Food Estate 'Ganjal' Opini WTP Kementan, Oknum Auditor BPK Minta Uang Pelicin Rp 12 Miliar!

Aldiano Rifki
Aldiano Rifki
Diperbarui 8 Mei 2024 17:38 WIB
Kementerian Pertanian (Kementan) (Foto: Dok MI/Aswan)
Kementerian Pertanian (Kementan) (Foto: Dok MI/Aswan)

Jakarta, MI - Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menghadirkan saksi-saksi dalam sidang dugaan pemerasan dan gratifikasi yang menjerat mantan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL) dalam sidang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Rabu (8/5/2024).

Saksi yang dihadirkan sebanyak empat pegawai Kementerian Pertanian (Kementan). 

Dalam sidang kali ini, Sekretaris Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (Sesditjen PSP) Kementan Hermanto mengungkap Opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI untuk Kementerian Pertanian (Kementan) terganjal program lumbung pangan nasional atau food estate. 

Disebutkan bahwa oknum auditor di BPK meminta uang pelicin Rp 12 miliar agar Kementan bisa mendapat opini WTP. 

Awalnya, Jaksa KPK menelisik pemeriksaan BPK terhadap Kementan yang diketahui oleh Hermanto. “Saksi tahu di Kementan tiap tahun ada pemeriksaan BPK?” tanya Jaksa tanya jaksa.

Hermanto mengaku mengetahui adanya pemeriksaan BPK terhadap Kementan. 

Jaksa lalu menggali hasil pemeriksaan BPK tersebut. “Sepengetahuan saksi ya, apakah WTP atau WDP (Wajar Dengan Pengecualian)?” tanya Jaksa. 

“Sepengetahuan saya WTP ya,” jawab Hermanto. 

Jaksa terus menggali proses WTP Kementan tersebut. Hermanto pun dikonfirmasi sejumlah nama auditor yang melakukan pemeriksaan. “Sebelum kejadian WTP, saksi ada kenal Haerul Saleh? Victor? Orang-orang itu siapa?” tanya Jaksa.

 “Kenal, kalau Pak Victor itu auditor yang memeriksa kita,” kata Hermanto. “Kalau Haerul Saleh ini?” tanya Jaksa lagi. “Ketua Akuntan Keuangan Negara (AKN) 4,” jawab Hermanto.

"Anggota BPK AKN IV, berarti atasannya si Victor?" tanya jaksa.

"Iya, pimpinan," jawab Hermanto.

Jaksa terus mendalami soal pemeriksaan oleh BPK itu. Hermanto mengatakan ada temuan dalam pemeriksaan BPK tersebut. "Kemudian ada kronologi apa terkait dengan Pak Haerul, kemudian Pak Victor yang mana saksi alami sendiri pada saat itu, bagaimana bisa dijelaskan kronologinya?" tanya jaksa.

"Yang ada temuan dari BPK terkait dengan food estate yang pelaksanaan," jawab Hermanto.

"Ada temuan-temuanlah ya, ada banyak?" tanya jaksa.

"Ya temuan-temuan. Tidak banyak tapi besar," jawab Hermanto.

"Selain itu, temuan-temuan lainnya ada?" tanya jaksa.

"Yang menjadi concern itu yang food estate, yang sepengetahuan saya ya Pak, yang besar itu food estate kalau nggak salah saya dan temuan-temuan lain. Tapi yang pastinya secara spesifik saya nggak hafal," jawab Hermanto.

Jaksa lalu mendalami apakah ada permintaan dari BPK terkait temuan di Kementan tersebut. Hermanto mengatakan auditor BPK meminta agar dirinya menyampaikan permintaan Rp 12 miliar kepada SYL.

"Terkait hal tersebut bagaimana? Apakah kemudian ada permintaan atau yang harus dilakukan Kementan agar itu menjadi WTP?" tanya jaksa.

"Ada," jawab Hermanto.

Dalam kasus ini, SYL didakwa melakukan pemerasan serta menerima gratifikasi dengan total Rp 44,5 miliar dalam kasus dugaan korupsi di Kementan dalam rentang waktu 2020 hingga 2023.

Pemerasan dilakukan bersama Kasdi Subagyono selaku Sekretaris Jenderal Kementan periode 2021—2023 serta Direktur Alat dan Mesin Pertanian Kementan Tahun 2023 Muhammad Hatta sebagai koordinator pengumpulan uang dari para pejabat eselon I dan jajarannya, antara lain untuk membayarkan kebutuhan pribadi SYL.

SYL didakwa melanggar Pasal 12 huruf e juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.