Temuan BPK Bantuan Kuota Internet Kemendikbudristek: 675.590.548 GB senilai Rp1,5 T Masuk Kantong Siapa?

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 12 Desember 2024 02:33 WIB
Nadiem Makarim dalam acara Pengumuman Bantuan Kuota Data Internet tahun 2021, Senin, 1 Maret 2021 melalui akun Youtube resmi milik Kemendikbud RI (Foto: Dok MI/Net/Ist)
Nadiem Makarim dalam acara Pengumuman Bantuan Kuota Data Internet tahun 2021, Senin, 1 Maret 2021 melalui akun Youtube resmi milik Kemendikbud RI (Foto: Dok MI/Net/Ist)

Jakarta, MI - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dalam laporan auditnya pada 2021 menemukan adanya ketidakefisienan dan pengendalian yang kurang memadai dalam program penyaluran bantuan kuota internet di Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) di era Menteri Nadiem Anwar Makarim. 

Berdasarkan temuan tersebut, program ini dianggap belum sepenuhnya memenuhi tujuan utamanya, dan menyebabkan pemborosan uang negara sebesar lebih dari Rp1,5 triliun.

Menurut Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK, pemborosan ini diakibatkan oleh perencanaan yang tidak didasari oleh analisis kebutuhan dan kajian yang memadai terhadap kebutuhan pembelajaran selama pandemi Covid-19. Proses verifikasi dan sinkronisasi data penerima bantuan antara sistem Dapodik dan PDDikti dinilai kurang cermat, sementara evaluasi manfaat program ini untuk pembelajaran juga belum dilaksanakan secara komprehensif.

Pelaksanaan bantuan kuota data internet ini diatur dalam Peraturan Sekretaris Jenderal Kemendikbud Nomor 4 Tahun 2021 dan Nomor 23 Tahun 2021, di mana bantuan kuota internet diberikan selama tujuh bulan, yaitu dari Maret hingga Mei, serta September hingga Desember 2021, dalam beberapa tahap penyaluran. Program ini melibatkan lima operator seluler, yakni PT Telkomsel Tbk., PT XL Axiata Tbk., PT Indosat Tbk., PT Hutchison 3 Indonesia, dan PT Smartfren Telecom Tbk.

BPK mencatat bahwa sebanyak 31.100.463 nomor ponsel milik peserta didik dan pendidik tidak lolos verifikasi untuk menerima bantuan, sedangkan 1.430.731 nomor ponsel gagal diinjeksi bantuan kuota data internet. Selain itu, skema pemberian kuota internet belum sepenuhnya mendukung kegiatan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ).

Dalam auditnya, BPK juga menemukan adanya ketidaktepatan dalam verifikasi jumlah penerima dan mekanisme pembayaran bantuan. Sebanyak 101.724 peserta didik atau pendidik teridentifikasi sebagai penerima ganda, dengan total bantuan sebesar lebih dari Rp7,7 miliar. 

Ada pula 83.714 nomor ponsel yang tercatat menggunakan kuota lebih dari tiga kali, dengan nilai mencapai sekitar Rp996 juta. Tak hanya itu, terdapat kuota data sebesar 675.590.548 GB senilai Rp1,5 triliun yang tidak terpakai dan hangus karena masa berlaku habis.

BPK menyatakan bahwa permasalahan tersebut tidak sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 yang telah diubah menjadi PP Nomor 66 Tahun 2010 mengenai pengelolaan anggaran pendidikan. Pasal 6 ayat (4) menyebutkan bahwa anggaran pendidikan seharusnya dialokasikan secara efektif, efisien, dan akuntabel. 

Program ini juga bertentangan dengan peraturan teknis penyaluran bantuan yang diatur dalam Peraturan Sesjen Kemendikbud Nomor 23 Tahun 2021.

Atas temuan tersebut Komunitas Pemberantas Korupsi (KPK) pada Jumat (8/11/2024) lalu melaporkan dugaan kerugian keuangan negara atas bantuan kouta internet Kemendikbudristek tahun anggaran 2021 sebesar Rp1,5 triliun itu kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Data LHP BPK yang didapat Komunitas Pemberantas Korupsi, penyaluran bantuan kuota internet oleh Kemendikbudristek belum sepenuhnya memenuhi tujuan utamanya, dan menyebabkan pemborosan uang negara.

Pengurus Komunitas Pemberantas Korupsi Darlinsah, menyampaikan bahwa pemborosan ini diduga diakibatkan perencanaan yang tidak didasari analisis kebutuhan dan kajian yang memadai terhadap kebutuhan pembelajaran selama pandemi Covid-19.

Proses verifikasi dan sinkronisasi data penerima bantuan antara sistem Dapodik dan PDDikti kurang cermat, sementara evaluasi manfaat program ini untuk pembelajaran juga belum dilaksanakan secara komprehensif.

Nadiem sempat diingatkan

Temuan tersebut juga disoroti Anggota DPR RI Fraksi PKS Abdul Fikri Faqih. Dia menuturkan, sebenarnya dirinya pernah mengingatkan Mendikbud saat itu, Nadiem Makarim terkait pemberian bantuan tersebut.

“Sudah diingatkan, saat rapat dengan tahun 2021, saya mengkritisi bahwa wilayah 3T (tertinggal, terdepan, dan terluar) belum tercover penuh jaringan internet, sedangkan SDM guru kita juga masih belum siap, harusnya selesaikan PR ini dulu,” katanya, Senin (11/11/2024) lalu.

Saat menjadi Wakil Ketua Komisi X DPR RI, program tersebut masih belum matang dari sisi perencanaan, sehingga terkesan terburu-buru. “Saat itu kami sudah mengingatkan bahwa sarana pendukung digital itu wajib ada akses internet, sedangkan data pemerintah sendiri menunjukkan wilayah 3T masih sulit dijangkau sinyal,” kata politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang kini duduk di komisi VIII DPR RI itu.

Selain itu, dalam pembagian kuota tersebut dinilai tidak efisien antara pembagian Kuota Umum dan Kuota Belajar serta jumlah keseluruhan hingga berpuluh-puluh gigabyte.

Adapun jumlah kuota yang diterima oleh murid PAUD adalah 7GB, murid dasar dan menengah sebesar 10GB, pendidik PAUD hingga menengah 12GB, dan 15GB bagi mahasiswa serta dosen.

Selain itu, Fikri menyinggung soal kesiapan sumber daya manusia terutama guru dan tenaga kependidikan dalam program digitalisasi ini.

“Surveinya kan 60 persen guru masih gagap teknologi informasi, perkembangan sekarang kita belum tahu, apakah masih sama atau ada perkembangan,” jelas dia.

Atas dasar itu, Fikri meminta pemerintah seharusnya memprioritaskan peningkatan kualitas sumber daya manusia, terutama guru dan tenaga kependidikan.

“Atas laporan itu sebaiknya Kemendikbud menindaklanjuti temuan BPK, bila ada dampak hukum, juga sebaiknya siap untuk menghadapi laporan tersebut, terkait adanya dugaan inefisiensi yang bisa jadi terjadi akibat kurangnya analisis kebutuhan dan perencanaan yang matang,” pungkasnya.

Monitorindonesia.com telah berupaya mengonfirmasi sekaligus meminta tanggapan Nadiem Makarim, namun hingga berita ini diterbitkan belum memberikan respons. (an)

Topik:

KPK Kuota Internet BPK Nadiem Makarim Kemendikbudristek