan Syahrul Yasin Limpo sebagai tersangka TPPU berkat pengembangan kasus dugaan pemerasan dan gratifikasi.

Dalam perkara pemerasan dan gratifikasi, Jaksa Penuntut Umum (JPU) telah mendakwa SYL. Politikus Partai NasDem itu didakwa melakukan pemerasan hingga mencapai Rp44,5 miliar selama periode 2020-2023.

Tindak pidana itu dilakukan SYL bersama-sama dengan Sekretaris Jenderal Kementan Kasdi Subagyono dan Direktur Alat dan Mesin Pertanian Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Kementan Muhammad Hatta.

Muhammad Hatta dulunya merupakan staf dan orang kepercayaan SYL saat menjabat Gubernur Sulawesi Selatan.  Sementara Kasdi Subagyono menjadi Sekretaris Jenderal Kementan menggantikan Momon Rusmono yang dicopot SYL karena "tidak sejalan".

"Terdakwa selaku Menteri Pertanian RI periode tahun 2019 sampai 2023 meminta, menerima atau memotong pembayaran kepada pegawai atau penyelenggara negara yang lain atau kepada kas umum, yaitu dari anggaran Sekretariat, Direktorat, dan Badan pada Kementerian RI sejumlah total Rp44.546.079.044," ujar Jaksa KPK Taufiq Ibnugroho saat membacakan surat dakwaan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Rabu (28/2/2024).

Sejak menjabat sebagai menteri, SYL mengumpulkan dan memerintahkan Imam Mujahidin Fahmid (Staf Khusus), Kasdi, Hatta, dan Panji Harjanto (ajudan) untuk melakukan pengumpulan "uang patungan" atau "sharing" dari para pejabat eselon I di Kementan RI. 

Uang itu disebut untuk kepentingan pribadi SYL dan keluarga. Selain itu, SYL juga menyampaikan ada jatah 20 persen dari anggaran di masing-masing Sekretariat, Direktorat, dan Badan pada Kementan RI.

"Terdakwa juga menyampaikan kepada jajaran di bawahnya apabila para pejabat eselon I tidak dapat memenuhi permintaan terdakwa tersebut, maka jabatannya dalam bahaya, dapat dipindahtugaskan atau di-non job-kan oleh terdakwa, serta apabila ada pejabat yang tidak sejalan dengan hal yang disampaikan terdakwa tersebut agar mengundurkan diri dari jabatannya," kata jaksa.

Jaksa mengungkapkan uang puluhan miliar tersebut di antaranya untuk kepentingan istri dan keluarga SYL; kado undangan; Partai NasDem; acara keagamaan; charter pesawat; bantuan bencana alam atau sembako; keperluan ke luar negeri; umrah; dan kurban.

SYL disangkakan melanggar Pasal 12 huruf e atau Pasal 12 huruf f jo Pasal 18 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.

Selain itu, SYL bersama Kasdi dan Hatta juga didakwa menerima gratifikasi dianggap suap sejumlah Rp40.647.444.494 sepanjang Januari 2020 sampai dengan Oktober 2023.

Dalam surat dakwaan jaksa KPK, uraian mengenai delik gratifikasi sama dengan kasus dugaan pemerasan. SYK dkk tidak melaporkan penerimaan tersebut ke KPK dalam waktu 30 hari kerja.

Perbuatan terdakwa tersebut haruslah dianggap pemberian suap karena berhubungan dengan jabatan terdakwa selaku Menteri Pertanian RI Tahun 2019-2023 sebagaimana diatur dalam Pasal 12C ayat 1 dan 2 UU Tipikor. Dan SYL juga didakwa melanggar Pasal 12 B jo Pasal 18 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.