Jamintel: Kegiatan Penerangan Hukum Mendukung Pemerintah Menurunkan Angka Kekerasan Terhadap Anak dan Perempuan Termasuk Penyandang Disabilitas

Aldiano Rifki
Aldiano Rifki
Diperbarui 24 Mei 2024 20:55 WIB
Jaksa Agung Muda Intelijen (JAM-Intelijen) Reda Manthovani (Foto: Dok MI/Kejagung)
Jaksa Agung Muda Intelijen (JAM-Intelijen) Reda Manthovani (Foto: Dok MI/Kejagung)

Jakarta, MI - Jaksa Agung Muda Intelijen (JAM-Intelijen) Reda Manthovani membuka acara dan memberikan sambutan pada acara Penerangan Hukum yang bertemakan “Keterbukaan Informasi Publik untuk Mencegah Terjadinya Kekerasan Terhadap Anak dan Perempuan (Khususnya Penyandang Disabilitas)” di Hotel Grandhika, Kebayoran Baru, Jakarta, Rabu (22/5/2024).

Reda menyampaikan bahwa Pemerintah telah memiliki berbagai regulasi dan kebijakan untuk melindungi perempuan dari kekerasan seksual. Contohnya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Wanita (Convention On The Elimination of All Forms of Discrimination Against Women). 

Kemudian, Peraturan Pemerintah Nomor 78 tahun 2001 tentang Perlindungan Khusus Anak, dan peraturan lain baik dalam bentuk Peraturan Presiden dan Peraturan Kementerian/Lembaga.

“Meningkatnya jumlah kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan perlu menjadi perhatian bagi berbagai pihak. Kekerasan terhadap anak dan perempuan harus dapat dicegah dan ditangani dengan baik, karena kekerasan tersebut bukan saja berdampak buruk bagi anak dalam memperoleh pendidikan yang layak, tetapi juga berdampak buruk pada mental mereka,” ungkap Reda.

Kebijakan pemerintah terkait perlindungan anak dan perempuan sudah dituangkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025-2029. 

Hal itu dilakukan sebagai upaya pemerintah dalam melindungi anak dan perempuan supaya kualitasnya meningkat dengan target dan indikator yang telah ditetapkan diantaranya adalah indeks perlindungan anak, menurunnya angka kekerasan terhadap anak dan perempuan khususnya para penyandang disabilitas.

Menurut data yang dirilis Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (SIMFONI-PPA), sejak Januari sampai dengan Februari 2024 jumlah kasus kekerasan terhadap anak telah mencapai 1.993. Jumlah tersebut dapat terus meningkat, terutama jika dibandingkan dengan kasus kekerasan yang terjadi pada tahun 2023. 

Menurut Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA), sepanjang tahun 2023 terdapat 3.547 pengaduan kasus kekerasan terhadap anak. Sementara menurut Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), dari Januari sampai Agustus 2023, terdapat 2.355 kasus pelanggaran terhadap perlindungan anak.

“Untuk mencegah dan menangani kekerasan pada anak di lingkungan satuan pendidikan, pemerintah melalui Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia (Kemendikbudristek) telah memberlakukan Permendikbudristek Nomor 46 Tahun 2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan (PPKSP),” jelas Reda.

Permendikbudristek PPKSP tersebut dimaksudkan untuk memperkuat tindak pencegahan dan penanganan kekerasan di satuan pendidikan dengan memperluas lingkup sasaran ke peserta didik, pendidik, tenaga kependidikan, dan warga satuan pendidikan. 

Kebijakan tersebut dikeluarkan untuk memastikan bahwa warga satuan pendidikan aman dari berbagai jenis kekerasan.

Menurut Reda, jika Permendikbudristek tersebut dikaji, setidaknya ada tiga ranah pencegahan dan penanganan yang perlu dilakukan, yakni pada ranah tata kelola, edukasi, dan sarana-prasarana. 

Pada ranah tata kelola, peran satuan pendidikan adalah membuat tata tertib dan program, menerapkan pembelajaran tanpa kekerasan, membentuk tim pencegahan dan penanganan kekerasan (TPPK), melibatkan warga sekolah (orang tua/wali).

Sementara itu, pada ranah sarana dan prasarana, peran satuan pendidikan adalah untuk memastikan tersedianya sarana dan prasarana yang aman dan ramah disabilitas, serta untuk menyediakan kanal pengaduan.

Reda mengatakan momentum penerangan hukum yang dilaksanakan hari ini dengan tema “Keterbukaan Informasi Publik Untuk Mencegah Terjadinya Kekerasan terhadap Anak dan Perempuan (Khususnya Penyandang Disabilitas)” sangat tepat dilaksanakan sebagai bentuk dukungan Kejaksaaan dan sudah sejalan dengan program pemerintah dalam upaya menurunkan angka kekerasan terhadap anak dan perempuan di Indonesia termasuk para penyandang disabilitas.

“Selain pencegahan terhadap kekerasan para penyandang disabilitas, kita juga perlu memperhatikan prestasi mereka. Saya sampaikan dalam kesempatan ini, kebetulan saya ditunjuk sebagai CdM Paralympic games Paris 2024. Melalui kegiatan Paralympic Games sudah saatnya prestasi para atlet disabilitas dapat membanggakan Indonesia di dunia internasional,” tutur Reda.

Selain itu, secara khusus Reda mengucapkan terima kasih kepada Komisi Informasi Pusat (KIP) yang bersedia melakukan kerja sama dalam penyelenggaraan forum ini. 

Sebagaimana diketahui, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik menyatakan informasi merupakan kebutuhan pokok setiap orang bagi pengembangan pribadi dan lingkungan sosialnya serta merupakan bagian penting bagi ketahanan nasional.

“Hak memperoleh informasi merupakan hak asasi manusia dan keterbukaan informasi publik merupakan salah satu ciri penting negara demokratis yang menjunjung tinggi kedaulatan rakyat untuk mewujudkan penyelenggaraan negara yang lebih baik".

"Keterbukaan informasi publik merupakan sarana dalam mengoptimalkan pengawasan publik terhadap penyelenggaraan negara dan badan publik lainnya dan segala sesuatu yang berakibat pada kepentingan publik,” imbuh Reda.

Menutup sambutannya, Reda berharap melalui kegiatan penerangan hukum yang diselenggarakan oleh Pusat Penerangan Hukum (Puspenkum), pencegahan kekerasan terhadap Anak dan Perempuan (khususnya penyandang disabilitas) dapat terlaksana dengan baik dan memberikan outcome yang nyata bagi masyarakat.