Katanya KPK Lex Spesialis, Kok Ciut Usut Dugaan Korupsi Jampidsus Febrie Adriansyah?

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 26 Maret 2025 23:59 WIB
Jampidsus Kejagung, Febrie Adriansyah (Foto: Istimewa)
Jampidsus Kejagung, Febrie Adriansyah (Foto: Istimewa)

Jakarta, MI - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tak bernyali alias ciut mengusut kasus dugaan yang melibatkan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung (Kejagung), Febrie Adriansyah.

Sebelumnya, Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi kembali melaporkan Febrie Adriansyah terkait empat kasus ke KPK pada 10 Maret 2025 lalu, sementara laporan pertama dilayangkan 27 Mei 2024. 

Koalisi ini terdiri atas Indonesian Police Watch (IPW), Koalisi Sipil Selamatkan Tambang (KSST), Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI), dan Tim Pembela Demokrasi. 

Adapun empat kasus yang dilaporkan adalah kasus Jiwasraya; perkara suap Ronald Tannur dengan terdakwa Zarof Ricar; penyalahgunaan kewenangan dalam tata niaga batu bara di Kalimantan Timur; dan tindak pidana pencucian uang (TPPU).

"Saya kira KPK tidak punya nyali," kata perwakilan Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi, Petrus Selestinus, Rabu (26/3/2025).

KPK, tegas dia seharusnya bisa melakukan upaya paksa terhadap Febrie, seperti pemanggilan. Di lain sisi, KPK memiliki wewenang khusus dalam menangani kasus tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dalam UU KPK No. 19 Tahun 2019, yang bersifat lex spesialis. 

Dalam hal ini KPK dapat mengesampingkan Pasal 8 Ayat 5 UU Kejaksaan yang mensyaratkan izin dari Jaksa Agung untuk melakukan upaya paksa terhadap seorang jaksa yang bermasalah.

"Kalau KPK tidak ada mekanisme khusus. Begitu dia merasa ada sesuatu yang ganjil dalam penyidikan penuntutan kasus korupsi, KPK tinggal surati kejaksaan, KPK ambil alih," jelasnya.

Laporan yang tak kunjung diusut, tanpa naik ke tahap penyelidikan maupun penyidikan menunjukkan bahwa KPK tidak memiliki keberanian untuk mengusut tuntas kasus yang melibatkan aparat penegak hukum.

"KPK ini kan sekarang berubah jadi lembaga telaah. Dia bukan penyelidik, penyidik, dan penuntut, tetapi hanya lembaga telaah ketika laporan itu menyangkut pejabat tinggi negara," tutur Petrus.

Sementara itu, Febrie menilai pelaporan terhadap dirinya itu sebagai bentuk perlawanan kepada dia yang saat ini tengah menangani perkara di Kejaksaan Agung. 

"Semakin besar perkara yang sedang diungkap, pasti semakin besar serangan baliknya. Biasalah, pasti ada perlawanan," kata Febri kepada awak media, Selasa (11/3/2025). 

Koordinator Koalisi Sipil Anti Korupsi, Ronald Loblobly sebelumnya mengatakan, laporan dilayangkan atas dugaan penyalahgunaan kewenangan dalam penyidikan empat perkara. Ronald menyebut empat laporan itu terdiri dari tiga laporan baru dan satu di antaranya pernah dilaporkan sebelumnya. 

"Kami memberikan informasi ada kasus yang sudah pernah kami laporkan, nah kemudian dengan tiga kasus tambahan," kata Ronald di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Senin (10/3/2025). 

Tiga laporan baru berkaitan dengan dugaan suap penanganan perkara pejabat Mahkamah Agung (MA) Zarof Ricar, lalu dugaan korupsi penyalahgunaan kewenangan tata niaga batu bara di Kalimantan Timur, dan dugaan tindak pidana pencucian uang. 

Satu laporan lainnya berkaitan dengan dugaan korupsi lelang aset rampasan negara pada kasus korupsi investasi Jiwasraya, yang telah dilaporkan pada Mei 2024. 

Dalam kasus Jiwasraya, Pusat Pemulihan Aset (PPA) Kejagung melelang barang rampasan benda sita korupsi berupa pelelangan 1 paket saham PT Gunung Bara Utama (GBU) milik terpidana kasus korupsi Jiwasraya, Heru Hidayat. 

Lelang dimenangkan oleh PT Indobara Utama Mandiri (IUM). Negara diduga mengalami kerugian keuangan sebesar Rp 9,7 triliun berkaitan dengan pelaksanaan lelang tersebut. 

Dalam proses lelang terdapat dugaan ketidaksesuaian nilai dengan kerugian negara ditaksir mencapai Rp 11 triliun. Namun hasil lelang hanya Rp 1,9 triliun. Kemudian dalam penanganan perkara suap mantan pejabat MA Zarof Ricar yang ditangani oleh Jampidsus Kejagung yang dipimpin Febrie. 

Lalu, terkait penyalahgunaan kewenangan tata niaga batubara di Kalimantan Timur. Ronald menyebut, penanganan kasus tersebut tak jelas padahal penyidik telah mengantongi lebih dari dua alat bukti. Febrie menandatangani Surat Perintah Penyelidikan (Sprindik) perkara itu pada 18 Maret 2024. 

KPK juga diminta mendalami dugaan TPPU terkait dugaan Febrie menyamarkan uang hasil penyalahgunaan kewenangan melalui Don Ritto, Nurman Herin, Jefri Ardiatma, dan Rangga Cipta sebagai gatekeeper. 

Mereka lalu mendirikan beberapa perusahaan. Ronald menuturkan, perusahaan yang dinaksud yakni PT Kantor Omzet Indonesia yang bergerak dalam bidang kegiatan penukaran valuta asing, broker, dan dealer valuta asing. 

Kemudian PT Hutama IndoTara yang bergerak di bidang perdagangan besar atas dasar balas jasa dan perdagangan besar bahan bakar padat cair dan gas dan produk YBDI. 

Di perusahaan ini, terdapat nama putra Febrie, Kheysan Farrandie. Lalu, PT Declan Kulinari Nusantara yang bergerak di bidang kuliner dengan membuka tiga restoran Prancis. 

Kemudian PT Sebamban Mega Energy, yang di dalamnya terdapat nama mantan Direktur Perencanaan dan Perkebunan Kelapa Sawit Kementerian Keuangan Agustinus Antonius. (AN)

Topik:

KPK Kejagung Jampidsus Febrie Adriansyah