Dirut dan Direktur Perencanaan PTPN XI Diduga Kongkalikong dalam Proyek Modernisasi Pabrik Gula Djatiroto Rp 871 Miliar

Firmansyah Nugroho
Firmansyah Nugroho
Diperbarui 22 Februari 2025 17:28 WIB
PT Perkebunan Nusantara (PTPN) XI (Foto: Dok MI)
PT Perkebunan Nusantara (PTPN) XI (Foto: Dok MI)

Jakarta, MI - Direktorat Tindak Pidana Korupsi (Dittipikor) Bareskrim Polri tengah mengusut kasus dugaan korupsi proyek modernisasi Pabrik Gula (PG) Djatiroto PT Perkebunan Nusantara (PTPN) XI terintegrasi Engineering, Procurement, Construction and Commisioning (EPCC) tahun 2016.

Wadirtipikor Bareskrim Polri Kombes Pol Arief Adiharsa mengungkap adanya ketidakberesan pelaksanaan proyek sejak awal. Bahwa anggaran untuk pembiayaan proyek EPCC PG Djatiroto Lumajang kurang dan tak tersedia sepenuhnya sesuai dengan nilai kontrak sampai kontrak ditandatangani.

Kemudian Direktur Utama PTPN XI berinisial DP dan Direktur Perencanaan & Pengembangan Bisnis berinisial AT ternyata sebelum lelang sudah ‘kongkalikong’ dengan KSO Hutama-Eurrosiatic-Uttam biar menang tender sebagai penyedia untuk proyek pekerjaan konstruksi terintegrasi EPCC pengembangan dan modernisasi PG Djatiroto Lumajang PTPN XI tahun 2016.

Dia mengatakan, Direktur Perencanaan dan Pengembangan Bisnis PTPN XI inisial AT meminta panitia lelang untuk membuka lelang sedangkan HPS masih diriview oleh tim konsultan PMC.

"Panitia lelang tetap melanjutkan lelang padahal prakualifikasi hanya 1 PT WIKA yang memenuhi syarat. Sedangkan perusahaan KSO Hutama-Eurrosiatic-Uttam dan 9 perusahaan lainnya tidak lulus. Untuk perusahaan KSO Hutama-Eurrosiatic-Uttam gagal karena dukungan bank belum merupakan komitmen pembiayaan proyek dan lokasi workshop di luar negeri," ujar Airef dikutip pada Sabtu (22/2/2025).

Kontrak itu pun diobok-obok, dan tidak sesuai dengan rencana kerja syarat-syarat/RKS dengan menambahkan uang muka 20 persen dan menambahkan juga pembayaran letter of credit atau LC ke rekening luar negeri. Tahapan pembayaran procurement yang menguntungkan penyedia tanpa mengikuti proses GCG.

Kontrak perjanjian ditandatangani tidak sesuai dengan tanggal yang tertera dikontrak karena kontrak perjanjian masih dikaji atau dibahas oleh kedua belah pihak dari 23 Desember 2016 sampai dengan Maret 2017.

"Proyek dikerjakan tanpa adanya studi kelayakan. Jaminan uang muka dan jaminan pelaksanaan expired dan tidak pernah diperpanjang. Metode pembayaran barang impor atau letter of credit tidak wajar," jelasnya.

Korupsi Hutama Karya

Atas penyimpangan-penyimpangan yang telah dilakukan pada tahap sebelumnya akhirnya berimplikasi mengakibatkan proyek sampai saat ini mangkrak dan uang PTPN XI sudah keluar kepada kontraktor hampir 90 persen.

"Penyidik pun sudah mengirimkan surat ke BPK untuk permintaan penghitungan kerugian negara dan hingga saat ini belum ada penetapan tersangka," katanya.

Proyek pengembangan dan modernisasi PG Djatiroto PTPN XI terintegrasi Engineering, Procurement, Construction and Commisioning (EPCC) tahun 2016 sudah direncanakan di tahun 2014. 

