Transaksi Abal-abal Jasindo-Pelni, Penyidikan KPK Terkam Siapa?

Aldiano Rifki
Aldiano Rifki
Diperbarui 2 Juli 2024 20:24 WIB
KM Kelimutu milik PT Pelni (Foto: Ist/Ant)
KM Kelimutu milik PT Pelni (Foto: Ist/Ant)

Jakarta, MI - Lagi-lagi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membongkar dugaan korupsi dengan nilai kerugian negara miliaran rupiah di badan usaha milik negara (BUMN). Kali ini dugaan rasuah terjadi di PT Asuransi Jasa Indonesia (Jasindo).

Kasus yang pertama, dugaan korupsi terkait pembayaran agen PT Jasindo tahun 2017-2020. Kasus tersebut ditaksir merugikan keuangan negara hingga  Rp36 miliar.

Kasus yang kedua, terkait dengan pembayaran komisi terhadap asuransi perkapalan milik PT Pelayaran Nasiona Indonesia (Pelni) (Persero) Tahun 2015-2020. Taksiran kerugian negaranya sekitar Rp9 miliar.

Jika ditotal, jumlah kerugian keuangan negara dari kasus tersebut mencapai Rp45 miliar. Namun, jumlah tersebut belum final.

Modus kasus ini tidaklah rumit. Pada awal Januari 2024 lalu, Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri telah mengungkapkan kasus di PT Jasindo dengan PT Pelni itu ke publik. 

Ali menyebutkan, dalam kasus itu, KPK menduga ada kerugian negara timbul akibat pembayaran abal-abal atau palsu. “Mengakibatkan timbulnya kerugian keuangan negara mencapai belasan miliar rupiah,” kata Ali, Selasa (9/1/2024).

Ali menuturkan, pembayaran asuransi itu terkait jaminan asuransi kapal tenggelam, terbalik, terbakar dari rangka, dan isi kapal yang disebut sebagai asuransi Marine Hull. Seperti jaminan kapal tenggelam, terbalik, terbakar dari rangka dan isi kapal.

"Termasuk pula asuransi wreck removal and pollution, jaminan asuransi untuk pengangkatan kapal tenggelam dan pencemaran laut," kata Ali.

Dalam kasus korupsi di PT Pelni, KPK sebelumnya mengumumkan tengah memulai penyidikan kasus tersebut pada Januari 2024. Asuransi yang menjadi pokok perkara kasus korupsi tersebut diduga menggunakan PT Jasindo.

Lembaga anti rasuah itu telah mengeluarkan surat pemberitahuan penyidikan pada Januari 2024 lalu. Namun para tersangka belum diumumkan. Pada biasanya, KPK mengumumkan tersangka dibarengi dengan pemakaian rompi tahanan.

Juru Bicara (Jubir) KPK, Tessa Mahardika Sugiarto menegaskan pemeriksaan saksi maupun tersangka dalam sebuah kasus rasuah itu tergantung daripada kawan-kawan penyidik. "Pemanggilan saksi/tersangka bergantung kepada kebutuhan Penyidik dalam rangka pemenuhan unsur perkara yang sedang ditangani," kata Tessa kepada Monitorindonesia.com, dikutip pada Selasa (2/6/2024).

Berdasarkan informasi yang didapatkan Monitorindonesia.com, tersangka awal dalam kasus ini diduga berjumlah 4 orang. Mereka adalah Eko Yuni Triyanto (Manager Manajemen Resiko Biro Enterprise Risk Management dan Litbang PT Pelni), Untung Hadi Santosa (Direktur Pemasaran dan Korporasi PT Jasindo), Yohanes Priyo Iriantono (swasta), dan Zulchaibar (swasta).

Adapun KPK pada awal tahun, tepatnya pada Jumat (19/1/2024) mengagendakan pemeriksaan terhadap mantan pejabat PT Pelni dan PT Jasindo.

