Simsalabim, Kejati Jakarta Diduga Sulap Status Hukum Supriya Rahardja dan King Yuwono


Jakarta, MI - Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta diduga menyulap status hukum dalam perkara pidana perlindungan konsumen atas nama tersangka Supriya Rahardja Yuwono dan King Yuwono.
Sebenarnya kasus ini telah bergulir empat tahun tanpa kepastian hukum. Namun, Suparjan selaku Jaksa Peneliti dari Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta, menyatakan bahwa perkara pidana perlindungan konsumen menjadi ranah keperdataan. Padahal penyidik Polda Metro Jaya yang mengusut kasus ini pada 28 April 2021 lalu telah menetapkan Supriya Rahardja Yuwono dan King Yuwono sebagai tersangka.
Terkait hal ini, pengusaha lokal Sandi Hakim menegaskan bahwa penyidik Polda Metro Jaya menetapkan seorang tersangka tidak sembarangan, melainkan Penyidik sudah memiliki bukti awal permulaan tindak pidana yang cukup dan keyakinan dari Penyidik tersebut.
Sebab itulah, dia melayangkan gugatan praperadilan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan. Gugatan itu berkaitan dengan sah atau tidaknya Surat Penghentian Penyidikan Perkara (SP3) yang dilakukan Penyidik pada Dirrekkrimsus Polda Metro Jaya bersama-sama pihak Kejati Jakarta
“Ada dugaan Jaksa Suparja memang tidak profesional saat menangani perkara pidana perlindungan konsumen. Sehingga kami menempuh mempraperadilkan keputusan penyidik Polda Metro Jaya dan Kejati Jakarta,” kata Sandi dikutip Rabu (26/3/2025).
Hanya saja, pihak Kejati Jakarta dan Polda Metro Jaya tidak menghadiri sidang tersebut pada Jumat (21/3/2025). Atas ketidakhadirannya itu, tergugat disebut telah mengakui kesalahannya.
“Saya sebagai orang awam hukum melihat ketidakhadiran pihak Kejati Jakarta merupakan bentuk pengakuan bahwa ada kesalahan analisa yang dilakukannya,” tegas Sandi.
Lantas Sandi menduga, perubahan status tersangka King Yuwono dan Supriya R Yuwono menjadi saksi adalah keliru. “Pemahaman saya jika seseorang sudah ditetapkan menjadi tersangka kemudian tidak mungkin berubah setatusnya menjadi saksi. Ini kan aneh,” katanya.
Diketahui, bahwa Pengadilan NegeriJakarta Selatan pada Jumat 21 Maret 2025, melalui hakim Tunggal I Dewa Made B Watsara kembali menggelar sidang permohonan praperadilan yang diajukan saksi korban Sandi Hakim atas pembelian apartemen terhadap Kejaksaan Tinggi dan Polda Metro Jaya.
Permohonan praperadilan yang diajukan Sandi Hakim terhadap Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta dan Polda Metro Jaya untuk memeriksa dan memutus atas sah atau tidaknya Surat Penghentian Penyidikan Perkara (SP3) yang dilakukan Penyidik pada Dirrekkrimsus Polda Metro Jaya bersama-sama pihak Kejati Jakarta, terhadap terlapor yang sudah sempat ditetapkan sebagai tersangka King Yuwono maupun Supriya R Yuwono.
Ahli hukum pidana dari Universitas Indonesia (UI) Flora Dianti menilai jaksa peneliti pada Kejaksaan Tinggi Jakarta, inkosistensi ketika meneliti berkas perkara tindak pidana perlindungan konsumen atas nama tersangka King Yuwono dan Supriya Rahardja Yuwono.
“Semestinya penyidik sudah menentukan sikap sepanjang ada bukti permulaan yang cukup untuk menentukan seorang tersangka. Yaitu unsur objektif ada perbuatan pidana dan unsur subjektif sudah ada niat jahat,” kata Flora di persidangan itu.
Flora menyatakan bahwa King Yuwono maupun Supriya R Yuwono dapat diminta pertanggungjawaban pidana dalam perkara ini. “Misalkan keuntungannya kurang, pendapatannya cuma sedikit atau korbannya hanya sedikit. Itu bukan unsur-unsur yang menggugurkan peristiwa pidana,”
katanya.
Apalagi, perkara King Yiwono sudah masuk tahap penyidikan dan sudah ditetapkan sebagai tersangka, “Lalu dimintakan tersangka lainnya sebenarnya sudah ada keyakinan peristiwa pidana,” lanjutnya.
Tak ada pascatersangka jadi saksi
Soal perubahan status King Yuwono yang kala itu berstatus sebagai tersangka dan berubah menjadi saksi, Flora menjelaskan bahwa tidak ada setelah menjadi tersangka kemudian berubah menjadi saksi.
“Sepengetahuan saya setelah menjadi saksi kemudian tersangka dan dari status tersangka menjadi terdakwa. Dan kalaupun bebas nanti dipersidangan,” katanya.
Sedangkan mengenai alasan penyidik yang mengatakan bahwa perbuatan King Yuwono berdasarkan hasil penelitian berkas perkara dari Jaksa Peneliti masuk dalam kualifikasi ranah perdata, Flora kemambali mengatakan inkonsistensi.
“Itu merupakan inkonsistensi penyidik saja. Kalau sejak awal ada peristiwa pidana, barang bukti cukup, penyidik dapat melakukan tindakan upaya paksa yang sifatnya pro yustisia. Nah kalo pro yustisia sudah melanggar hak asasi manusia kalau tidak secara hati-hati dilakukannya,” ungkapnya.
Sementara menurut ahli hukum perlindungan konsumen Heny Marlina dalam konteks undang-undang perlindungan konsumen bahwa ketentuan pidananya bukan delik materil ataupun delik aduan.
“Jadi tanpa ada aduan dari pihak konsumen dirugikan ketika penyidik mengetahui adanya pelanggaran terhadap ketentuan dalam undang-undang perlindungan konsumen tetap bisa diproses hukum,” ujar Heny kepada wartawan usai menjadi ahli dalam sidang itu.
Heny mengatakan soal sedikitnya jumlah konsumen yang dirugikan bukan menjadi persoalan. “Bahkan jika tidak ada konsumen yang mengadu tetapi
mengetahui peristiwa hukum tetap bisa diproses hukum,” katanya.
Kuasa hukum Sandi Hakim, Ayatullah R Khomaeni menambahkan bahwa jaksa peneliti inkosistensi saat menangani kasus hukum yang dialami kliennya Sandi Hakim.
“Sebenarnya yang inkosistensi dalam perkara ini adalah jaksa peneliti. Karena kami hanya melaporkan King Yuwono. Tetapi dalam prosesnya itu, jaksa meminta penyidik menetapkan seorang tersangka lagi yakni Supriya Rahardja Yuwono,” jelasnya.
Ayatullah menjelaskan terkait analogi hukum, apabila penyidik dan jaksa peneliti sudah yakin ada perbuatan pidana, sehingga meminta ada tersangka lain.
“Tiba-tiba penuntut umum mengatakan bukan tindak pidana dari yang kami laporkan (King Yuwono). Inilah bentuk yang dimaksud inkonsistensi tadi," tegasnya.
Akibat inkonsistensi penuntut umum pihak Sandi Hakim merasa kecewa. Untuk itu kata Ayatullah, pihaknya berencana akan melaporkan pihak yang membuat rumit permasalahan hukum kliennya. “Kami berencana akan melaporkan balik setelah melihat hasil putusan prapid ini,” katanya. (LA ASWAN)
Topik:
Polda Metro Jaya Kejati DKI Jakarta