Dituding Merekayasa Harga Impor Beras, Bulog Ngeles!

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 4 Juli 2024 20:50 WIB
Bongkar muat beras bulog impor.
Bongkar muat beras bulog impor.

Jakarta, MI - Direktur Supply Chain dan Pelayanan Publik Perum Bulog Mokhamad Suyamto memaparkan awal mula dugaan mark up atau merekayasa jumlah impor beras yang diduga dilakukan oleh Perum Bulog. Kasus ini akhirnya berbuntut pada laporan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Suyamto mengungkapkan dugaan ini mencuat ketika salah satu perusahaan Vietnam bernama Tan Long Group memberikan penawaran untuk 100.000 ton beras seharga US$538 juta per ton dengan skema Free on Board (FOB); serta US$573 juta per ton dengan skema Cost, Insurance, and Freight (CIF).

Namun, menurut dia, perusahaan Vietnam tersebut ternyata entitas yang pernah mendaftarkan dirinya menjadi salah satu mitra dari Perum Bulog pada kegiatan impor, tapi tidak pernah memberikan penawaran harga kepada Bulog.

"Perusahaan Tan Long Vietnam yang diberitakan memberikan penawaran beras, sebenarnya tidak pernah mengajukan penawaran harga sejak bidding tahun 2024 dibuka. Jadi tidak memiliki keterikatan kontrak impor dengan kami pada tahun ini," jelas Suyamto, Kamis (4/7/2024).

Lebih lanjut, ia menjelaskan Perum Bulog masih akan memperhitungkan total biaya demurrage yang harus dibayarkan, termasuk dengan melakukan negosiasi ke pihak Pelindo, pertanggungan pihak asuransi serta pihak jalur pengiriman. 

Bulog memperkirakan demurrage yang akan dibayarkan dibandingkan dengan nilai produk yang diimpor tidak lebih dari 3%.

Sebagai catatan, Perum Bulog kini tengah mendapatkan penugasan untuk mengimpor beras dari Kementerian Perdagangan, sebesar 3,6 juta ton pada 2024. Periode Januari-Mei 2024, jumlah impor telah mencapai 2,2 juta ton.

Adapun Impor ini dilakukan oleh Perum Bulog secara bertahap dengan melihat neraca perberasan nasional dan penyerapan beras dan gabah dalam negeri.

"Kami terus menjaga komitmen untuk tetap menjadi pemimpin rantai pasok pangan yang tepercaya sehingga bisa berkontribusi lebih bagi kesejahteraan masyarakat Indonesia dan hal ini tentunya sesuai dengan ke-4 visi transformasi kami."

Terkait demurrage, dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi IV DPR RI belum lama ini, Direktur Utama Perum Bulog, Bayu Krisnamurthi, menegaskan bahwa demurrage atau keterlambatan bongkar muat adalah bagian dari risiko yang tidak bisa dihindari dalam kegiatan ekspor impor.

"Demurrage merupakan biaya yang sudah harus diperhitungkan dalam kegiatan ekspor impor. Adanya biaya demurrage menjadi konsekuensi logis dari kegiatan tersebut. Kami selalu berusaha meminimumkan biaya demurrage dan itu sepenuhnya menjadi bagian dari perhitungan pembiayaan perusahaan pengimpor atau pengekspor," ujar Bayu Krisnamurthi dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi IV DPR pada Kamis (20/6/2024).

Diberitakan sebelumnya, Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Arief Prasetyo Adi dan Direktur Utama Perum Bulog dilaporkan ke KPK oleh Studi Demokrasi Rakyat (SDR) pada Rabu (3/7/2024) kemarin, lantaran diduga menyebabkan kerugian negara hingga Rp2,9 triliun yang berasal dari dugaan penggelembungan dana atau mark up pada biaya impor 2,2 juta ton beras senilai Rp2,7 triliun.

Selain itu, keduanya juga dilaporkan karena melakukan dugaan kerugian negara lainnya akibat demurrage atau denda di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta dan Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya. Hingga akhir Juni 2024, kedua lembaga dinilai merugikan negara hingga Rp294,5 miliar.