Mereka yaitu Eko Yuni Triyanto, eks Manager Enterprise Risk Management PT Pelni dan Eko Wari Santoso, Direktur Pemasaran Korporasi PT Jasindo tahun 2012–Agustus 2013. Keduanya masuk sebagai daftar saksi terkait penyidikan kasus dugaan korupsi pengadaan barang dan jasa terkait asuransi keselamatan pelayaran di PT Pelni itu.

"Bertempat di Gedung Merah Putih KPK, tim penyidik menjadwalkan pemanggilan dan pemeriksaan saksi-saksi," kata Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Jumat (19/1/2024).

Tim penyidik KPK juga memanggil tiga karyawan Jasindo untuk bersaksi, yakni Agil Suhendra, Aang Wahyudin, dan Ika Dwinita Sofa. Kemudian ada seorang pegawai PT Asuransi Purna Artanugraha (Aspan) bernama Herry Setianto yang juga ikut dipanggil penyidik KPK.

Senayan pertanyakan temuan BPK
Anggota Komisi XI DPR RI Fraksi Nasdem Fauzi Amro, mempertanyakan soal temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas dugaan kasus korupsi di  PT Pelni itu.

"Karena kita ini bermitra dengan BPK, ada beberapa catatan kami tentang temuan BPK yang gak tau Ibu sudah selesaikan apa belum tentang dugaan korupsi asuransi perkapalan ini," tanya Fauzi kepada Dirut PT Pelni Tri Andayani dalam rapat dengar pendapat (RDP) dengan beberapa instansi lainnya di ruang rapat Komisi XI DPR, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (2/7/2024). 

Berdasarkan penuturannya, bahwa dugaan korupsi asuransi fiktif yang merambah PT Pelni itu sudah terjadi sejak tahun 2015-2022. "Tentang dugaan korupsi asuransi perkapalan ini, temuan BPK di tahun 2015-2022 dan kasus ini Pak Dirjen juga belum selesai," ungkapnya. 

Pun, di mempertanyakan kepada Dirut PT Pelni, apakah dugaan kasus korupsi yang tengah diusut oleh KPK itu akan berdampak pada Penyertaan Modal Negara (PMN) ke PT Pelni. 

"Nah apakah ini akan berimplikasi terhadap PMN ke depan silahkan Ibu jawab sendiri. Tapi kalau dari komisi XI dari sisi keuangannya, temuan BPK wajib Ibu selesaikan apapun ceritanya kalau gak akan berurusan dengan APH," tegasnya. 

Temuan BPK
2016: Pemenuhan standar pelayanan minimal di atas kapal belum memadat; Kasur penumpang rusak; Dapur belum memadai; Life jacket tidak tersedia dan Fasilitas kamar mandi rusak.

2017: Belum menyusun ketentuan yang mengatur satuan dasar unit muatan serta peraturan pengelolaan dan penatausahaan suku cadang kapal barang rekondisi dan barang non mesin; Sistem informasi belum dapat menyajikan informasi yang akurat; Jumlah kunjungan di daerah-daerah yang seharusnya disinggahi kapal PT Pelni berkurang dan Kurang cermat dalam merencanakan jumlah voyage.

2018: Tidak melakukan pemeriksaan bagasi barang penumpang pada kapal penumpang dan kapal perintis secara memadai dan Kesiapan kapal dalam rangka bongkar muat barang belum memadai.

2019: Pengadaan dan pengelolaan bahan makanan tidak memadai dan Terdapat kelebihan pembayaran PT Pelni kepada PT PIDC sebesar Rp26,21 miliar.

2020: Pertanggungjawaban subsidi Public Service Obligation (PSO); Berpotensi tidak tepat dalam mengelompokan komponen biaya yang dapat diperhitungkan atau tidak dapat diperhitungkan dalam penyelenggaraan PSO bidang angkutan laut untuk penumpang kelas ekonomi; Berpotensi terjadi dispute dalam proses verifikasi komponen blaya yang diperhitungkan dan penilaian kewajaran dan Dana PSO yang ditagihkan kurang memenuhi aspek efisiensi keuangan negara.

