Kejagung Garap Pejabat BPDPKS di Kasus Duta Palma, Korupsi Dana Sawit Terlupakan?

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 30 September 2024 20:29 WIB
Biodiesel merupakan campuran solar dan produk tanaman, semisal minyak sawit. (Foto: MI/AFP)
Biodiesel merupakan campuran solar dan produk tanaman, semisal minyak sawit. (Foto: MI/AFP)

Jakarta, MI - Kejaksaan Agung (Kejagung) mulai menggarap pejabat Badan Pengelolaan Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS). Diketahui, penyidik Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (JAM Pidsus) saat ini tengah menyidik dua kasus dugaan rasuah berkait dengan sawit.

Adalah korupsi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dalam kegiatan usaha perkebunan kelapa sawit yang dilakukan oleh PT Duta Palma Group di Kabupaten Indragiri Hulu dan korupsi pengelolaan dana sawit oleh BPDPKS tahun 2015-2022.

Pejabat BPDPKS yang digarap Jampidsus Kejagung pada hari ini Senin (30/9/2024) adalah Direktur Keuangan Umum Kepatuhan dan Management Risiko, Zaid Burhan Ibrahim (ZBI). Namun dia diperiksa soal perkara PT Duta Palma Group itu, bukan untuk kepentingan penyidikan korupsi dana sawit oleh BPDPKS itu.

"Adapun saksi yang diperiksa berinisial ZBI selaku Direktur Keuangan Umum Kepatuhan dan Management Risiko Badan Pengelolaan Dana Perkebunan Kelapa Sawit, terkait penyidikan perkara TPK dan TPPU dalam kegiatan usaha perkebunan kelapa sawityang dilakukan oleh PT Duta Palma Group di Kabupaten Indra Giri Hulu atas nama Korporasi Tersangka PT Palma Satu (TPK & TPPU), PT Siberida Subur (TPK & TPPU), PT Banyu Bening Utama (TPK & TPPU), PT Panca Agro Lestari (TPK & TPPU), PT Kencana Amal Tani (TPK & TPPU), PT Asset Pacific (TPPU), dan PT Darmex Plantations (TPPU)," jelas Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar.

"Pemeriksaan saksi dilakukan untuk memperkuat pembuktian dan melengkapi pemberkasan dalam perkara dimaksud," imbuh Harli.

Sebelumnya, Jampidsus, Febrie Ardiansyah menyebut kasus korupsi perusahaan PT Duta Palma Group merupakan hasil pengembangan kasus yang sebelumnya menyeret terpidana Surya Darmadi.

Pasalnya Kejagung menilai dari hasil putusan pengadilan, terdapat bukti-bukti tindak pidana yang diduga dilakukan oleh Duta Palma Group dalam perkara pokok pemanfaatan kawasan hutan untuk perkebunan kelapa sawit.

Dalam kasus ini, Kejagung juga telah menetapkan total 7 korporasi sebagai tersangka kasus korupsi dan pencucian uang perkebunan kelapa sawit di Indra Giri Hulu.

Ketujuh tersangka itu merupakan PT Palma Satu, PT Siberida Subur, PT Banyu Bening Utama, PT Panca Agro Lestari, PT Kencana Amal Tani, PT Asset Pacific, dan PT Darmex Plantations.

Lantas bagaimana dengan dana sawit oleh BPDPKS yang hingga saat ini nihil tersangka sejak naik penyidikan pada 7 September 2023 lalu?

Kasus tampaknya menjadi faktor yang lebih krusial. Airlangga Hartarto yang memegang peran strategis sebagai Menteri Koordinator Bidang Perekonomian sekaligus Ketua Komite Dewan Pengarah BPDPKS, berada di tengah pusaran kasus ini.

Bahwa sejak BPDPKS dibentuk pada 2015, lembaga ini seharusnya menjadi alat untuk mendukung penelitian, pengembangan, dan peremajaan sawit rakyat. 

Namun, kenyataannya, dana yang terkumpul lebih banyak dikucurkan untuk subsidi biodiesel, sebuah program yang sebagian besar keuntungannya dinikmati oleh segelintir taipan sawit. 

Perbandingan anggaran yang sangat timpang dengan subsidi biodiesel menghabiskan 97,09% anggaran BPDPKS. Hal ini tentu sudah cukup menjadi salah satu indikator utama bahwa ada yang tidak beres dalam pengelolaan dana sawit ini.

Airlangga Hartarto, sebagai Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, memegang peran strategis dalam pengelolaan BPDPKS. Sebagai Ketua Komite Dewan Pengarah BPDPKS, Airlangga berada di posisi yang memungkinkan dirinya untuk mempengaruhi kebijakan dan distribusi dana sawit. 

Dalam konteks ini, tidak mengherankan jika namanya muncul dalam penyelidikan kasus korupsi dana sawit yang sedang dilakukan oleh penyidik gedung bundar Jampidsus Kejagung.

