Menyoal Petral: Mulai Diselidiki, Diaudit dan Dibubarkan

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 17 Agustus 2024 2 jam yang lalu
Pertamina Energy Trading Ltd (Petral), anak usaha Pertamina yang berdomisili di Singapura yang dulu ditengarai sebagai sarang mafia migas, telah dibubarkan pada Mei 2015 lalu.
Pertamina Energy Trading Ltd (Petral), anak usaha Pertamina yang berdomisili di Singapura yang dulu ditengarai sebagai sarang mafia migas, telah dibubarkan pada Mei 2015 lalu.

Jakarta, MI -  Bicara kasus korupsi di Pertamina Energy Trading Limited atau Petral memang tak ada habisnya. Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK sebenarnya sudah menetapkan Direktur Petral, Bambang Irianto sejak 2019. Dia diduga menerima uang senilai 2,9 juta dolar Amerika Serikat dari perusahaan Kernel Oil selama 2010-2013. 

Penerimaan itu disebut berkaitan dengan kegiatan perdagangan produk kilang dan minyak mentah pada PES di Singapura. Bambang diduga menerima uang lewat rekening penampung milik perusahaannya, SIAM Group Holding Ltd. yang berkedudukan di British Virgin Island.

Sedikit kembali ke belakang soal Petral. Dikutip Monitorindonesia.com dari berbagai sumber, Sabtu (17/8/2024), bahwa Pada 1969, Pertamina dan satu interest group Amerika Serikat mendirikan Perta Group dengan tujuan memasarkan minyak mentah dan produk minyak Pertamina di pasar Amerika Serikat. 

Perta Group-yang memulai kegiatan perdagangan minyak pada tahun 1972-terdiri dari Perta Oil Marketing Corporation Limited, perusahaan Bahama yang berkantor di Hong Kong, dan Perta Oil Marketing Corporation, perusahaan California yang menjalankan aktivitas keseharian di Amerika Serikat.

Pada 1978 terjadi reorganisasi besar-besaran. Perusahaan yang berbasis di Bahama digantikan dengan Perta Oil Marketing Limited, perusahaan yang berbasis di Hong Kong. Pada September 1998, Pertamina mengambil alih seluruh saham Perta Group. 

Pada Maret 2001, atas persetujuan pemegang saham, perusahaan berubah nama menjadi Pertamina Energy Trading Limited (PETRAL) yang berperan sebagai trading and marketing arm Pertamina di pasar internasional.

Petral makin menjadi-jadi

Petral mendirikan anak perusahaan berbadan hukum dan berkedudukan di Singapura bernama Pertamina Energy Services Pte Limited (PES) pada 1992 yang dibebani tugas melakukan perdagangan minyak mentah, produk minyak, dan petrokimia.

Pembentukan dan operasional Perta Group pada awalnya lebih diarahkan untuk pemasaran minyak bumi mengingat di masa itu Indonesia merupakan pengekspor neto (net exporter) minyak bumi dan masih menjadi anggota OPEC. 

Peranan minyak bumi juga masih sangat dominan baik sebagai sumber penerimaan devisa maupun sebagai sumber penerimaan negara dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

"Pembentukan dan operasional Perta Group tidak terlepas dari kepentingan elit penguasa Orde Baru untuk mendapatkan rente dari ekspor minyak bumi. Operasional Perta Group praktis hanya sebagai "agen penjualan" minyak bumi dari Indonesia. Proses pemburuan rente dari penjualan minyak tersebut melalui keikutsertaan kroni penguasa dalam kepemilikan Perta Group," menukil laporan Faisal Basri Cs saat itu.

Kendati, peran Petral kemudian semakin menjadi-jadi begitu Indonesia menjadi net importir. Perta Group yang kemudian diubah namanya menjadi Petral dengan PES sebagai anak perusahaannya tetap hanya sebagai trading arms dengan tambahan fungsi sebagai "agen pengadaan" minyak bumi dan BBM. 

Mengingat kebutuhan BBM Indonesia yang relatif sangat besar dan PES merupakan satu-satunya pihak yang ditunjuk sebagai penjual dan pembeli minyak mentah dan BBM, volume usaha PES semakin membesar.

Sesuai janji kampanye Jokowi?

Semua dimulai sejak 2014, tepatnya sesuai janji kampanye Presiden Joko Widodo yang sangat ingin membereskan sektor tata kelola migas RI.

