Helena Lim Dituntut 8 Tahun Penjara dan Denda Rp1 Miliar dalam Kasus Korupsi Timah

Rolia Pakpahan
Rolia Pakpahan
Diperbarui 5 Desember 2024 16:30 WIB
Manajer PT Quantum Skyline Exchange Helena Lim (kiri). (Foto: Antara)
Manajer PT Quantum Skyline Exchange Helena Lim (kiri). (Foto: Antara)

Jakarta, MI - Helena Lim, Manajer PT Quantum Skyline Exchange, menghadapi tuntutan berat dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Agung. Dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta pada Kamis (5/12/2024), Helena dituntut hukuman pidana selama 8 tahun penjara atas dugaan korupsi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) terkait tata niaga komoditas timah di wilayah izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah pada 2015–2022.

"Kami menuntut agar majelis hakim memvonis Helena terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah telah membantu melakukan tindak pidana korupsi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU), sebagaimana dalam dakwaan kesatu primer dan dakwaan kedua primer," kata JPU Kejaksaan Agung, Ardito Muwardi dalam Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (5/12/2024).

Helena didakwa melanggar Pasal 2 Ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 56 ke-2 KUHP dan Pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang jo. Pasal 56 ke-1 KUHP.

Selain hukuman pidana 8 tahun penjara, JPU meminta majelis hakim menjatuhkan denda sebesar Rp1 miliar kepada Helena Lim. Jika denda tersebut tidak dibayarkan, Helena akan menghadapi hukuman subsider berupa kurungan selama 1 tahun.

Lebih berat lagi, Helena juga diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp210 miliar. JPU menjelaskan bahwa jumlah tersebut akan memperhitungkan aset-aset milik Helena yang telah disita. Jika dalam waktu satu bulan Helena gagal melunasi uang pengganti tersebut, maka harta bendanya akan disita dan dilelang untuk menutup kewajiban tersebut.

"Dalam hal terdakwa tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti maka diganti dengan pidana penjara selama empat tahun," ujar JPU.

Dalam tuntutannya terhadap Helena Lim, Jaksa JPU  mempertimbangkan sejumlah faktor yang memberatkan dan meringankan. Hal yang memberatkan, yakni perbuatan Helena tidak mendukung program pemerintah dalam rangka penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme.

Kemudian, perbuatan Helena dinilai turut mengakibatkan kerugian keuangan negara yang sangat besar, termasuk kerugian keuangan negara dalam bentuk kerusakan lingkungan yang sangat masif, Helena telah menikmati hasil tindak pidana, serta Helena berbelit-belit dalam memberikan keterangan dalam persidangan.

Selain itu, hal meringankan yang dipertimbangkan JPU bagi Helena, yaitu Helena belum pernah dihukum sebelumnya.

Helena Lim diduga berperan dalam membantu Harvey Moeis, perwakilan PT Refined Bangka Tin, untuk menampung dana hasil korupsi timah. Jaksa menyebut jumlah uang yang diterima mencapai 30 juta dolar AS atau sekitar Rp420 miliar.

Dalam kasus korupsi timah, Helena didakwa membantu terdakwa Harvey Moeis selaku perpanjangan tangan PT Refined Bangka Tin untuk menampung uang hasil korupsi timah sebesar 30 juta dolar Amerika Serikat (AS) atau setara dengan Rp420 miliar.

Uang hasil korupsi ini diduga berasal dari biaya pengamanan alat processing atau pengolahan untuk penglogaman timah sebesar 500 dolar AS hingga 750 dolar AS per ton, yang seolah-olah merupakan dana tanggung jawab sosial dan lingkungan atau corporate social responsibility (CSR) empat smelter swasta dari hasil penambangan ilegal di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk.

Keempat smelter swasta yang terlibat dalam skema ini adalah, CV Venus Inti Perkasa, PT Sariwiguna Binasentosa, PT Stanindo Inti Perkasa, dan PT Tinindo Inter Nusa.

Helena Lim, selain didakwa membantu penyimpanan dana hasil korupsi, juga didakwa melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Jaksa menyebut Helena menggunakan keuntungan sebesar Rp900 juta dari dana biaya pengamanan untuk membeli 29 tas mewah, mobil, tanah, hingga rumah guna menyamarkan asal-usul uang hasil korupsi tersebut.

Atas perbuatannya, Helena didakwa merugikan negara senilai total Rp300 triliun dalam kasus dugaan korupsi dalam pengelolaan tata niaga timah di wilayah IUP PT Timah pada tahun 2015–2022.

Dalam dakwaan, perbuatan Helena diatur dan diancam pidana dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 56 ke-2 KUHP dan Pasal 3 atau Pasal 4 UU Nomor 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang jo. Pasal 56 ke-1 KUHP.

Topik:

helena-lim korupsi pt-timah