Kejagung Dalami Penyaluran CSR, Dalih Helena Lim di Kasus Korupsi Timah

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 26 Maret 2024 21:29 WIB
Dirdik Jampidsus Kejagung, Kuntadi (Foto: Dok MI)
Dirdik Jampidsus Kejagung, Kuntadi (Foto: Dok MI)

Jakarta, MI - Kejaksaan Agung (Kejagung) tengah mendalami dalih penyaluran Corporate Social Responsibility (CSR) yang dilakukan oleh crazy rich Helena Lim yang merupakan tersangka ke-15 dalam kasus dugaan korupsi tata niaga komoditas timah wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk tahun 2015-2022.

Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung, Kuntadi, menyatakan Helena Lim berdalih demikian hanya untuk keuntungan pribadi dan para tersangka lain.

"Untuk kepentingan dan keuntungan yang bersangkutan dan para tersangka yang lain. Dengan dalih dalam rangka untuk penyaluran CSR," kata Kuntadi dalam konferensi pers di Kejagung, Selasa (26/3/2024).

"Ini masih dalam proses penyidikan, mengenai jumlah. Tapi yang jelas, yang perlu kita tegaskan di sini bahwa CSR di situ adalah dalih saja, benar atau tidaknya ada penggelontoran dana CSR itu masih kita dalami," tambah Kuntadi.

Helena kini dijebloskan ke rumah tahanan negara (Rutan) Salemba, Jakarta Pusat, cabang Kejagung dan akan menjalani penahanan selama 20 hari ke depan. 

Helena diduga Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 56 KUHP.

Sebelum Helena Lim tersangka, Kejagung sudah menetapkan 14 tersangka, termasuk perkara pokok dan obstruction of justice (OOJ) alias perintangan penyidikan.

Di antara para tersangka yang sudah ditetapkan, terdapat penyelenggara negara, yakni: M Riza Pahlevi Tabrani (MRPT) selaku mantan Direktur Utama PT Timah; Emil Emindra (EML) selaku Direktur Keuangan PT Timah tahun 2017 sampai dengan 2018; dan Alwin Albar (ALW) selaku Direktur Operasional tahun 2017, 2018, 2021 sekaligus Direktur Pengembangan Usaha tahun 2019 sampai dengan 2020 PT Timah.

Kemudian selebihnya merupakan pihak swasta, yakni: Pemilik CV Venus Inti Perkasa (VIP), Tamron alias Aon (TN); Manajer Operasional CV VIP, Achmad Albani (AA); Komisaris CV VIP, BY; Direktur Utama CV VIP, HT alias ASN; General Manager PT Tinindo Inter Nusa (TIN) Rosalina (RL); Direktur Utama PT Sariwiguna Bina Sentosa (SBS) berinisial RI; SG alias AW selaku pengusaha tambang di Pangkalpinang; MBG selaku pengusaha tambang di Pangkalpinang; Direktur Utama PT Refined Bangka Tin (RBT), Suparta (SP); dan Direktur Pengembangan Usaha PT RBT, Reza Andriansyah (RA).

Sedangkan dalam OOJ, Kejaksaan Agung telah menetapkan Toni Tamsil alias Akhi, adik Tamron sebagai tersangka. Nilai kerugian negara pada kasus ini ditaksir mencapai Rp 271 triliun.

Bahkan menurut Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Dirdik Jampidsus) Kejaksan Agung, nilai Rp 271 triliun itu akan terus bertambah. Sebab nilai tersebut baru hasil penghitungan kerugian perekonomian, belum ditambah kerugian keuangan.

“Itu tadi hasil penghitungan kerugian perekonomian. Belum lagi ditambah kerugian keuangan negara. Nampak sebagian besar lahan yang ditambang merupakan area hutan dan tidak ditambal,” kata Dirdik Jampidsus Kejaksaan Agung, Kuntadi dalam konferensi pers Senin (19/2/2024).

Akibat perbuatan yang merugikan negara ini, para tersangka di perkara pokok dijerat Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo. Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang  Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Sementara untuk tersangka OOJ dijerat Pasal 21 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.