Sementara itu, Direktur Utama PT Pelni Tri Andayani mengungkapkan ada 12 kapal Pelni, yang telah melewati batas usia operasi.

Perusahaan membutuhkan dana Penyertaan Modal Nasional (PMN) sekitar Rp1,5 triliun untuk pengadaan satu kapal penumpang baru. 

Karenanya, PMN yang diberikan disebut bakal mendukung pengadaan kapal baru. Tri juga memastikan Pelni terbuka melakukan pengadaan, baik dari dalam maupun luar negeri.

Rencananya, PMN usulan pemerintah sebesar Rp500 miliar akan digunakan untuk pengadaan satu kapal baru, menggantikan satu kapal yang telah melewati batas usia operasi.

Total kapal yang telah melewati usia operasi itu setara 46% dari total kapal yang dimiliki Pelni, yakni sebanyak 26 kapal penumpang. Penggantian kapal tua itu, kata Tri, dinilai perlu untuk meningkatkan efisiensi serta meningkatkan keamanan dan kenyamanan penumpang.

"Makin bertambah umur teknis kapal, tentu akan memberikan dampak risiko yang semakin meningkat pada aspek keselamatan dan dampak inefisiensi yang semakin meningkat pada aspek operasional dan aspek teknis yang pada akhirnya meningkatkan beban PSO (Public Service Obligation) bagi pemerintah" jelasnya.

Pelni dukung KPK
Kepala Kesekretariatan Perusahaan Pelni Evan Eryanto mengatakan pihaknya siap mendukung upaya penegakan hukum yang dilakukan KPK.

"Kami sepenuhnya mendukung dan siap bekerja sama dengan KPK untuk menegakkan hukum sebagaimana yang berlaku di negara ini," terang Evan katanya dalam keterangan resmi, Rabu (10/1/2024).

Evan menambahkan PELNI sebagai BUMN mengedepankan integritas dan profesionalisme dalam menjalankan bisnis. Karenanya, diharapkan seluruh pegawai PELNI memiliki mental yang positif dan menghindari praktik negatif yang bertentangan dengan hukum.

"Untuk menegakkan tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance), PELNI telah memiliki pedoman pencegahan korupsi, antara lain pedoman pelaporan pelanggaran (whistle blowing system), pedoman pengendalian gratifikasi dan unit pengendalian gratifikasi," katanya.

KPK melakukan penyidikan kasus dugaan korupsi terkait pembayaran komisi untuk asuransi perkapalan milik Tahun Anggaran 2015-2020. Sudah ada tersangka yang ditetapkan dalam kasus tersebut. Namun, KPK belum mengumumkannya.

"Kami mengonfirmasi betul KPK saat ini telah memulai proses penyidikan perkara dugaan korupsi terkait dengan pembayaran komisi untuk asuransi perkapalan milik PT PELNI (Persero) Tahun Anggaran 2015-2020," ujar Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (9/1/2024).

Ali mengatakan diduga terdapat perbuatan melawan hukum yang merugikan keuangan negara. KPK, terang dia, menerapkan Pasal 2 dan atau Pasal 3 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) dalam kasus ini.

"Ini modusnya adalah dugaan melawan hukum, Pasal 2 atau Pasal 3 yang diduga merugikan keuangan negara. Sejauh ini sebagai bukti permulaan terkait dengan kerugian keuangan negara, terus nanti kami kembangkan lebih jauh pada proses penyidikan yang sedang kami lakukan," tandas Ali.

Adapun PT Pelni merupakan BUMN yang bergerak di bidang pelayaran. Perusahaan ini mengoperasikan armada kapal penumpang, kapal ferry cepat dan armada kapal barang, termasuk 8 Kapal Tol Laut yang menjadi program Presiden Jokowi. (wan)

Topik:

KPK Jasindo Pelni