Proyek ini sebagai tindak lanjut program strategis BUMN didanai oleh PMN yang dialokasikan pada APBN-P tahun 2015. Nilai kontrak proyek pengadaan tersebut sebesar Rp 871 miliar.

Di mana berdasarkan hasil penyelidikan ditemukan adanya perbuatan melawan hukum pada proses perencanaan, pelelangan, pelaksanaan maupun pembayaran yang tidak sesuai dengan aturan hukum yang berlaku, sehingga mengakibatkan proyek belum selesai dan diduga menimbulkan kerugian negara.

Penggeledahan dan pemeriksaan saksi
Penyidik Korps Tindak Pidana Korupsi (Kortas Tipikor) Polri telah menggeledah gedung Hutama Karya (HK) Tower terkait kasus dugaan korupsi itu . Sejumlah dokumen pun disita dalam operasi tersebut.

Kasubdit II Kortas Tipikor Polri, Kombes Bhakti Eri Nurmansyah mengatakan, penggeledahan menyasar pada ruang kerja direksi hingga komisaris utama PT Hutama Karya.

"Beberapa ruangan kita geledah. Ruangan direksi, ruangan komisaris, dan sebagainya-sebagainya," ucap Bhakti melalui keterangan, Sabtu (22/2/2025).

"Banyak (barang sitaan), kita sudah dapatkan beberapa dokumen, barang bukti, file, data, dan sebagainya yang terkait," tambah dia.

Hutama Karya

Bhakti menyebut, hingga saat ini penyidik telah memeriksa puluhan saksi dan ahli guna mengumpulkan bukti terjadinya tindak pidana korupsi proyek pembangunan gula.

"Beberapa pihak yang diduga mengetahui itu sekitar 50 saksi sudah dilakukan pemeriksaan," katanya.
 
Sementara itu, Kakortastipidkor Polri Irjen Cahyono Wibowo menyatakan bahwa kasus ini telah ditingkatkan statusnya dari tahap penyelidikan menjadi penyidikan.

Proyek pengembangan PG Assembagoes yang dicanangkan sebagai program strategis BUMN pada 2016, mendapatkan pendanaan dari Penyertaan Modal Negara (PMN) sebesar Rp60 miliar dan pinjaman lebih dari Rp462 miliar. Total nilai proyek mencapai Rp716,6 miliar.

Cahyono mengungkapkan adanya sejumlah kejanggalan dalam proyek tersebut. Kontraktor utama proyek, KSO Wika-Barata-Multinas, diduga tidak melibatkan ahli teknologi gula. Akibatnya, proyek gagal memenuhi sejumlah target teknis.

Kapasitas giling jauh di bawah target, kualitas gula di bawah standar, dan produksi listrik untuk ekspor tidak tercapai. Hal ini mengakibatkan kerugian signifikan bagi keuangan negara.

PTPN XI akhirnya memutuskan kontrak dengan KSO Wika-Barata-Multinas pada 2022 karena kegagalan memenuhi persyaratan kontrak. Menariknya, pembayaran yang telah dilakukan oleh PTPN XI kepada kontraktor mencapai 99,3% dari total nilai kontrak.

Selain daripada itu, penyidik Kortastipidkor Polri telah memeriksa 49 saksi dari berbagai pihak terkait, termasuk PTPN XI dan KSO Wika-Barata-Multinas. Proses penyidikan akan terus berlanjut sesuai prosedur hukum, dengan koordinasi bersama jaksa penuntut umum dan pihak-pihak terkait untuk memastikan penyelesaian kasus yang transparan dan akuntabel.

Polri berkomitmen mengungkap seluruh pihak yang bertanggung jawab dan memastikan kerugian negara dapat dipulihkan. (wan)

Topik:

Polri Hutama Karya Pabrik Gula PTPN XI Korupsi Gula