Dugaan Mark Up Impor Beras, KPK Harus Telusuri sampai ke Tan Long Group

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 9 Juli 2024 17:22 WIB
Anthony Budiawan (Foto: Dok MI/Aswan)
Anthony Budiawan (Foto: Dok MI/Aswan)

Jakarta, MI - Kepala Bapanas (Badan Pangan Nasional) Arief Prasetyo Adi dan Direktur Utama Bulog Bayu Krisnamurthi telah dilaporkan kepada KPK oleh Hari Purwanto, Direktur Eksekutif Studi Demokrasi Rakyat (SDR), atas dugaan markup impor beras yang merugikan negara sampai triliunan rupiah.

Dugaan mark up harga beras ini begitu jelas, dan mudah ditelusuri. Berdasarkan laporan BPS (Badan Pusat Statistik), realisasi impor beras Indonesia pasa Maret 2024 mencapai 567,22 ribu ton dengan nilai 371,6 juta dolar AS. Artinya, realisasi harga impor beras di bulan Maret 2024 mencapai 655 dolar AS per ton.

Realisasi harga impor beras ini jauh lebih tinggi dari harga penawaran beras dari perusahaan Vietnam, Tan Long Group, yang hanya menawarkan 538 dolar AS per ton, atau lebih murah 117 dolar AS per ton dari realisasi harga beli Bulog.

Total impor beras tahun 2023 mencapai 3,06 juta ton, dan Januari-April 2024 sudah mencapai 1,77 juta ton. Total 4,83 juta ton.

Kalau modus mark up sebesar 117 dolar AS per ton ini terjadi sejak tahun 2023, maka kerugian negara memcapai 565 juta dolar AS, atau sekitar 8,5 triliun rupiah.

Tentu saja Bulog menyangkal telah terjadi penggelembungan harga impor beras ini. Menurut Bulog, perusahaan Vietnam Tan Long Group tidak pernah menyampaikan penawaran. Tan Long hanya mendaftarkan diri sebagai pemasok atau peserta tender.

"Aneh. Siapa yang percaya pernyataan Bulog, bahwa ada perusahaan hanya mendaftarkan diri sebagai peserta tender, tetapi tidak menyampaikan penawaran?" kata Anthony Budiawan, Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies) kepada Monitorindonesia.com. Selasa (9/7/2024).

Ini yang pertama. KPK harus menelusuri sampai ke Tan Long Group, apakah benar mereka tidak menyampaikan penawaran.

Kedua, ada indikasi Bulog telah menyampaikan pernyataan tidak benar, alias berbohong.

Menurut Plt Kepala BPS, Amalia Adininggar Widyasanti, mayoritas impor beras pada Maret 2024 justru berasal dari Vietnam sebesar 286,26 ribu ton, disusul Thailand 142,65 ribu ton, Myanmar 76,61 ribu ton, Pakistan 61,57 ribu ton, dan India sebesar 100 ton.

"Pertanyaannya, siapa pemasok beras dari Vietnam tersebut? Apakah bukan Tan Long Group, perusahaan beras terbesar Vietnam?". 

"Karena itu, KPK wajib mengusut semua dokumen penawaran tender impor beras tersebut, apakah ada konspirasi tender (pengkondisian) yang merugikan keuangan negara," jelasnya.

Ketiga, dugaan mark up konspirasi tender impor beras dapat dikonfrontasi dengan harga beras internasional yang sangat transparan. 

Harga beras Vietnam di pasar internasional turun terus sejak akhir tahun lalu.

Harga beras Vietnam dengan kualitas 5 persen broken per Maret 2024 hanya 585 dolar AS per ton, dan ternyata lebih mahal dari beras sejenis Thailand atau Pakistan, masing-masing sebesar 579 dan 581 dolar AS per ton.

Sedangkan untuk kualitas beras 25 persen broken, harga beras Vietnam jauh lebih mahal dari Thailand: harga beras Vietnam 557 dolar AS per ton, dan harga beras Thailand hanya 530 dolar AS per ton.

Oleh karena itu, realisasi harga impor beras Indonesia yang mencapai 655 dolar AS per ton secara nyata sangat ketinggian, sehingga merugikan keuangan negara dan karena itu bisa masuk tindak pidana korupsi.

Pada akhirnya, harga beras impor yang ketinggian tersebut akan dibebankan kepada masyarakat dengan harga beras yang lebih tinggi. 

"Oleh karena itu, masyarakat harus menuntut KPK untuk menyidik semua pihak sampai tuntas, sampai ke pihak yang paling bertanggung jawab, termasuk apakah Presiden Jokowi mengetahui atau bahkan merestui “kerugian negara” ini?," tutupnya.