KPK Sebut Korupsi di LPEI  Rugikan Negara Rp 3,451 Triliun

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 19 Maret 2024 21:35 WIB
KPK RI (Foto: MI/Aswan)
KPK RI (Foto: MI/Aswan)

Jakarta, MI - Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK menyebut kerugian keuangan negara pada kasus dugaan korupsi di Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) yang melibatkan 3 perusahaan terindikasi fraud mencapai Rp 3,4 triliun.

"Kerugian dari PT PE dengan nilai kerugian Rp 800 miliar, PT RII sebesar Rp 1,6 triliun, dan PT SMJL sebesar Rp 1,051 triliun. Sehingga yang sudah terhitung dari 3 korporasi penyaluran kredit PT LPEI ini sebesar Rp3,451 triliun," kata Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron dalam konferensi pers di gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Selasa (19/3/2024).

Di sisi lain, kasus dugaan korupsi di LPEI ternyata sudah terlebih dahulu ditangani KPK. Ghufron mengatakan KPK menerima laporan dari masyarakat pada 10 Mei 2023. Laporan tersebut kemudian naik ke tahap penyelidikan pada 13 Februari 2024.

"Dan hari ini, KPK meningkatkan proses lidik dari dugaan penyimpangan atau dugaan tindak pidana korupsi dalam pemberian fasilitas kredit dari LPEI ini menjadi berstatus penyidikan," ujarnya.

"KPK perlu menegaskan telah meningkatkan status penanganan perkara dugaan penyimpangan ataupun korupsi pada penyaluran kredit dari LPEI naik pada status penyidikan," lanjutnya.

Namun, proses pengumuman ini tidak seperti yang biasa dilakukan KPK. Biasanya, KPK mengumumkan proses penyidikan dengan menetapkan tersangka.

"Dalam perkara ini, kami memutuskan untuk merilis dan mengumumkan status penyidikan perkara pada hari ini sebelum menetapkan tersangkanya," tandasnya.

Sebelumnya, Menkeu Sri Mulyani Indrawati melaporkan empat debitur bermasalah yang terindikasi fraud ke Kejaksaan Agung RI senilai Rp 2,5 triliun dalam kasus dugaan korupsi di Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI).

Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin menyampaikan, kredit ini terdiri dari beberapa tahapan (Batch), dengan batch pertama yang terdiri dari 4 perusahaan terindikasi fraud dengan total sebesar Rp 2,504 triliun.

Perusahaan tersebut antara lain PT RII sebesar Rp 1,8 triliun, PT SMS sebesar Rp216 miliar, PT SPV sebesar Rp144 miliar dan PT PRS sebesar Rp 305 miliar.

“Terhadap perusahaan tersebut, akan diserahkan kepada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (JAM PIDSUS) untuk ditindaklanjuti pada proses penyidikan,” ujar Burhanuddin dalam konferensi pers, Senin (18/3/2024).

Burhanuddin menambahkan, akan ada batch kedua yang terdiri dari 6 perusahaan yang terindikasi fraud senilai Rp 3 triliun dan Rp 85 miliar masih dalam proses pemeriksaan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dan akan diserahkan kepada Jaksa Agung Muda Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara (JAM DATUN) dalam rangka recovery asset.

Jaksa Agung mengingatkan kepada perusahaan-perusahaan debitur Batch 2 agar segera menindaklanjuti kesepakatan dengan JAM DATUN, BPKP, dan Inspektorat Kementerian Keuangan. Hal ini agar nantinya tidak berlanjut kepada proses pidana. 

Untuk diketahui, laporan kredit LPEI ini terdeteksi pada tahun 2019 dan sampai saat ini para debitur perusahaan tersebut statusnya belum ditentukan. Perusahaan-perusahaan debitur tersebut bergerak pada bidang kelapa sawit, batu bara, perkapalan dan nikel. 

Sementara itu, Sri Mulyani menyampaikan, kunjungan kali ini merupakan bentuk sinergi Kementerian Keuangan dan Kejaksaan Agung dalam penegakan hukum terkait dengan keuangan negara. Hal ini serupa dengan penanganan perkara dalam Satgas BLBI. 

Sri Mulyani mengatakan, LPEI akan terus melakukan penelitian terhadap kredit-kredit bermasalah. Selain itu, LPEI juga akan terus bekerja sama dengan JAM DATUN, BPKP RI, dan Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan dalam satu Tim Terpadu.

“Negara tetap mendukung LPEI melaksanakan perannya meningkatkan ekspor Indonesia dengan menerapkan tata kelola yang baik, zero tolerance terhadap segala bentuk pelanggaran hukum agar peran strategisnya berjalan optimal sesuai mandat Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2009,” jelas Sri Mulyani.