Jokowi kemudian melantik Sudirman Said sebagai Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan meminta khusus agar Petral 'dibenahi'.

Dari situ, Sudirman membentuk Tim Reformasi Tata Kelola Migas yang digawangi oleh Faisal Basri dan 12 pakar lainnya. Tim anti mafia migas ini, julukannya, bekerja 6 bulan penuh menyelidiki praktik-praktik impor BBM di tubuh anak usaha Pertamina tersebut.

Tim menemukan beberapa hal dari kajian mereka, misal penawaran yang dilakukan ke Petral dan PEs tidak lazim, proses berbelit-belit, dan harus menghadapi pihak ketiga yang bertindak sebagai agent atau arranger. 

Namun, pelaku yang bersangkutan mengakui dengan terbuka telah mengapalkan minyak secara teratur ke Indonesia melalui trader.

Tim juga menemukan indikasi kebocoran informasi mengenai spesifikasi produk dan owner estimate sebelum tender berlangsung. Tim menemukan cukup banyak indikasi adanya kekuatan "tersembunyi" yang terlibat dalam proses tender oleh Petral.

Berdasar temuan tersebut, Tim pun menyusun rekomendasi terkait Petral, bahwa tender penjualan dan pengadaan impor minyak mentah dan BBM tidak lagi oleh PES melainkan dilakukan oleh ISC (integrated supply chain) Pertamina; Mengganti secepatnya manajemen Petral dan ISC dari tingkat pimpinan tertinggi hingga manajer; Melakukan audit forensik agar segala proses yang terjadi di Petral menjadi terang benderang. Audit forensik agar dilakukan oleh institusi audit yang kompeten di Indonesia dan memiliki jangkauan kerja ke Singapura serta negara terkait lainnya; Hasil audit forensik bisa dijadikan sebagai pintu masuk membongkar potensi pidana, khususnya membongkar praktek mafia migas.

Temuan tim ini pun ditindaklanjuti oleh Menteri Sudirman Said dan Direktur Utama PT Pertamina (Persero) saat itu Dwi Soetjipto.

Tindak lanjut pertama, sesuai instruksi Presiden Jokowi, Sudirman dan Dwi langsung membekukan bisnis Petral pada tengah Mei 2015. "Kata Presiden, masa lalu harus diputus," kata Sudirman Saat itu.

Tindak lanjut kedua adalah dengan melakukan audit forensik. Lembaga audit Kordha Mentha kemudian ditunjuk untuk mengaudit forensik praktik jual beli minyak di Petral untuk periode 2012 sampai 2014.

Berdasarkan temuan lembaga auditor itu, jaringan mafia minyak dan gas (migas) telah menguasai kontrak suplai minyak senilai US$ 18 miliar atau sekitar Rp 250 triliun selama tiga tahun. Untuk audit anak usahanya itu, Pertamina merogoh kocek hingga US$ 1 juta.

Kembali diusut

KPK kembali mengusut perkara mafia migas yang menjerat mantan Dirut Pertamina Energy Trading Ltd (Petral). Pengusutan ini merupakan salah satu komitmen KPK untuk menuntaskan tunggakan perkara yang dimiliki KPK. Khususnya, perkara lama yang telah memiliki tersangka.

Juru Bicara KPK, Tessa Mahardika Sugiarto mengatakan bahwa molornya pengusutan kasus tersebut dikarenakan tim penyidik KPK masih membutuhkan sejumlah informasi dan data yang berasal dari luar negeri.

“Ada beberapa informasi dan data yang dibutuhkan dimana informasi dan data tersebut berada di wilayah yuridiksi negara lain,” kata Tessa kepada wartawan, Selasa (6/8/2024).

Tessa juga mengatakan bahwa sampai saat ini tim penyidik masih melakukan komunikasi dengan pihak luar negeri untuk mendapatkan sejumlah informasi dan data yang dibutuhkan untuk segera menuntaskan kasus tersebut.

“Proses komunikasi dengan yurisdiksi negara lain tersebut masih terus berjalan," katanya.

20 Saksi

Dari hari Kamis (1/8/2024) sampai dengan hari Jum'at (9/8/2024) penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggencarkan pemeriksaan saksi kasus dugaan korupsi ini.

Baca selengkapnya di halaman selanjutnya, klik di sini...!