Duit Panas SYL Mengalir ke NasDem, Berani Merapat ke KPK?

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 13 Maret 2024 13:09 WIB
Partai Nasional Demokrat (NasDem) (Foto: MI/Aswan)
Partai Nasional Demokrat (NasDem) (Foto: MI/Aswan)

Jakarta, MI - Kasus dugaan korupsi mantan Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo (SYL) di Lingkungan Kementerian Pertanian (Kementan) terus dikembangkan Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK.

Setidaknya ada tiga kluster dalam kasus yang menyeret mantan politikus partai Nasional Demokrat (NasDem) itu, yakni pemerasan dalam jabatan, dugaan penerimaan gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU). 

Dalam klaster pemerasan di Kementan, KPK telah menetapkan dan menahan tiga orang tersangka. Para tersangka itu adalah Syahrul Yasin Limpo, Kasdi Subagyono selaku Sekjen Kementan dan Muhammad Hatta selaku Direktur Alat dan Mesin Pertanian Kementan.

Baru-baru ini SYL bersama Kasdi dan Hatta didakwa menerima gratifikasi dianggap suap sejumlah Rp40.647.444.494 sepanjang Januari 2020 sampai dengan Oktober 2023.

Dalam surat dakwaan jaksa KPK, uraian mengenai delik gratifikasi sama dengan kasus dugaan pemerasan. SYK dkk tidak melaporkan penerimaan tersebut ke KPK dalam waktu 30 hari kerja.

Perbuatan terdakwa tersebut haruslah dianggap pemberian suap karena berhubungan dengan jabatan terdakwa selaku Menteri Pertanian RI Tahun 2019-2023 sebagaimana diatur dalam Pasal 12C ayat 1 dan 2 UU Tipikor. Dan SYL juga didakwa melanggar Pasal 12 B jo Pasal 18 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.

Tak sampai disitu, saat ini tim penyidik KPK masih terus melengkapi semua informasi terkait pembuktian dugaan TPPU SYL. Pun KPK menetapkan SYL sebagai tersangka TPPU berkat pengembangan kasus dugaan pemerasan dan gratifikasi tersebut.

Melengkapi bukti dan berkas perkara TPPU itu, KPK menjadwalkan pemanggilan terhadap Wakil Ketua Komisi III DPR RI, Ahmad Sahroni. Dia dipanggil untuk menghadiri pemeriksaan pada pekan depan, Jumat (22/3).

"Dijadwalkan Jumat, 22 Maret," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK, Ali Fikri, Rabu (13/3/2024).

Ali mengungkapkan, jadwal tersebut sesuai dengan permintaan Sahroni. Sehingga ia diharapkan dapat memenuhi panggilan pemeriksaan itu. 

"(Penjadwalan ulang) sebagaimana konfirmasi dari yang bersangkutan. Kami meyakini yang bersangkutan akan hadir sebagai saksi dalam perkara tersebut," jelas Ali.

Sebelumnya, KPK memanggil Ahmad Sahroni untuk diperiksa dalam kasus ini pada Jumat (8/3). Namun, Bendahara Umum Partai NasDem itu mengaku tidak bisa hadir dan meminta penundaan pemeriksaan dirinya. "Saya enggak bisa datang hari ini," kata Sahroni kepada wartawan saat dikonfirmasi, Jumat (8/3/2024).

Sahroni mengklaim baru menerima surat pemanggilan dirinya sebagai saksi dalam kasus tersebut. Dia pun memastikan telah mengirimkan surat penundaan pemeriksaan ke KPK.  "Saya sudah berkirim surat ke KPK untuk penundaan karena suratnya (dari KPK) baru kemarin datang," jelas Sahroni.

Duit Panas Mengalir ke NasDem

Sejumlah uang hasil pemerasan SYL, disinyalir mengalir ke partai NasDem sejumlah Rp40 juta dari total keseluruhan Rp44,5 miliar. Dana ini diduga tidak hanya bersumber dari pemerasan tetapi juga dari gratifikasi.  

Meski dana yang mengalir ke partai besutan Surya Paloh tersebut tak seberapa, tetapi kasus ini membuka mata publik terkait pertanggungjawaban pidana partai politik yang diseret ke pusaran dugaan korupsi.

Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman mengatakan, untuk mengusut keterlibatan NasDem harus melalui proses pembuktian yang akurat.

