Kejagung Bisa Sita Aset Pribadi Bos Sritex, Ini Sebabnya

Adelio Pratama
Adelio Pratama
Diperbarui 13 Juni 2025 20:35 WIB
Para tersangka digiring masuk ke mobil tahanan Kejagung (Foto: Dok MI)
Para tersangka digiring masuk ke mobil tahanan Kejagung (Foto: Dok MI)

Jakarta, MI - Kejaksaan Agung (Kejagung) bisa menyita aset pribadi pemilik PT Sri Rejeki Isman Tbk ( Sritex ). Jika hanya mengejar aset perusahaan Sritex yang sudah dipailitkan, maka sulit mengembalikan kerugian negara yang besar di kasus tersebut. 

Kata pakar hukum pidana dari Universitas Lampung (Unila) Prof Hieronymus Soerjatisnanta, Kejagung harus melakukan langkah-langkah taktis dalam pengembalian kerugian negara.

Dia mengungkapkan, aset Sritex memang sudah menjadi harta yang dipailitkan, tetapi mereka masih memiliki harta kekayaan di luar aset Sritex. 

“Misalnya rumah, rekening pribadi, aset yang dimiliki secara pribadi. Itu bisa segera disita. Jadi yang perlu dikejar adalah harta pribadi dari Sritex dan penanggung jawabnya,” kaga Tisna kepada Monitorindonesia.com, Jumat (13/6/2025).

Dalam fasilitas pemberian kredit ke Sritex, seharusnya bank-bank pemberi kredit tunduk pada ketentuan-ketentuan. Salah satunya, kapasitas. 

“Kalau kita punya agunan senilai Rp15 ribu lalu pinjam Rp20 ribu kan tidak boleh. Tapi itu yang sering terjadi. Artinya debitur (owner Sritex) juga seringkali tidak jujur,” jelas Tisna.

Maka dari itu salah satu cara untuk mengejar pengembalian kerugian negara, maka bank pemberi kredit juga harus dikejar. 

Mekanisme kepailitan adalah mekanisme yang dapat digunakan oleh pengusaha untuk menghindari utang ke berbagai lembaga perbankan. “Kedua adalah untuk menghindari aspek pidananya. Jadi kepailitan itu sudah bergeser ke arah itu,” ungkap Tisna.

Karena kepailitan sudah digunakan untuk menghindari pembayaran utang dan aspek pidana, menurut Tisna, maka langkah Kejagung mengusut dugaan korupsi kasus Sritex sudah sangat tepat. “Karena begini, aset Sritex itu berapa? pinjaman ke bank itu berapa?” katanya.

Lalu apakah pinjaman itu digunakan untuk menyehatkan perusahaan itu? Ternyata enggak juga, karena tetap pailit. Lalu mundul pertanyaan, pinjaman ini dikemanakan? Di situlah unsur korupsi terjadi,” bebernya menambahkan.

Kepailitan Sritex menjadi sarana untuk menghindari kewajiban sebagai kreditur dan ancaman pidana yang ada. 

“Sehingga langkah Kejagung ini menjadi langkah yang ditunggu-tunggu,” tandasnya.

Adapun terkait dengan pengembalian kerugian negara, Tisna mengatakan, jika masalah ini didiamkan maka kerugian negara tidak akan balik. 

Namun jika ada proses pengusutan korupsi maka terbuka peluang pengembalian kerugian negara.

“Kejagung harus segera melakukan sita aset Sritex. Buat apa hanya mengejar pidana kalau kerugian negara tidak bisa dikembalikan,” ungkap Tisna.

Dia mengakui bahwa upaya mengembalikan kerugian negara ini tidak mudah. 

Penyebabnya, kata Tisna, Sritex sudah masuk proses pailit. “Aset kekayaan Sritex sudah menjadi aset yang dipailitkan (bundel pailit),” pungkasnya.

Topik:

Kejagung Sritex