KPK Panggil Direktur Bussiness Development PT Sempurna Global Pertama Liniaty July soal Korupsi Digitalisasi SPBU


Jakarta, MI - Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK saat ini tengah mengusut kasus dugaan korupsi terkait proyek Digitalisasi SPBU PT Pertamina periode 2018-2023.
Sudah ada tersangka dalam perkara ini. Surat perintah penyidikan (Sprindik) telah diterbitkan pada September 2024 lalu. Namun belum dirincikan konstruksi perkaranya.
Teranyar, KPK memanggil Direktur Bussiness Development PT Sempurna Global Pertama Liniaty July sebagai saksi dalam kasus ini. Dia dipanggil bersama Direktur PT Pasific Cipta Solusi, R. D. Juwita Suhesti; Direktur Utama PT Andhiaksa Solusi Komputindo Johnny Liando; pensiunan BUMN Jumali; dan Kepala BPH Migas M. Fanshurullah Asa, juga dipanggil sebagai saksi dalam perkara yang sama
"Pemeriksaan dilakukan di Gedung Merah Putih KPK," kata Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto, Kamis (23/1/2025).
Pengusutan kasus ini mengemuka dari pemeriksaan sejumlah saksi yang diagendakan pada Senin (20/1/2024) kemarin. Mereka yang dipanggil untuk diperiksa adalah Koordinator Pengawasan BBM di BPH Migas, Agustinus Yanuar Mahendratama; Head of Outbound Purchasing PT SCC, Aily Sutejda; dan karyawan BUMN atau VP Corporate Holding and Portfolio IA PT Pertamina (Persero), Anton Trienda.
Lalu, mantan VP Sales Enterprise PT Packet Systems, Antonius Haryo Dewanto; Komisaris PT Ladang Usaha Jaya Bersama, Charles Setiawan; Aribawa selaku VP Sales Support PT Pertamina Patra Niaga; Asrul Sani selaku eks Direktur PT Dabir Delisha Indonesia; mantan Direktur Sales & Marketing PT PINS Indonesia, Benny Antoro; Direktur PT LEN Indistri, Bobby Rasyidin.
Dari 9 saksi itu, Direktur PT LEN Industri, Bobby Rasyidin dan VP Sales Enterprise PT Packet Systems tahun 2018, Antonius Haryo Dewanto, tidak hadir memenuhi panggilan KPK.
Maka dari itu, KPK menjadwal ulang pemeriksaan Bobby dan Antonius. "Saksi meminta penjadwalan ulang," kata Tessa.
Adapun kasus ini terjadi pada periode 2018-2023. Dalam kurun waktu itu, BPK sempat melaporkan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) I 2022 yang menyebutkan bahwa penyusunan owner estimate pada pengadaan digitalisasi SPBU Pertamina tidak sepenuhnya sesuai dengan term of reference (TOR).
Bahkan, BPK juga mencatat hasil pekerjaan yang dilaksanakan oleh PT Telkom Indonesia belum dapat dimanfaatkan sepenuhnya oleh Pertamina.
"Hal ini mengakibatkan pemborosan keuangan pada PT Pertamina c.q. PT PPN (Pertamina Patra Niaga) sebesar Rp 196,43 miliar dan potensi pemborosan keuangan perusahaan sebesar Rp 692,98 miliar," tulis BPK.
BPK lantas merekomendasikan direksi Pertamina agar menginstruksikan PT Pertamina Patra Niaga untuk melakukan evaluasi dan penyesuaian kontrak dengan PT Telkom Indonesia, sesuai dengan kondisi aktual yang terjadi di SPBU. "Dan memastikan bahwa pengadaan digitalisasi SPBU telah dapat dimanfaatkan sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan," tulis BPK.
Topik:
KPK SPBU Pertamina