Monitorindonesia.com, pada beberapa waktu telah mengonfirmasi kelanjutan kasus ini kepada Kapuspenkum Kejagung, Harli Siregar, namun tak memberikan respons.

Berdasarkan catatan Monitorindonesia.com, setidaknya ada puluhan perusahaan yang sempat menerima dana sekitar Rp57,7 triliun sepanjang 2016-2020, adalah sebagai berikut:

1. PT Anugerahinti Gemanusa merupakan anak usaha dari PT Eterindo Wahanatama pada tahun 2016 menerima insentif biodiesel sebesar Rp49,48 miliar.


2. PT Batara Elok Semesta Terpadu menerima insentif dari BPDPKS senilai Rp1,13 trilun sepanjang 2017-2020. Rinciannya, pada tahun 2017 menerima Rp241 miliar, Rp109,83 miliar diterima pada 2018, Rp56,45 miliar pada 2019, dan Rp728 miliar diterima pada tahun 2020.


3. PT Bayas Biofuels menerima insentif biofuel sebesar Rp3,5 triliun sepanjang 2016-2020. Pada 2016, perusahaan ini menerima Rp438 miliar. Selanjutnya, BPDPKS memberikan insentif sebesar Rp866 miliar pada 2018, Rp487,8 miliar pada 2018, Rp129,9 miliar pada 2019, dan Rp1,58 triliun pada 2020.


4. PT Dabi Biofuels menerima insentif biofuel sebesar Rp412,3 miliar pada 2017-2020. Rinciannya, BPDPKS memberikan insentif sebesar Rp110,5 miliar pada 2017, Rp171,3 miliar pada 2018, Rp80,82 miliar pada 2019, dan Rp49,68 miliar pada 2020.


5. PT Datmex Biofuels menerima insentif biodiesel sebesar Rp677,8 miliar pada 2016. Lalu, Rp307,5 miliar pada 2017. Selanjutnya, perusahaan ini menerima insentif sebesar Rp143,7 miliar pada 2018, Rp27 miliar pada 2019, dan Rp673 miliar pada 2020.


6. PT Cemerlang Energi Perkasa mendapatkan insentif sebesar Rp615,5 miliar pada 2016, lalu Rp596 miliar pada 2017, lalu Rp371,9 miliar pada 2018, Rp248,1 miliar pada 2019, dan Rp1,8 triliun pada 2020.


7. PT Ciliandra Perkasa menerima dana insentif biodiesel dari BPDPKS lebih dari Rp2,18 triliun sepanjang 2016-2020. Rinciannya sebesar Rp564 miliar diterima pada 2016, Rp371 miliar pada 2017, Rp166 miliar pada 2018, Rp130,4 miliar pada 2019, dan Rp953 miliar pada 2020.


8. PT Energi Baharu Lestari menerima dana insentif biodiesel dari BPDPKS lebih dari Rp302,47 miliar sepanjang 2016-2018. Rinciannya, sebesar Rp126,5 miliar pada 2016, Rp155,7 miliar pada 2017, dan Rp20,27 miliar pada 2018.


9. PT Intibenua Perkasatama menerima insentif sebesar Rp381 miliar pada 2017. Kemudian, Rp207 miliar pada 2018, Rp154,29 miliar pada 2019, dan Rp967,69 miliar pada 2020.


10. PT Musim Mas mendapatkan insentif biodiesel sebesar Rp7,19 triliun sepanjang 2016-2020. Tercatat, BPDPKS memberikan insentif sebesar Rp1,78 triliun pada 2016, Rp1,22 triliun pada 2017, Rp550,3 miliar pada 2018, Rp309,3 miliar pada 2019, dan Rp3,34 triliun pada 2020.


11. PT Sukajadi Sawit Mekar menerima lebih dari Rp1,32 triliun sepanjang 2018-2020. Rinciannya, perusahaan mengantongi insentif sebesar Rp165,2 miliar pada 2018, Rp94,14 miliar pada 2019, dan Rp1,07 triliun pada 2020.


12. PT LDC Indonesia menerima insentif sekitar Rp2,77 triliun pada 2016-2020. Tercatat, BPDPKS mengucurkan insentif sebesar Rp496,2 miliar pada 2016, Rp596,68 miliar pada 2017, Rp231,1 miliar pada 2018, Rp189,6 miliar pada 2019, dan Rp1,26 triliun pada 2020.


13. PT Multi Nabati Sulawesi menerima insentif sebesar Rp259,7 miliar pada 2016. Begitu juga dengan tahun berikutnya sebesar Rp419 miliar. Lalu,  kembali mengantongi insentif sebesar Rp229 miliar pada 2018, Rp164,3 miliar pada 2019, dan Rp1,09 triliun pada 2020.


14. PT Wilmar Bioenergi Indonesia mendapatkan insentif biofuel dari BPDPKS sebesar Rp1,92 triliun pada 2016, Rp1,5 triliun pada 2017, dan Rp732 miliar pada 2018. Kemudian, perusahaan kembali menerima dana insentif sebesar Rp499 miliar pada 2019 dan Rp4,35 triliun pada 2020.