Ia menjelaskan, pembuktian itu mesti bersandar pada seberapa tahu NasDem akan sumber uang yang diterima dari SYL. Kalau ternyata NasDem tak tahu apa-apa, maka tidak bisa serta-merta dimintai pertanggungjawaban pidana.

Menurut Boyamin, banyak partai di Indonesia menerima sumbangan dari para kadernya, dan beberapa partai justru menerima duit dari sumber yang diduga berasal dari korupsi.   

"Saya punya catatan beberapa memang menerima sumbangan. Dan ada bahkan yang diketahui bahwa itu duit panas, dari penyumbangnya terlibat dugaan korupsi," kata Boyamin saat dikonfirmasi Monitorindonesia.com, Rabu (13/3/2024).

Kecil kemungkinan, kata dia, NasDem diseret dalam kasus ini. Apalagi SYL adalah pejabat negara yang telah dua kali menjadi Bupati, dua kali menjadi Gubernur dan terakhir mengisi jabatan menteri Jokowi-Maruf. Lanjut Boy sapaannya, dengan jabatan yang mentereng tersebut, kata Boyamin NasDem menilai itu sebagai sumbangan biasa sehingga tidak dimintai keterangan akan sumber dana.

Terlebih lagi, NasDem memiliki beberapa pejabat tinggi selevel menteri yang mungkin saja bisa menyumbang lebih dari 40 juta ke partainya. "Yasin Limpo itu kan sudah bupati 2 kali, gubernur 2 kali jadi menteri rasanya kalau nyumbang partainya yang mengangkat dia jadi menteri 40 juta itu ya bahkan masih dianggap kecil," katanya.

Terkait pengembalian kerugian negara, dia menjelaskan, semestinya NasDem mengembalikannya sejak awal, waktu masih penyelidikan atau maksimal penyidikan di KPK. "Kalau memang mau niat mengembalikan," tegas Boyamin.

Namun demikian, belum ada kata terlambat. "Sebagai bentuk itikad baik dari partai NasDem, kita hormati dan malah saya meminta segera aja kalau memang mau dikembalikan supaya recovery semakin maksimal untuk pengembalian kerugian negara," tegasnya. 

Boy pun mengkritik fenomena ini sebagai bentuk dari sistem tata kelola partai yang belum mandiri di Indonesia. Ia mengatakan, sumber dana partai di Indonesia, masih bergantung sepenuhnya pada sumbangan kader. "Bahayanya, kalau dana yang diperoleh hasil dari korupsi atau bermasalah, partai, mau tak mau harus dimintai klarifikasi," tegas Boy.

Demikian dengan NasDem, tambah Boy, walaupun kemungkinannya sangat kecil untuk dimintai pertanggungjawaban pidana, tetapi, kedepan akan sangat bergantung fakta-fakta persidangan. "Tapi kalau kemudian ke depanya itu, dari fakta persidangan bahwa 'partai NasDem' sebenarnya tahu duit ini diduga dari hasil korupsi, partai Nasdem pada posisi bisa dimintai pertanggungjawaban hukum," demikian Boyamin Saiman.

Kendati demikian, Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Nasdem Hermawi Taslim menyatakan, bisa jadi sumbangan SYL terhadap salah satu acara Nasdem itu adalah hal biasa dan sumbangan tidak hanya diperoleh dari SYL, namun banyak dari kader lain.

"Kami kan enggak mungkin bertanya sama penyumbang soal asal usul sumbangannya. Sebagai kader, biasa saja kalau seseorang menyumbang," ucap Hermawi, Kamis (29/2/2024).

Menurut Hermawi, dakwaan tersebut masih tuduhan awal dan belum terbukti. Hal tersebut karena sumbangan kader pun bervariasi dari asal dana dan jumlahnya. Dia bahkan mengaku dirinya pernah menyumbang ke Partai Nasdem dengan jumlah yang lebih besar, namun tidak ditanya asal-usul dana tersebut.

"Sumbangan kader ya biasa bervariasi, saya juga kalau nyumbang, bahkan lebih besar dari jumlah di atas, enggak ditanya asal usulnya. Saya enggak pernah mengatakan ada dana korupsi yang mengalir ke Nasdem, kita tidak pernah nanya asal usul dana partisipasi kader," jelasnya.

Hermawi menyebut bahwa dakwaan yang dikenakan pada SYL dalam sidang pembacaan awal pada Rabu (28/2/2024) baru berupa tuduhan. Sehingga belum pasti kebenarannya. "Dakwaan kan tuduhan awal, belum dibuktikan," ungkapnya. (an)