KPK Telaah Laporan Dugaan Korupsi Coretax Rp 1,3 Triliun

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 25 Januari 2025 18:30 WIB
Ilustrasi - Penggunaan Aplikasi Coretax DJP yang kini diselimuti sederet masalah (Foto: Dok MI/Aswan)
Ilustrasi - Penggunaan Aplikasi Coretax DJP yang kini diselimuti sederet masalah (Foto: Dok MI/Aswan)

Jakarta, MI - Direktorat Pelayanan Laporan dan Pengaduan Masyarakat (PLPM) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menlaah hingga verifikasi laporan masyarakat dari‎ Ikatan Wajib Pajak Indonesia (IWPI) soal kasus dugaan korupsi pengadaan aplikasi sistem administrasi pajak Coretax yang menghabiskan anggaran Rp1,3 triliun

"Laporan itu sudah masuk di tahap penelaahan," kata Juru Bicara (Jubir) KPK, Tessa Mahardika Sugiarto saat dikonfirmasi, Sabtu (25/1/2025).

Dalam tahap verifikasi telah laporan tersebut diproses dalam 30 hari masa kerja. Apabila bukti dalam laporan tersebut kurang, pihak Direktorat Pengaduan Masyarakat KPK meminta IWPI menambahkan bukti baru agar kasus itu dapat ditindaklanjuti.

"Bila masih kurang tentunya bisa dikoordinasikan dari pihak penerima laporan kepada pihak pelapor. Jadi, posisinya menunggu kelengkapan alat buktinya kalau seandainya memang layak untuk ditindak lanjuti ke tahap berikutnya," bebernya.

Adapun IWPI melaporkan dugaan korupsi pengadaan aplikasi sistem administrasi pajak Coretax yang menghabiskan anggaran Rp1,3 triliun.

“Hari ini melaporkan tentang kasus dugaan tindak pidana korupsi terkait proyek pengadaan Coretax, sistem yang memakan anggaranya Rp1,3 triliun lebih,” kata Rinto Setiyawan, Ketua Umum (Ketum) IWPI di KPK, Jakarta, Kamis, (23/1/2025).

Rinto menyampaikan, IWPI menyerahkan sejumlah bukti dugaan tindak pidana korupsi proyek pengadaan Coretax di Direktorat Jenderal Pajak (DJP) tahun anggaran 2020–2024. “Tadi diterima di Dumas II, kami menyerahkan laporan 1 bundel terkait dugaan tindak pidana korupsi terkait aplikasi Coretax,” ujarnya.

Diungkapkan, IWPI sebenarnya telah menyiapkan 4 alat bukti. Pertama, dokumen di antaranya surat, pengumuman tender, dan keputusan (Kep) Dirjen Pajak. Kedua adalah bukti petunjuk.

“Hasil-hasil capture tangkapan layar aplikasi yang eror yang dilaporkan wajib pajak, yang melaporkan kepada IWPI, terkait kendala-kendala itu," kata Rinto.

Sedangkan dua bukti ketiga dan keempat yang telah dipersiapkan IWPI, yakni ‎saksi dan juga ahli jika KPK memerlukan. “Jadi sebenarnya sudah ada empat alat bukti dan bisa digunakan,” ujarnya.

Terkait indikasi awal dugaan korupsi proyek Coretax ini, Rianto mengatakan, tidak berfungsinya berbagai fitur dalam aplikasi seniai Rp1,3 triliun yang diluncurkan Presiden Prabowo pada 31 Desember 2024, dan mulai digunakan pada 1 Januari 2025.

‎“Sampai saat ini banyak anggota kami dari IWPI, dari pajak-pajak di seluruh Indonesia masih menemukan banyak mal fungsi aplikasi Coretax ini,” ucapnya.

Persoalan ini, kata dia, kian bertambah setelah Dirjen Pajak menerbitkan Keputusan Nomor 24 Tahun 2025 yang menyatakan aplikasi Coretax bermasalah. “Untuk 790 pajak-pajak tertentu itu boleh menggunakan aplikasi yang lama,” ujarnya.

Menurut Rinto, ini sangat janggal karena katanya Coretax ini sangat canggih dan biayanya sanga mahal. Terlebih, wajib pajak besar malah justru diperbolehkan ke sistem pajak lama. Harusnya dibalik, kalau Coretax ini canggih, maka yang 790 ini harusnya memakai Coretax, sedangkan wajib pajak yang dianggap kecil-kecil ini pakai aplikasi yang lama.

Topik:

KPK Coretax