15. PT Wilmar Nabati Indonesia mendapatkan dana insentif sebesar Rp8,76 triliun selama 2016-2020. Rinciannya, Wilmar Nabati menerima insentif sebesar 2,24 triliun pada 2016, Rp1,87 triliun pada 2017, Rp824 miliar pada 2018, Rp288,9 miliar pada 2019, dan Rp3,54 triliun pada 2020.


16. PT Pelita Agung Agriindustri dalam periode 2016-2020 menerima dana insentif sekitar Rp1,79 triliun. Terdiri dari Rp662 miliar pada 2016, Rp245 miliar pada 2017, Rp100,5 miliar pada 2018, Rp72,2 miliar pada 2019, dan pada Rp759 miliar pada 2020.


17. PT Permata Hijau Palm Oleo menerima dana insentif biodiesel dari BPDPKS sebesar Rp2,63 triliun sepanjang 2017-2020. Angka itu terdiri dari Rp392 miliar pada 2017, 212,7 miliar pada 2018, Rp109,8 miliar pada 2019, dan Rp1,35 triliun pada 2020.


18. PT Sinarmas Bio Energy dalam periode 2017-2020 menerima sekitar Rp1,61 triliun. Besaran itu terdiri dari insentif sebesar Rp108,54 miliar pada 2017, Rp270,24 miliar pada 2018, Rp98,61 miliar pada 2019, dan Rp1,14 triliun pada 2020.


19. PT SMART Tbk dalam periode 2016-2020 menerima sekitar Rp2,41 triliun. Besaran itu terdiri dari insentif sebesar Rp366,43 miliar pada 2016, Rp489,2 miliar pada 2017, Rp251,1 miliar pada 2018, Rp151,6 miliar pada 2019, dan Rp1,16 triliun pada 2020.


20. PT Tunas Baru Lampung Tbk menerima insentif dari BPDPKS sekitar Rp2,08 triliun sepanjang 2016-2020. Angka itu terdiri dari insentif Rp253 miliar pada 2016, Rp370 miliar pada 2017, Rp208 miliar pada 2018, Rp143,9 miliar pada 2019, Rp1,11 triliun pada 2020.


21. PT Kutai Refinery Nusantara mendapatkan aliran dana dari BPDPKS sebesar Rp1,31 triliun sejak 2017 sampai 2020. Rinciannya, Kutai Refinery mengantongi insentif sebesar Rp53,93 miliar pada 2017, Rp203,7 miliar pada 2018, Rp109,6 miliar pada 2019, dan Rp944 miliar pada 2020.


22. PT Primanusa Palma Energi hanya mendapatkan insentif biofuel sebesar Rp209,9 miliar pada 2016.


23. PT Indo Biofuels menerima dana insentif biofuel sebesar Rp22,3 miliar pada 2016.


Dari jumlah perusahaan itu, sudah ada beberapa yang masuk dalam daftar pemeriksaan Kejaksaan Agung (Kejagung). Misalnya, pada Selasa (31/10/2023) Kejagung memeriksa Manager Produksi PT Pelita Agung Agriindustri dan PT Permata Hijau Palm Oleo.

Selanjutnya, pada Kamis (2/11/2023), Kejagung memeriksa saksi dari pihak PT Multi Nabati Sulawesi, PT Wilmar Bioenergi Indonesia, PT Wilmar Nabati Indonesia dan PT Multimas Nabati Asahan. Pemeriksaan yang dilakukan pada kamis (2/11) itu melalui manager produksinya yakni inisial CADT.

Selasa (7/11/2023), Kejagung memeriksa Manager PT Cemerlang Energi Perkasa, FA dan PT Sari Dumai Sejahtera. Selain FA, Kejagung memeriksa dua saksi lainnya yakni, HM diduga Hartono Mitra selaku Manager Produksi PT Jhonlin Agro Raya (JARR) milik H. Isam dan AC selaku Operation Supply Chain PT Pertamina tahun 2014.

Kamis (9/11/2023) Kejagung masih terus mengulik perusahaan yang mengelola sawit yakni PT Sinarmas Bio Energy dan PT Smart Tbk. Saksi itu berinisial HIS selaku Manager Produksi PT Sinarmas Bio Energy dan PT Smart Tbk.

Adapun kabar terakhir kasus di Kejagung adalah masih mencari alat-alat bukti untuk mencari tersangkanya. "BDPKS masih berjalan. Masih-masih, kita terus mencari simpul pertanggungjawabannya," kata Dirdik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung, Kuntadi pada Januari 2024 lalu.

Kuntadi juga masih enggan untuk membeberkan total kerugian perekonomian negara dalam kasus ini. "Belum [total kerugian negara], belum berani bilang," tambahnya. (wan)

Topik:

Kejagung Korupsi Dana Sawit BPDPKS Duta Palma Group