DPD RI Minta BPK Audit Penggunaan Anggaran Jalan Trans Papua Barat

Dhanis Iswara
Dhanis Iswara
Diperbarui 4 Juli 2024 16:35 WIB
Anggota DPD RI asal Papua Barat, Filep Wamafma (Foto: MI/Dhanis)
Anggota DPD RI asal Papua Barat, Filep Wamafma (Foto: MI/Dhanis)

Jakarta, MI - Anggota DPD RI asal Papua Barat, Filep Wamafma, mendorong Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI untuk mengaudit penggunaan anggaran pembangunan jalan trans Papua Barat. Hal itu disampaikan Filep saat dirinya bersama Anggota DPR RI dapil Papua Barat Daya, Robert J. Kardinal, mengikuti rapat kerja dengan BPK RI sekaligus menyerahkan surat permohonan kepada BPK RI untuk melakukan audit terhadap beberapa hal, pada Rabu (3/7/2024). "Kita minta kepada BPK RI untuk mengaudit dugaan kerugian negara akibat jalan trans Papua Barat," kata Filep di Gedung BPK RI, Jakarta, kemarin. "Karena ini merupakan program strategis nasional kita minta kepada BPK RI juga untuk melakukan audit terhadap program-program strategis otonomi daerah," tambahnya. Sebab kata Filep, jangan sampai kemudian negara mengalami kerugian yang bakal berdampak bukan hanya kepada anggaran negara, tapi juga berdampak kepada pelayanan publik di Papua Barat secara khusus. Selain itu, kata Filep dirinya juga mendorong BPK RI untuk mengaudit BP Tangguh dan SKK Migas dalam penggunaan dana cost recovery. "Kepada BPK RI untuk melakukan audit penggunaan terhadap dana cost recovery yang digunakan oleh BP tangguh dan SKK Migas dalam program-program CSR," ujarnya. Lebih lanjut, kata Filep, ia juga meminta BPK RI untuk melakukan audit terhadap dana otonomi khusus (Otsus) Papua yang dinilai masih belum berdampak positif bagi masyarakat adat. "Saya minta kepada BPK RI untuk melakukan audit terhadap dana otonomi khusus (Otsus) yang diperuntukkan 10 persen dari sumber DBH (Dana Bagi Hasil) Migas bagi masyarakat adat," kata Filep. Kata Filep, sejak Undang-Undang (UU) Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otsus bagi Provinsi Papua itu disahkan, ada namanya kebijakan afirmasi terhadap masyarakat adat Papua sebesar 10 persen dari DBH Migas. Anggaran sebesar 10 persen itu kata Filep, diperuntukkan untuk provinsi dan kabupaten-kabupaten yang ada di Papua Barat dan juga di Papua Barat Daya sebagai daerah penghasil sumber daya alam gas. "Kita memantau dan melihat ternyata belum ada dampak signifikan, terutama implementasi distribusi DBH Migas 10 persen bagi masyarakat adat. Nah, hal ini tentu kita juga minta kepada BPK RI untuk melakukan audit kepada DBHH Migas," ujarnya. "Mudah-mudahan BPK RI bisa menjawab itu. Tadi dalam penjelasan BPK RI kepada saya, bahwa mereka akan sangat mendukung dan mereka juga sudah melakukan audit itu, dan mereka juga akan melakukan audit lagi sesuai surat permohonan yang kita sampaikan kepada mereka," jelasnya. Sebab itu kata Filep, audit tersebut menjadi sangat penting agar negara tidak terus-menerus mengalami kerugian, dan para pelaku penggelapan uang negara dapat segera ditindak secara hukum. "Dalam rangka memberikan jaminan bahwa keuangan negara itu digunakan dengan baik dan benar, dan siapapun yang melakukan pelanggaran terhadap penggunaan anggaran daerah atas nama rakyat wajib mendapat penindakan hukum sehingga ada efek jera," pungkasnya.